Dare -Stony

572 39 1
                                    

Clint tak paham lagi bagaimana dunia dapat menjadi sangat damai akhir-akhir ini. Tidak, tidak, tentu bukan berarti ia tak bahagia dengan liburan. Clint akan dengan senang hati pulang ke 'safe house' dan bermain dengan anak-anaknya yang manis atau sekedar jalan-jalan menikmati senja di pantai dengan tautan tangan yang mendebarkan. Ya! Dan itulah masalahnya. Nick fuckin' Furry sama sekali tidak membolehkan kesenangan itu hinggap bahkan sebentar. Ia mengunci Avengers, menutupnya dari dunia dengan dalih, "Dunia aman bukan berarti kalian dapat malas-malasan. Aku akan, well, dapat dikatakan 'mengurung' kalian beberapa minggu. Tidak ada pekerja lainnya, termasuk pembantu rumah tangga–oh Stark, kau tidak bisa melakukan apapun dengan uangmu kali ini. Lakukan tugas kalian masing-masing. Aku tidak mau para Superhero ku menjadi pemalas dengan perut buncit. Dan Cap, aku percayakan semuanya padamu."

Steve–yang entah mendapat referensi darimana–membagi jadwal piket bagi tiap-tiap anggota. Bagian dan waktu yang harus selalu dipatuhi jika tak mau tinju Steve mendarat di hidung mereka, atau panggilan Nick Furry bahwa mereka dipecat.

Shit. Clint bahkan tidak percaya ketika Bruce memakai sapu kayu–yang entah didapatnya dari mana–untuk membersihkan kamarnya sendiri, atau Natasha yang berpeluh asap di dapur memasak makan malam.

Dan ketika Clint menatap pantulan dirinya di cermin, rasanya ia ingin meledakkan New York saja ketika yang ia lihat bukan Hawkeye yang keren, melainkan seorang pria jelek yang entah sejak kapan lihai sekali membersihkan remah biskuit di sofa.

Well, Avengers telah menjadi sepenuhnya neraka.

Dan yeah, ini malam terakhir bagi penderitaan mereka. Maria Hill dengan jas hitamnya yang manis memberi pesan bahwa besok Avengers akan kembali seperti biasa dengan tambahan bebas tugas selama satu bulan. Well, mungkin karena terlalu bahagia Clint bahkan menyaksikan Thor yang mengelap jendela sembari bersenandung. Shit, sejak kapan God of Thunder kita menjadi tukang lap jendela?

"Jadi, teman-teman," ucap Steve membuka obrolan. Semua anggota berkumpul di ruangan lebar dengan tv besar menghiasinya.

"Well, kalian semua sudah tahu bahwa ini malam terakhir setelah satu minggu yang berat. Aku hanya ingin berterimakasih atas kerjakeras dan partisipasi kalian. Aku tidak akan berbicara banyak kali ini, jadi, nikmati liburan kalian." Clint bersorak, Nat dan Bruce melakukan tos norak, Thor tersenyum penuh kemenangan, sebelum teriakan Tony menggema. "Siapa yang ingin sampanye?"

"Mungkin sampanye saja tidak cukup, Tony. Bagaimana jika kita bermain games?" Clint bersuara. Alis Steve terangkat sendirinya.

"Games?" Itu Nat, dengan botol-botol sampanye di genggamannya. Membantu Tony yang kewalahan.

"Mengingat mungkin kita tidak akan bertemu selama satu bulan kedepan, mungkin games bukan pilihan yang buruk," ucap Bruce.

"Yap, benar sekali. Well, apakah Asgard memiliki semacam games yang terkenal, Thor?" Tanya Clint.

"Kami setengah dewa, Clint. Tentu tidak memiliki sesuatu yang kekanakan." Thor bersuara. Memilih mendudukan dirinya di sofa sebelah Bruce.

"Clint, kau bertanggungjawab memilih games." Steve ikut terduduk. Pilihannya jatuh pada bagian kosong disamping Tony.

Semua yang ada dalam ruangan itu terdiam. Tak ada apapun yang terlintas dalam benak mereka sebelum sebuah bariton menginterupsi. "Well, bagaimana jika truth or dare?" Tony berkata.

Semua orang saling tatap. Tidak ada yang berkomentar, sebelum Steve menghela nafasnya.

"Thanks buddy. Agak ketinggalan zaman, tapi tentu itu yang kita butuhkan. Aku tidak peduli, cepat ambil posisi kalian. Dan yeah, karena Tony yang mengusulkan games ini, maka ia pula yang memulainya." Clint bersuara, meletakkan jemarinya pada bibirnya sendiri sebelum protes Tony meluncur.

"Jadi Tony, truth or dare?" Nat menengahi.

"Dare." Tony menyahut. Ia takut Clint akan bertanya yang aneh-aneh jika dirinya memilih truth. Hawkeye memang tidak ada otak, bukan?

"Wow, Iron Man! Kau memilih terlalu cepat. Bagaimana? Ada yang ingin memberi tantangan?" Bruce menjawab.

Tidak ada yang bersuara sebelum, "Beri ciuman pada Captain America. French kiss tentu saja," oh, itu Thor menyahut tiba-tiba yang disambut teriakan setuju Clint. Nat dan Bruce geleng-geleng kepala sedangkan Steve hanya tertawa.

"Apa maksud–"

"Well, Tony, tidak ada penolakan dalam aturan mainnya. Waktumu satu malam. Oh ya, Jarvis, jangan lupa beri aku rekaman ciuman panas antara Iron Man dan Captain America." Clint terbahak kembali. Rasanya Tony ingin kepalanya hilang saja ketika Steve malah ikut tertawa dengan Clint. Apa-apaan itu? Tidakkah pria itu merasa malu? Shit, sejak kapan Tony bahkan memikirkan harga dirinya?

Ketika games berlanjut, tak ada yang dapat Tony pikirkan kecuali Steve dan apapun yang ada pada dirinya.

###

"Kau baik?" Well, itu Steve. Layaknya pria sejati–oh, ia memang pria sejati–menghampiri Tony yang sebentar lagi bisa saja pingsan di kubangan muntahnya sendiri. Pria kecil itu terlalu banyak menegak sampanye.

"Yes, Cap."

Steve menjauhkan botol-botol alkohol itu dari jangkauan Tony. Terduduk di samping billionaire itu yang kini mengusap wajahnya.

"Well, kita sudah lama tak berbincang. Kau tahu, terkadang aku merindukan waktu bertukar pendapat denganmu. Memang kita terlalu banyak tak sepaham, tapi, yah, itu menyenangkan," ucap Steve. Ia menatap langit-langit ruangan sebelum melanjutkan. "Apa yang akan kau lakukan, Tony? Maksudku, untuk satu bulan kedepan. Apa kau sudah membuat rencana?"

Tony menggeleng. Kepalanya pusing. "Tidak ada rencana khusus, tapi mungkin membantu Pepper tidak buruk juga. Ia sudah bekerja keras."

Steve mengangguk paham.

"Bagaimana denganmu, Cap? Apa kau akan tetap disini?"

"Well, mengingat aku tidak memiliki apapun. Ya, mungkin aku akan tetap disini."

Kini Tony yang mengangguk paham.

"Uhm, Tony?"

Yang dipanggil menoleh. Tak merasa perlu menjawab, Tony hanya memasang telinganya untuk bersiap akan kelanjutan kalimat sang Captain.

"Mengenai tantangan tadi–"

"Oh yeah! Tantangan tadi!"

"Aku minta maaf membuatmu tak nyaman." Steve berkata pelan. Ia menatap Tony.

"Well, Cap, bukan salahmu." Tony bergumam.

"Aku, um, tidak apa-apa–maksudku, kau tidak harus, tapi kau bisa melakukannya jika ingin." Steve berkata pelan sekali. Wajahnya sedikit kemerahan.

Tony diam. Otaknya masih mencerna apa yang barusan dikatakan sang Captain. Ketika berhasil, Tony bahkan tak tau bagaimana dirinya harus bereskpresi.

"Fuck, capsicle! Apa kau sadar atas ucapan–" Tony tak dapat berkata apa-apa ketika Steve sudah meletakkan bibirnya diatas bibir Tony, membungkam mulutnya yang terlalu banyak bicara.

Ketika tidak ada penolakan dari Tony, Steve mulai menekan bibirnya, membawanya pada lumatan kecil yang tak mendapat balasan apapun. Steve tahu Tony lebih dari sekedar terkejut. Tapi siapa peduli, sialan! Steve memang sudah lama menyukai Tony, dan yeah, akhirnya ia mendapat kesempatan mencuri ciuman dari sang genius.

Steve melepas pagutan mereka. "Maaf," ucapnya pelan sebelum kembali menarik tengkuk Tony. Menggigit bibirnya keras sebelum memberi akses lebih kepada lidahnya. Ia menyapu seluruh rongga mulut Tony. Mengikat lidahnya kuat sembari merasakan betapa manisnya liur pria itu.

Oh, Shit. Steve rasanya dapat terbang ke udara sangking bahagianya.

"Jarvis?" Panggil Tony ketika Steve sudah menjauhkan wajahnya.

"Yes, Sir?"

"Kau merekamnya?" Tanya Tony pelan. Matanya fokus menatap Steve.

"Tentu, Sir. Saya akan segera mengirimnya pada Mr. Barton."

"Lakukan tugasmu, Jarvis. Persetan dengan Clint." Dan ketika Tony mendudukan dirinya di pangkuan Steve, meraba dada bidang sang Captain sebelum mendaratkan ciuman ganas, oh, mereka berdua sama-sama tahu kemana semua ini akan berlanjut.

FIN

Tony StarkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang