Chapter sembilan •💬• Isyifa rahadia

484 32 4
                                    

Terlihat Davio dan sekeluarga sedang makan bersama dimeja makan, dengan Davio yang berada di kursi utama. Mereka tampak memakan makanannya dengan lahap. Setelah selesai makan, Davio memulai pembicaraan membuat semua yang berada disana langsung menatap kearah Davio.

"Aku mendengar jika Tesya berada di Bogor, benarkah?"Isabel  langsung menatap kearah ayah mertuanya saat nama sang putri terdengar dari kupingnya. Seulas senyum tipis terbit dibibirnya saat ia mendengar bahwa putri kecilnya berada di Bogor, benarkah itu?

"Bogor? Dia tinggal bareng siapa disana?"Feni bertanya dengan penasaran, sesaat ia terdiam dan sesaat kemudian ia langsung menatap kakak iparnya, Isabel. Matanya terlihat tajam dan tak suka saat ayahnya memberitahukan keberadaan gadis itu berada, ia juga tidak suka saat melihat Isabel senang.

"Dia tinggal sendiri, dan sepertinya dia telah merubah namanya"Semua yang ada disana tampak terkejut. Jadi, Tesya sudah mengganti namanya.

"Siapa?"

"Ayah juga tidak tau"Davio terdiam dengan tangan memegang sebuah kalung yang berada ditanganya, ia meremasnya dan membuang nafasnya dengan kasar. Tidak bisa dipungkiri bahwa ia sangat merindukan cucunya, cucu kesayangannya, cucu perempuan satu satunya yang ia miliki. Namun, gadis itu malah membuat ia kecewa, benar benar kecewa.

Valdo menatap istrinya dengan pandangan yang tak bisa dijelaskan, lalu ia mengambil nafas banyak banyak dan membuangnya dengan pelan. Menutup kedua matanya dan menunduk. Isabel yang merasa ditatap langsung menoleh kesamping, dimana suaminya yang sedang menunduk menatap lantai. Ia mengambil nafas berat dan membuangnya dengan pelan.

Satu persatu yang ada dimeja itu mulai meninggalkan meja makan, Isabel hanya terdiam dan menunduk menatap lantai dibawah kakinya, setetes air mata jatuh dari matanya, ia sedikit sesenggukan sambil menggumamkan sebuah nama, Tesya, sang putri yang telah lama tak ia temui.

Ia rindu putrinya, rindu sekali "Tesya rindu mami gk? Tesya sayang mami gk? Tesya sedang apa disana? Tesya benaran ada di Bogor kan, Tesya benaran ada disana kan nak"

••••••

Tesya menutup sebuah buku yang baru saja ia baca, seulas senyum lebar terbit dibibirnya. Ia menatap teman temannya yang juga menutup buku mereka, mereka terlihat berjalan kearah lemari tempat semua buku buku mengenai Islam ada disana. Mereka berada disebuah perpustakaan umum yang berada tak jauh dari kampung mereka.

Tesya pamit sebentar untuk pergi ke toilet, tiba tiba ia ingin sekali pergi kesana. Saat telah masuk kedalam, ia masuk kedalam salah satu bilik didalam toilet itu, setelah selesai dengan urusannya, ia berjalan kearah wastafel, membuka cadar hitam miliknya dan tak lupa menatap wajahnya. Saat ini ia merasa sedikit pusing, wajah yang terlihat pucat dan nafas yang terasa panas.

Ia memegang kepalanya yang terasa sangat sakit, akhir akhir ini ia memang kurang istrahat.

Sesaat kemudian ia memasang kembali cadarnya dan langsung berbalik keluar dari toilet. Ia berjalan sedikit sempoyongan, tubuhnya terasa ingin terjatuh namun ia mencoba untuk menahan sekuat yang ia bisa.

Sesaat ia terdiam sambil menatap kearah teman temannya, mereka terlihat sedang berbicara dengan dua orang laki laki diujung sana, ia tidak tau mereka siapa karena wajah mereka tak terlihat. Tesya masih terdiam, lalu salah laki laki itu membalikan tubuhnya, hingga wajahnya terlihat.

Tesya sangat terkejut saat menatap wajah laki laki itu, dia memundurkan kakinya dengan pelan, kepalanya semakin pusing hingga tiba tiba ingin terjatuh, dan sesaat tubuhnya langsung terjatuh diatas lantai.

"Isyifa astaghfirullah"Teriakan menggema dari teman temannya terdengar dari kupingnya.

Matanya masih bisa melihat keatas, teman temannya datang kearahnya dan begitupun kedua laki laki itu.

Mereka terlihat sangat khawatir "Kak Ha_"belum sempat ia melanjutkan ucapannya, ia langsung menutup matanya dan semua yang ia lihat pun tampak menghitam.

Tesya membuka matanya pelan pelan, cahaya dari lampu diatas masuk tepat didalam retina matanya, ia menutup matanya sebentar dan sesaat kemudian membukanya lagi. Mengambil nafas panjang dan membuangnya dengan pelan, ia menatap kearah samping kanan dan kirinya. Bau obat obat terasa di hidungnya.

Ia mengambil nafas panjang "aku dirumah sakit ya?"Bertanya dengan dirinya sendiri dengan lirih.

Pikirannya mengarah kearah perpustakaan tadi. Laki laki itu, ia tidak salah lihat kan, matanya tidak salah lihat orang kan. Tadi ia melihat laki laki itu, laki laki yang begitu ia rindukan. Apa yang laki laki itu lakukan ditempat itu? Apa hubungannya dengan Zahra dan teman teman yang lain.

Zahra dan kaki laki itu terlihat dekat, apa mereka akan menikah?

"Kak Haris"Lirihnya sedih, dan sesaat kemudian ia kembali menutup matanya bersamaan dengan pintu yang terbuka.

Zahra dan teman temannya serta Haris dan Fahri masuk kedalam. Mereka berdiri di samping brangkar milik Tesya, Zahra memegang tangan sahabatnya, lalu menatap teman temannya yang lain.

"Dia siapa kalian, saya baru pertama kali bertemu"Ucap Haris dengan penasaran. Ia sangat penasaran dengan gadis yang sedang tidur diatas brangkar itu.

"Dia teman kita, namanya Isyifa Rahadia, ustadz tinggal panggil Isyifa saja"

"Dia tinggal sendiri?"

"Ya, begitulah ustadz. Kami tidak tau keluarga Isyifa, dia seperti orang misterius gitu ustadz"

"Iya ustadz, mata dia berwarna biru. Sepertinya dia bukan orang Indonesia asli"Haris terdiam saat mendengar kata ' bermata biru' itu mengingatkan ia pada seseorang.

Zahra nampak terdiam saat Haris sedari tadi selalu bertanya tentang sahabatnya. Ada sedikit rasa cemburu yang ia rasakan saat ini. Namun ia menutupinya dengan senyuman lebar yang terlihat dari matanya. Ia takut laki laki itu curiga bahwa ia sedang menaruh rasa padanya.

Haris menatap wajah Tesya yang ditutupi oleh cadarnya. Sesaat iya terdiam, ia sungguh penasaran dengan gadis yang bernama Isyifa Rahadia itu, siapa dia? Apakah ia mengenalnya? Melihat gadis itu, ia jadi mengingat gadis yang dulu berada di hatinya, sampai sekarang juga seperti itu. Hatinya masih milik gadisnya, Tesya.

Haris hanya ingin Tesya yang menjadi makmumnya kelak, walau itu tidak akan pernah terjadi, karena gadis itu berbeda dengannya. Ia Muslim sedangkan Tesya, non muslim. Bagaimana bisa ia bersatu dengan Tesya, sedangkan gadisnya berbeda dengannya.

Ia hanya bisa berdoa, jika mereka berjodoh suatu saat nanti. Semoga mereka dipertemukan dengan tidak ada perbedaan sama sekali, hanya itu yang ia minta.

"Tesya"Lirihnya dengan suara kecil.

Zahra mendengar nama yang diucapkan oleh Haris, hatinya terasa dicubit saat laki laki yang begitu ia sukai itu menggumamkan nama seseorang.

"Tesya? Siapa dia?"Tanyanya dengan tanpa suara.

.
.
.
.
.
.
.

ISYIFA RAHADIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang