Ancaman

6 0 0
                                    

Ngihiiiiik ... Ngihiiiiik

Detik kemudian perhatian kami semua teralihkan oleh suara ringkikan kuda Den Bagus yang baru datang bersama seorang mantri.

Mereka lantas tergopoh-gopoh turun dari kereta kuda, berjalan tergesa masuk ke dalam rumah.

Kini, fokus kami semua sama. Dengan perasaan cemas menatap serius aksi Pak mantri yang tengah merawat luka Ndoro Putri.

Dan setelah beberapa saat, kami baru bisa bernafas lega, setelah Pak mantri menjelaskan jika luka Ndoro Putri tak terlalu serius. Dan Ndoro Putri sendiri perlahan mulai siuman.

“Cahyo ....”

“Cahyo ....”

Gumaman Ndoro Putri ketika belum sepenuhnya sadar.

“Aku di sini Bu, ini Aku.” ucap Den Cahyo yang kemudian menggenggam erat tangan Ibunya.

“Jangan pergi,” lanjut Ndoro Putri setelah membuka matanya.

“Cahyo harus tetap pergi Lasmini,”

“Dia akan kembali jika waktunya telah tiba dan selama itu Cahyo harus belajar merenungi kesalahannya.” tegas Eyang Sepuh, tetap berdiri pada pendiriannya.

Ndoro Putri tak terima, Ia lantas bangkit berdiri dengan langkah sempoyongan.

Kemudian Diraihnya tusuk konde emas yang tertancap rapi di rambutnya yang disanggul.

“Coba saja mengusir putraku keluar dari rumah ini Bu,”

“Satu langkah saja Cahyo melangkahkan kakinya, akan ku tancapkan benda ini tepat di jantungku!”

Ancam Ndoro Putri sembari menggenggam tusuk konde emas, siap menghujam jantungnya sendiri.

Mata Eyang Sepuh terbelalak lebar, tak percaya jika menantunya menjadi senekad ini.

Eyang Sepuh sendiri mulai dilanda perasaan bimbang, Ia terlihat berpikir. Mungkin menimbang kembali keputusannya untuk mengasingkan Den Cahyo.

Dan, Aku mulai mengerti. Dari mana Den Cahyo mewarisi sifat nekadnya.

Dari Ndoro Putri!

“Lakukan sesukamu, tancapkan saja tusuk konde emasmu itu ke jantungmu!”

Ndoro Putri tersentak kaget, mendengar ucapan Eyang Sepuh yang terkesan acuh akan ancamannya.

“Bu ....”

Ndoro Kakung hendak berkata namun dicegah dengan lambaian tangan oleh Eyang Sepuh.

“Ayo Lasmini, lakukan saja ....”

“Tunggu apa lagi?”

Eyang Sepuh tersenyum simpul, Ia sudah hafal betul watak menantunya itu. Yang kerap menggertak sambal jika keinginannya tak terpenuhi.

Tubuh Ndoro Putri bergetar hebat, matanya nanar menatap Eyang Sepuh yang memandangnya dengan ekspresi datar. Tak ada rasa iba sedikitpun di sana.

“Jangan kamu pikir Aku akan berubah pikiran hanya karena ancamanmu itu,”

“Sekalipun kamu benar-benar bunuh diri, Aku akan tetap mengirim Cahyo untuk di asingkan setelah acara pemakamanmu.”

Eyang Sepuh balik menggertak Ndoro Putri, dengan tatapan dingin dan datar tanpa ekspresi.

“Ayo cepat, tancapkan tusuk konde emasmu itu...”

“Tunggu apa lagi Lasmini?”

Klintiiiing...

Gadis JelataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang