01. Spring Rain

100 4 0
                                    

Sampai hari kita lelah dan berserah saat itu semesta bekerja, beberapa hadir dalam rupa sama dan beberapa baik dari rencana - When Sky Fall

❝Sampai hari kita lelah dan berserah saat itu semesta bekerja, beberapa hadir dalam rupa sama dan beberapa baik dari rencana ❞- When Sky Fall

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Vote & komen dong 😭

'Happy Reading'

Sudah 5 tahun berlalu,

Sulit sekali bagiku mencampurkan frasa kedalam fatamorgana yang mana itu semua ilusi belaka. Aku terdiam diluar toko minimarket menyeduh kopi cup hangat diluar. Ah malang sekali malam ini hujan turun tiba tiba dan sialnya diriku tak membawa payung. Karena aku kemari jalan kaki jarak antara minimarket dan rumahku juga lumayan dekat.

Memutuskan untuk menyambungkan sebuah earphone ketelingaku. Playlistku juga hanya beberapa lagu. Dan lagu utama yang kudengarkan malam ini adalah Yiruma - Kiss The Rain. Mengalun ditelingaku, seketika bayangan masa masa terbaik dalam hidupku bermunculan.

Lagu ini mengalun dengan dalam dan setiap not piano yang mengalun terdengar begitu sampai kepalung. Aku merasa lagu ini benar benar mengantarkanku kesuatu masa, suatu masa yang tidak akan pernah kembali. Saking mendalami lagu ini mataku mulai sayup lagu ini seperti pengantar tidurku.

"Hei Jo!!"

Aku terkejut.

Seseorang didepanku menyapaku dimana aku yang sudah terkantuk. Melebarkan mata dan mencoba fokus siapa yang berada didepanku saat ini. Oh shit. Dia? dia...

"Kamu ngapain disini?" ujarnya,

"Nunggu hujan reda.." ketusku aku mencoba menjawab semalas mungkin. Sejujurnya aku membenci orang yang berada didepanku. Dia adalah Kevin mantan kekasihku sewaktu SMA.

"Oh gitu, Jeje dimana sekarang?" Pertanyaan pria ini sekarang seperti bom atom bagiku. Kenapa dia menanyakan hal seperti itu? Kenapa? Apakah dia sengaja? Atau mungkin..

Sebelum aku menjawab, Kevin mendadak termenung kaku pertanyaan yang tidak singkron itu menghentikan pandangannya. Dia mungkin baru mengingatnya karena sudah lima tahun berlalu. Aku tersenyum maklum sambil menahan tangis agar air mataku tidak jatuh.

"Maaf.. Aku lupa, aku tidak bermaksut" utasnya, kemudian diselingi kepandangan lain. Dia tidak berani manatapku.

Sampai akhirnya, aku pulang aku membiarkan hujan malam mengenaiku. Pertanyaan mendadak itu masih mengambil alih fungsi otakku. Dimana Jeje? Jeje..

Julian Jeje Cleorapta.

Sebuah nama yang begitu indah, sebuah nama yang begitu berarti dalam hidupku. Dan sebuah nama yang membawaku ketitik terberat dipalung hatiku. Hatiku perih bahkan kurasa air mataku yang turun kini sepadan dengan hujan yang ikut bergabung.

Song recomendation
'Yiruma - Kiss the rain'

Sampai aku didepan rumah, pandanganku pada pagar terhenti. Mendadak aku ingin berlari untuk menemui seseorang. Menemui seseorang yang akan kuberi seribu pertanyaan tentang bagaimana dia membuat jarak dan bagaimana rindu ini yang semakin berserak.

Aku berlari aku tak peduli jika ini malam hari dengan hujan tiada henti. Bahkan kurasa beberapa orang yang melihatku menatapku dengan aneh, menatapku dengan pandangan seolah aku seperti orang tidak waras karena berlari ditengah hujan. Lalu aku menghentikan taksi dan segera aku masuk. Dimana akan membawaku ketempat yang inginku tuju.

Sampai kesuatu tempat yang aku inginkan, disana orang yang ingin kutemui. Mungkin dia juga sedang menungguku. Menjamahkan kakiku yang tanpa alas ketanah yang basah nan lembab. Sebuah pintu gerbang yang besar dihadapanku ini adalah pintu pemisah antara aku dan dirinya. Aku sangat membenci spasi ini. Suasananya juga remang karena penerangan yang kian temaram disebuah pemakaman.

