[ 6 ]: Desire

3.4K 418 19
                                    

Ruang luas pada cakrawala menampilkan sinar yang amat terik dan menyengat. Singto segera masuk ke dalam mobilnya untuk kembali ke kantor setelah menjemput Rieyu dari sekolah, akan tetapi ia mengurungkan niatnya ketika putranya kembali lagi, berlari ke arah Singto dengan menampilkan wajah paniknya. Rieyu menangis.

"Ada apa? Kenapa menangis?"

"Papa tidak ada."

Singto terhenyak begitu mendengarnya, "Papa tidak ada di dalam?"

"Tidak ada." Rieyu menggelengkan kepalanya, sembari tak bisa menahan tangisnya.

Pria itu keluar dan menggendong anaknya, mengusapkan ujung jarinya untuk menghapus liquid bening yang mengalir tanpa permisi dari kedua kelopak mata sosok yang ia sayangi itu. Singto tak pernah ingin melihat anaknya menangis.

"Ayo, cari. Mungkin Papa sedang tidur atau lainnya."

"Di kamar tidak ada."

"Pasti ada."

"Benarkah? Daddy Rieyu takut Papa pergi lagi, Rieyu tidak sudah tidak nakal lagi, Rieyu sayang Baby Kei, Rieyu menuruti apa yang Papa inginkan. Bisakah Papa tidak pergi lagi?"

"Itu tidak akan pernah terjadi lagi. Jangan menangis."

"Rieyu mau seperti teman-teman."

"Rieyu bisa seperti teman-teman. Lagipula kau kan masih punya Daddy, apa Daddy saja tidak cukup?"

Anak itu menggelengkan kepalanya, "Rieyu mau Papa."

"Baiklah, kita cari Papa. Anak laki-laki tidak boleh menangis, mengerti?"

Anggukan pelan dikeluarkan oleh Rieyu, ia memeluk sang Ayah yang melangkahkan kakinya ke dalam rumah, mencari sosok Ayahnya yang lain, tetapi tak menemukannya. Anak itu menundukkan kepalanya dengan sedih. Takut Krist menghilang lagi dari hidupnya, jika misalkan Rieyu rindu ia tak bisa lagi memeluk Krist. Tidak ada lagi yang akan menyuapinya dan membacakan cerita, tidak akan ada yang menemaninya tidur dan bermain. Rieyu akan kesepian lagi. Siapa yang akan menemaninya melihat Kei?

Singto hanya mengusap punggung rapuh di dalam pelukannya, sembari menengokkan kepalanya ke kiri dan ke kanan mencari keberadaan Krist, sampai akhirnya ia menyadari jika pintu ruangan biasanya Rieyu bermain terbuka. Ia melangkah kakinya masuk. Namun, kosong. Krist tak ada di dalam sana. Meskipun pintu lain yang menuju taman kecil tersembunyi di belakang ruangan itu terbuka.

"Tunggu di sini, Daddy akan memastikan sesuatu."

Rieyu mengangguk patuh, ia mendudukkan dirinya dengan diam sembari menunggu Singto kembali dan membawa seseorang yang tengah dirinya cari.

Sementara Singto terus melangkah memasuki tempat itu, sekali pandang tak ada sosok Krist sama sekali di sekitar sana, sampai akhirnya siluet seseorang yang cukup familiar untuknya tertangkap oleh penglihatannya. Itu Krist yang tengah mengenakan kemeja putih kebesaran yang di gulung sampai ke siku, la berjongkok untuk membersikan rumput pada pinggiran taman kecil yang terbengkalai itu.

Lagi-lagi hal ini mengingat Singto pada sesuatu. Ia mengingat Krist yang akan selalu ada di sini ketika jam makan siang mengurus tanaman-tanaman yang pria itu miliki setelah menyiapkan makan siang untuknya dan Rieyu. Pria tersebut mengatakan memelihara tanaman itu baik untuk kesehatan, apalagi mereka mempunyai anak kecil, tetapi sekarang segalanya terbengkalai dan hancur.

"Untuk apa kau di sana?"

"Ah, membereskan ini," Krist bangkit dan menepuk-nepuk pakaiannya yang terkotori tanah merah, "aku pikir bisa mengajak Rieyu dan Kei main di sini."

The Shades Of Gray [ Peraya ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang