Jika ada yang bertanya apa yang paling disukai oleh Steve, dengan lantang pria itu akan berteriak, "America!"
Dan jika ada yang bertanya apa yang paling tidak disukai oleh Steve, dengan suara yang nyaris tak dapat didengar apapun, namun semua orang tahu bahwa bibir sang Captain melirihkan kata, "Tony."
Nat tahu betul bagaimana tidak baiknya hubungan mereka berdua. Sejak pertama kali bertemu bahkan keduanya hampir berakhir baku hantam jika saja Clint-yang terdampak sihir Loki-tidak menyerang pesawat S.H.I.E.L.D. saat itu.
Atau kelewat seringnya selisih pendapat, bahkan jika itu hanya menentukan jenis film yang akan mereka tonton saat hiburan malam selesai misi.
Tony ingin malam yang romantis hingga pilihannya jatuh pada film fenomenal, Titanic. Namun, Steve beropini mereka harus lebih mengenal sejarah hingga sang Captain memutuskan film dokumentar tentang sejarah kebiadaban Nazi.
"C'mon capsicle! Ini 2020, siapa yang masih peduli Hitler dan antek-anteknya?"
"Jangan lupakan sejarah, Tony. Kita tumbuh karena-"
"Well, fine. Hentikan ocehanmu, sialan. Tidak ada yang peduli."
Bahkan, ketika Tony sudah berdiri tepat didepan Steve dan mencengkram kerah kemejanya kuat, Clint hanya geleng-geleng kepala. Mereka sudah terbiasa dengan opera sabun Tony-Steve, bahkan yang lebih parah.
Steve tidak akan pernah, bahkan hanya jika berbicara ramah dengan Tony.
Harusnya seperti itu, dan akan selalu seperti itu.
Entahlah, mungkin karena kelewat membenci malah membuat Tony selalu menempati posisi pertama di otak Steve.
Steve sama sekali tidak tahu apa itu, ketika wajahnya terasa panas saat sarkas Tony kini malah didominasi godaan, atau seperti ada kupu-kupu disela ususnya ketika tak sengaja jemari Tony menyentuh bagian tubuhnya.
Steve akan berubah menjadi paranoid ketika netranya tak menangkap atensi sang Iron Man saat alien menginvasi bumi, atau keberaniannya yang sekejap memudar ketika mereka sekedar berbincang sederhana.
Dan ketika malam itu Tony mengadakan pesta besar-besaran merayakan 5 tahun jadinya Avengers, Steve tak bisa menahan pikirannya untuk memojokkan Tony kedinding, atau melumat habis bibirnya ketika pria kecil itu terbalut jas hitam yang sangat menawan.
Shit.
"Hi, Cap. Apa yang kau lakukan disini?" Steve menoleh. Ia tahu betul siapa yang kini melangkah mendekatinya. Suara yang kelewat sering beradu dengan miliknya.
Steve memang tidak begitu menyukai pesta. Suara gaduh yang membuat telinganya iritasi, atau para gadis yang menari di atas meja, sama sekali membuat Steve tidak nyaman. Dan kenyataan bahwa dirinya tidak bisa mabuk, membuat Steve akan selalu pulang lebih dahulu dari yang lain. Ia memilih kamarnya yang sunyi untuk sekedar membaca atau menggambar apapun yang terlintas di otaknya. Sayangnya, kini Tony mengadakan pesta di Avengers Tower. Well, ia tidak bisa kemana-mana bukan?
"Cap! Kau begitu membenciku hingga mengacuhkanku begitu ya," ucap Tony sembari menepuk lengan Steve.
"Ah, maaf. Aku hanya berpikir tentang sesuatu." Steve menyingkirkan jemari Tony perlahan. Dirinya kembali gugup, ia masih belum bisa mengatasi sikap biasa-biasa nya pada Tony. Pria itu terlalu tampan malam ini. Sialan!
"Sejak kapan otakmu yang ketinggalan zaman itu suka berpikir yang rumit-rumit?"
Steve mendengus. Tidak berminat untuk berdebat dengan Tony malam ini. Pikirannya kembali melayang-layang. Tentang Tony yang sepenuhnya berada dalam kungkungannya, ketika bibirnya menyentuh leher sang billionaire, dan-Shit! Apa yang kembali ia pikirkan! Dan fakta bahwa dirinya kini sedang berdiri bersama Tony di balkon yang jauh dari peserta pesta lain, membuat bulir-bulir keringat kini meluncur hebat di tubuh Steve.
"Steve? You good?" Yang ditanya hanya mengangguk.
"Well, sebaiknya aku pergi. Maaf mengganggumu-"
"Tidak." Steve berkata pelan sekali.
"Kau mengatakan sesuatu, Cap?"
"Tidak. Maksudku, jangan pergi. Temani aku." Steve menatap Tony. Pria kecil itu terlihat tersenyum sebelum mengangguk dan kembali berdiri disamping Steve.
"Rasanya aneh kau memintaku menemanimu. Setelah apa yang kita lalui, well, maksudku-"
"Maaf." Tony berjengit. Ia menatap Steve lurus. Pria itu terlihat aneh malam ini."
"Oh, wow, yeah. It's okay, Cap. Aku yang selalu mencari masalah denganmu. Maksudku, bukan aku yang ingin mencari masalah denganmu, kau hanya sangat menyebalkan hingga aku-"
"Kau meracau, Tony." Steve terkekeh. Melihat Tony yang gugup membuat dirinya berbunga-bunga. Setidaknya, dirinya tidak sendirian.
"Yeah." Tony tersenyum. Ia menyukai hubungannya dengan Steve yang mungkin akan membaik setelah malam ini. Mereka berbincang banyak hal, dan tertawa bersama. Sederhana, namun mereka menyukai sensasi hangat yang menjalar pada wajah mereka. Sensasi yang sudah lama tidak mereka rasakan.
Well, mungkin hubungan mereka kelewat membaik ketika Steve membawa jemari Tony pada genggamannya. Netra biru lautnya menatap bola mata coklat besar yang kini terlihat kaget.
"Tony," ucap Steve pelan. Tony tak menjawab, ia hanya balas menatap mata Steve yang entah mengapa terlihat sangat jernih.
"Aku menyukaimu." Tony berjengit. Wajahnya ikut kemerahan ketika menatap wajah Steve yang telah berubah menjadi tomat. Dan ketika Tony melepas genggaman tangan Steve, menarik tengkuknya dan membawanya menuju sebuah ciuman singkat, mungkin cukup memperjelas bagaimana jawaban sang pria genius.
Mereka hanya terus tersenyum saling menatap malam itu.
FIN
![](https://img.wattpad.com/cover/204675569-288-k286278.jpg)