Benar, kini aku dipemakaman kota. Aku tak peduli jika hantu tertawa melihatku. Mungkin malah mereka akan ikut bersedih mendengar kisahku. Disana tepat dibawah pohon kamboja, sebuah nama yang dituliskan dengan indah dibatu nisan adalah pemandangan yang mengerikan. Aku bersimpuh kaku, entah untuk yang kesejuta kalinya. Namun kali ini berbeda suasana hati dan kondisiku benar benar gila.

"Jeje..." ujarku, memeluk sebuah nisan dan menangis keras dihadapannya. Aku sangat merindu. Kukira aku akan mati karena sangat merindukannya.

Seketika bayangan bayangan dirinya yang masih begitu segar dalam ingatanku bermunculan, hatiku bertambah sakit. Seorang anak laki laki dengan senyum terindah berseragam sekolah tertawa bersamaku..

Sampai aku merasa napasku tidak benar saking menangis hebat bahuku naik turun bergetar dengan cepat. Tempo jantungku bahkan sangat mencuat. Aku tidak mau pingsan disini lagi, karena itu akan membuat Ibuku bersedih untuk yang kesekian kali.

"Berhenti.. biarkan dia tenang," suara seseorang begitu parau mengadahkan payungnya diatasku. Aku mulai mengusap air mataku yang tidak terlihat menangis karena bercampur dengan hujan.

"Dia sudah tenang disurga, kamu harus bisa merelakannya. Jangan membuatnya sedih karena kamu seperti ini" dia mulai bersuara lagi, dan entah sejak kapan aku mulai berdiri dan menatap kedua mata itu dengan tajam.

"Kau, bagaimana bisa aku merelakannya! Dia hidupku! Dia nyawaku! Dia cintaku!! Kamu tau jelas tau itu!!" Aku marah pada pria yang masih meneduhiku dengan payungnya. Padahal dia sendiri kini basah kuyup dan kulihat matanya mulai memerah.

"Aku tau!! Tapi sampai kapan kamu seperti ini? Kamu harus terus berjalan Jo!! Ketika kamu lelah dan merasa pasrah masih ada semesta yang bekerja!! Ingat sejauh apa kamu sekarang! Aku tidak bermaksud menyuruh kamu melupakan Jeje, tapi kamu tau sendiri Jeje sudah tenang disana. Dan dia juga melihat kamu disini. Kamu sudah dewasa kamu juga bukan lagi anak SMA. Kamu harus berjalan terus kedepan Jo!!" utasnya begitu mantap, sementara aku terdiam memahami kini fungsi otakku kurasa mulai kembali.

Aku tau pria yang berada didepanku adalah orang yang baik. Dia yang selalu menemaniku ketika aku jatuh, dia yang selalu ada disampingku ketika aku butuh. Dan dia juga yang selalu mencintaiku tanpa peduli bahwa cintaku tidak utuh.

"Maaf..." suaraku yang begitu serak bahkan nyaris tidak terdengar. Dan langkah selanjutnya pria ini memeluku. Membiarkan payung transparan itu, kini meneduhi kami berdua yang sebelumnya hanya meneduhiku.

Sesakit ini,

Lalu kami saling memandangi makam Jeje. Aku tersenyum perih sementara pria yang berada disampingku menatap nisan dengan pedih. Aku tau dia juga sangat merindukannya.

Sepulang dari tragedi malam ini, aku terdiam kaku dikamar. Ibuku dibawah bersama dengan Pria yang tadi bersamaku. Mungkin mereka sedang membicarakan apa yang telah terjadi padaku. Ibuku sangat peka tentang hal itu.

Aku merasa sangat berdosa. Entah mengapa kurasa aku sangat banyak membuatnya kecewa. Tapi aku memang tidak bisa mencintainya sejujurnya seluruh hatiku hanya untuk satu nama. Tapi dia begitu baik. Maafkan aku, Ian.

Febrian Juna Zidan.

Sejujurnya semua drama ini berawal darinya. Dari dia yang dulu aku puja dan dari dia yang memulai semua porak poranda.

'When Sky Fall'

When Sky FallTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang