•Mengikat•
Mau di tahan sesak, di ungkapkan Merusak.
~Gerald Samudra~
°°°
Hari ini adalah hari yang paling dihindari oleh Syifa. Ini adalah hari dimana Syifa harus mengakui kekalahan. Kekalahan tentang ia tidak bisa mendapatkan Gerald. Aneh, seharusnya perasaan Syifa baik-baik saja, karena mungkin setelah ini ia tidak akan lagi susah-susah mencari perhatian pada Gerald. Tapi anehnya, perasaannya begitu hampa, dan. Sedih.
Syifa rasa dia tidak boleh merasakan perasaan aneh ini, ah atau mungkin ini karena pagi ini ia belum memberi susu kotak untuk Gerald? Mungkin.
Syifa berjalan dengan santai ke arah kelas Gerald, hari ini ia tidak ingin masuk ke kelasnya terlebih dahulu. Ia ingin bertemu Gerald sebelum bertemu Ela. Nanti bisa-bisa Ela melarangnya untuk ketemu Gerald lagi.
Cewek itu tersenyum senang ketika melihat Gerald sedang fokus pada ponselnya dengan badan yang di sandaran pada tiang koridor. Terlihat tampan dan maskulin.
"Kak Gerald." Syifa tersenyum, senyum yang sangat merekah. Gerald melirik ke arah Syifa, hanya lirikan. Bukan tatapan. Dan setelah itu kembali fokus pada ponselnya.
Syifa menarik baju lengan Gerald pelan, tapi tidak di gubris oleh sang mpunya."kak Gerald ish..."
Gerald tersenyum, ia memandang Syifa terus dengan tatapannya, yang teduh. "Ada apa?"
Syifa tersenyum senang sambil menahan saltingnya, "susu kotak."
Tanpa banyak bicara lagi, Gerald mengambil susu kotak coklat yang berada di lengan Syifa dan langsung meminumnya. Jelas hal itu sangat di bingung kan oleh Syifa, semudah itu?
"Buat gue kan?"
Syifa mengangguk.
"Kenapa liatin nya kaya yang aneh gitu?"
Syifa menarik lengan Gerald, "kita harus bicara kak."
Gerald pasrah, sekarang terserah Syifa mau bagaimana, asal dengan syifa, Gerald senang.
Syifa menghentikan langkahnya ketika dia sudah berada di tempat tujuan. Parkiran.
"Kok ke parkiran syif?"
"Kita kabur kak."
"Kabur?"
Syifa mengangguk dengan sangat yakin.
"Ayo."
"Hah?"
"Mau kabur kan? Ayo!"
Syifa tersenyum, Gerald mengajak Syifa masuk ke dalam mobilnya. Dan berangkat lewat gerbang keluar yang kebetulan di buka oleh satpam sekolah. Sekolah Syifa memiliki dua gerbang, satu gerbang masuk, dan satu lagi gerbang keluar. Jadi, tidak akan ada kerusuhan saat pulang sekolah.
Gerald melihat suasana gerbang keluar, sepi. Tidak ada yang menjaga, mungkin satpam sedang mengurus parkiran, begitu pikirnya.
Dengan cepat, Gerald melajukan mobilnya dan berhasil lolos dari sekolah. Hal yang tidak ia sangka, dia akan berdua dengan Syifa? Ah ini hal yang di tunggu Gerald dari jauh-jauh hari.
"Aku mau nanya kak."
Gerald menengok kan wajahnya, "nanya apa?"
"Kalau kakak suka sama orang nih, terus temen juga suka sama orang yang kita suka, kakak bakal ngapain?"
Gerald terdiam sejenak. Mencerna pertanyaan yang di lontarkan gadis kesayangannya ini.
"Ya, kalau lo suka dan rasa suka itu lo duluan yang punya dibanding temen lo menurut gue perjuangin. Dan dia harus ngalah."
"Egois ya kak?"
Gerald mengangguk. Egois. Memang, seperti Gerald. Salah, Gerald tidak egois hanya saja munafik.
"Mau kemana?"
Syifa diam. Dia juga tidak tahu mau kemana, dia hanya ingin menghindar dari Ela. Tunggu. Kenapa Syifa gak sadar tentang sifat Gerald yang tiba-tiba manis seperti ini?
