Prolog

95 10 5
                                    

Semesta,

Mengapa harus seperti ini?

Mengapa harus aku yang lagi-lagi tersakiti?

Apakah benar jika aku adalah tokoh yang memang seharusnya selalu tersakiti?

Mengapa harus aku, semesta, mengapa?

Apa kesalahanku di masa lalu, sampai-sampai kau menghukumku dengan cara seperti ini?

Mengapa orang itu, orang yang aku sayangi sebegitu tega menyakitiku?

Apa aku tidak berhak hanya untuk sekedar merasa bahagia dengannya?

Bahagia dengan maksud yang sebenarnya, selamanya

Bahagia dengan orang di sekitar yang aku sayang, yang aku inginkan.

Haruskah aku selamanya hidup dalam kepura-puraan ini, semesta?

Pura-pura bahagia,

Dengan menarik sudut bibir hingga membentuk lengkung senyuman, hanya untuk terlihat baik-baik saja di depan mereka.

Abstrak.

Apakah dia yang selama ini aku beda-bedakan, aku bangga-bangga kan, tidak seperti kelihatannya?

Kelihatannya yang selalu mencintaiku.

Bukankah dia yang kau kirimkan kepadaku?

Untuk menemaniku di ruang hampa dan sepi ini,

Tapi mengapa kau merubahnya?

Atau, memang dia sebenarnya seperti itu?

Rencana apalagi yang kau buat, Tuhan.

dulu,

Ia adalah orang yang selalu aku tunggu-tunggu kehadirannya,

Ia yang selalu berjalan ke arah ku, memberi senyuman manisnya kepadaku,

menggenggam tanganku,

Merasa, jika ia melepaskan genggaman itu aku akan terlepas, pergi, meninggalkannya.

kini,

Aku seperti jatuh cinta seorang diri,

Ia yang selalu berjalan ke arahku, menggenggam tanganku, tersenyum ke arahku,

Sekarang tidak lagi, semuanya bertolak belakang antara kini dan dahulu,

Entahlah aku sendiri pun bingung dengan cara apa dan bagaimana mendeskripsikan tentang hubunganku dengannya.

Bisakah kita saling melengkapi?

Saling mencintai, seperti dulu kau memulainya denganku,

Bukankah harus seperti itu jika menjalin hubungan atas dasar suka saling suka?

Ataukah kini, semua itu tidak berlaku lagi bagiku?

Mengapa dia tidak melepasku jika dia saja sudah tidak memiliki rasa kepadaku?

Apakah dia ingin melihat penderitaanku dengan bersama seseorang yang sudah tak mencintaiku?

Agar aku menderita jika terus bersamanya? iya?

Kini, dia itu seperti angin, terasa dekat tapi tak bisa aku sentuh.

Seperti awan, yang tak bisa aku gapai,
jika dapat digapai pun, tidak dapat aku genggam. Tidak dapat aku rasakan.

Ah rumit rasanya jika memikirkan pertanyaan yang terus menghantui isi kepalaku.

Selalu berputar bagai film yang kasetnya telah rusak.

Bulan,
Tetaplah menjadi temanku di setiap malam yang sunyi.

Tetaplah menjadi tempat dimana aku mencurahkan semua isi hatiku.

Meskipun kau hanya mendengar tidak dengan memberi saran, itu cukup bagiku.

Dan,
Tolong kuatkan aku, Semesta.

-Drisana Manjusha

—MANJUSHA—

Selamat datang di gerbang dialog cerita MANJUSHA!

Gimana harinya? semoga menyenangkan selalu ya.

Terimakasih sudah berkenan singgah ke cerita ini.

Semoga kamu betah dan berakhir menetap di cerita yang mungkin tidak seapik cerita lainnya.

MANJUSHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang