[ Completed ]
Percayakah kau pada takdir?
Percayakah pada sebuah janji dan keajaiban?
Bagi Singto kepergian Krist yang mendadak itu, menimbulkan luka yang sulit untuk di sembuhkan pada dadanya, akan tetapi bagaimana jika sosok yang ia yakini pergi...
Guncangan pelan dirasakan oleh sosok pria yang tengah memejamkan matanya itu, ia membuka matanya perlahan-lahan dan mendapati sesosok pria lain yang mencoba untuk membangunkannya, ia langsung memosisikan dirinya untuk duduk, sembari mengucek kedua kelopak matanya, seraya tersenyum manis pada sosok itu.
"Daddy...."
Usapan pelan mendarat pada permukaan surainya yang tak rapi, Rieyu menatap jam dan mendapati jika sekarang tepat pukul 6 pagi.
"Heummm, bangun. Kau akan terlambat nanti."
Pria itu mengganggukkan kepalanya, sebelum merentangkan kedua tangannya, sembari menatap siluet punggung sang Ayah yang menjauh dari hadapannya. Ia merangkak ke arah sisi lain tempat tidur, lalu menundukkan kepalanya, mencoba mengumpulkan ingatannya yang tertinggal ketika ia mencoba untuk menutup mata tadi, tak lama kemudian ia bangkit dan meraih handuk yang tersampir pada lemari pakaiannya. Tentu saja ia akan membersihkan diri.
Sebenarnya Rieyu terlalu malas untuk bangun, hanya saja ia tak boleh terlambat hari ini, seperti inilah rutinitasnya sehari-hari dan Ayahnya selalu menjadi penyelamat di tengah sifatnya yang tidak pernah bisa terbangun pada pagi hari.
Ia menatap pantulan dirinya pada cermin, jemarinya membenarkan letak surainya yang terurai berantakan, kedua sudut bibirnya terangkat untuk membentuk sebuah senyuman, sebelum melakukan ritual mandinya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Dentingan bunyi peralatan makan yang beradu itu, menimbulkan suara yang khas pada pagi hari, kedua pria itu menghabiskan sarapannya dengan amat tenang, segalanya tampak sunyi dan nyaman, sampai sebuah suara gaduh menginterupsi apa yang tengah mereka lakukan.
Rieyu hanya menggelengkan kepalanya, begitu melihat ada sesosok remaja terjatuh pada lantai yang keras karena tersandung tali sepatunya sendiri. Hal itu menyita perhatian sosok pria paruh baya di antara mereka, ia bangkit dan menghampiri remaja tadi, membantunya untuk berdiri, lalu menatap aneh beberapa kancing pakaian putranya yang tak terpasang dengan benar.
"Sudah berapa kali Daddy katakan, lakukan dengan benar, kenapa hanya mengancingkan pakaian saja kau tidak bisa?"
"Aku terburu-buru, biasanya Kakak yang membangunkan aku, jadi...." Remaja itu menundukkan kepalanya, karena merasa sedikit takut.
"Kakak terlambat bangun, jadi bagaimana bisa membangunkanmu?" Rieyu memberikan alasan pada sang Adik mengapa bukan ia yang membangunkan sosok itu melainkan Ayah mereka.
"Jadi ini bukan salah Kei, 'kan?"
Rieyu mendengus, "Kenapa selalu melimpahkan kesalahan padaku, dasar kau itu."
"Kalian berdua salah. Berhenti bermain game sampai larut malam, sudah berapa kali Daddy katakan jangan tidur terlalu malam, ini peringatan terakhir sebelum Daddy membuang semuanya."
"Daddy...." Wajah keduanya langsung memelas, berharap sang Ayah mengasihani mereka berdua.