"Kak Gerald kok mau aku ajak kabur?"
"Kenapa?"
Syifa rasa percuma bertanya pada Gerald. Gabakal di jawab pake jawaban.
Syifa pasrah. "Kemana aja, yang penting sama kakak." Syifa tersenyum manis menghadap Gerald.
Cowok itu hanya melirik ke arah Syifa, entahlah. Hari ini adalah hari keberuntungannya. Syifa harus membuang pikiran negatif nya tentang Gerald.
"Lo kenapa selalu ngasih susu coklat, nonton basket, dan ngasih semangat buat gue syif?"
Syifa mengalihkan pandangannya dari Gerald menghadap ke luar jendela, "aku suka kakak."
Gerald menatap ke arah Syifa, lalu fokus lagi menyetir. Di rem benda beroda 4 itu di pinggir jalan.
"Suka?"
Syifa mengangguk polos. Kalau tidak seperti ini, Syifa tidak akan pernah mendapatkan Gerald dan perasaan aneh itu akan datang lagi ketika melihat Gerald dan Ela. Ya, Ela. Entahlah dengan harga dirinya.
"Perasaan bukan mainan syif."
"Mainan? Memang siapa yang bermain?"
"Lo." Gerald menatap lekat wajah manis itu, bulu mata yang lentik, hidung mancung, bibir tipis, ah sempurna. "Alasan lo suka sama gue?"
"Mencintai gak butuh alasan."
Gerald tersenyum, entah senyum untuk apa. Baik. Sekarang ia harus gimana?"Aku mau pamit kak, kalau aku gak bisa dapetin kakak mungkin sebaiknya aku mundur aja dan gak akan ganggu kakak lagi. Selama ini kakak mau itu kan? Aku kan cuma benalu."
Gerald menggeleng, sumpah. Bukan seperti ini keinginan Gerald.
"Gu-"
"Aku tau kakak gak bakal pernah suka sama aku, dan kakak gak akan pernah lihat perjuangan aku." Sergah Syifa segera, belum juga Gerald mengatakan yang sebenarnya.
Syifa merasakan hal yang aneh lagi, bahkan lebih aneh. Dadanya terasa sesak dan matanya memanas. Kenapa dia sebenarnya? Yang ada di pikirannya sekarang adalah Ela. Cewek itu selalu mengganggu.
"Maafin aku selalu ganggu kakak."
"Lo gak ganggu gue." Gerald menggenggam lengan Syifa erat, "gue seneng lo ganggu gue," ucap Gerald sambil tersenyum manis. Tidak pernah Gerald tersenyum seperti ini sebelumnya. Ah rasanya seperti ini saja sudah cukup.
Syifa tidak dapat berkata-kata lagi, ia mencerna setiap kata yang di ucapkan Gerald. Benarkah?
🌻🌻🌻
"Na Lo liat Syifa gak?" Ela sibuk mencari keberadaan Syifa yang belum juga datang ke kelas. Padahal ini adalah hari yang pas untuknya menagih janji Syifa, menyerahkan Gerald padanya jika Syifa tidak berhasil menaklukan lelaki itu.
"Gatau, gak sekolah mungkin. Tumben lo nanyain Syifa, ada apa?" Tanya Raina yang sedang menyalin tugas b. Indonesia.
"Hari ini, gue berhak deketin Gerald, karena Syifa gak berhasil deketin cowok itu."
Raina menghela nafas berat, "mau sampai kapan lo terus buntutin kemauan Syifa sih la? Dulu kak Arnold, sekarang kak Gerald. Sebegitu sedikitnya lelaki di mata lo la?"
Ela tersenyum kecut, "gue gak bakal bikin dia bahagia. Sekalipun."
🌻🌻🌻
Hari ini up dua kali yaaa...
Maaf kemarin ka up:(
Sayang kalian:*
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Mission
Ficção Adolescente(UPDATE SETIAP HARI:) Apakah cinta perlu tujuan? Bagaimana kalau cinta itu sendiri yang mematahkan? Bagaimana kalau sahabat pelaku yang sebenarnya? Penghianat? Cerita ini, rumit. Yang gak sanggup sama yang rumit-rumit mending siapin tisu sama pasang...