MANG COMBLANG #4

1.5K 283 176
                                    

Bumi dan Yama langsung maju mendekat ketika tinju Damar terayun, menyasar muka saudara kembarnya. Satu orang memegang Banyu, yang lain menghalangi Damar.

"Jangan di sini, kalian bikin usaha ga laku!" hardik Bumi seraya melirik kepada Tabitha.

Sepupunya itu terdiam, namun Bumi bisa melihat rasa kecewa di mata gadis itu. Beruntung Mikaela cepat tanggap, segera, sebelum si kembar menyadari, dia menggiring Tabitha menjauh, naik ke lantai dua. Baru kemudian Bumi setengah menyeret Damar keluar dari ruangan kecil itu, disusul Yama yang merangkul Banyu.
Namun ternyata tidak semudah itu untuk menenangkan si kembar. Mereka baru melangkah keluar dari dapur ketika tiba-tiba Damar memberontak dan menerjang Banyu. Keduanya jatuh berguling di lantai café. Damar berusaha menyarangkan tinju ke muka Banyu yang tidak tinggal diam, dia menyodok perut kakaknya dengan lutut.

"Ck, manusia kembar yang ini benar-benar merepotkan!" teriak Bumi kesal seraya menarik Damar dengan sekuat tenaga.

Dan sebelum Damar memberontak lagi, Bumi mengunci lengan lelaki itu, memitingnya ke belakang punggung. Yama melakukan hal yang sama kepada Banyu.

"Sudah aku bilang jangan berkelahi di sini!" hardik Bumi seraya menyeret Damar keluar café, kali ini lebih kuat.

Yama mengikuti di belakangnya. Namun Banyu ternyata cukup bodoh, dia berusaha melepaskan diri. Akibatnya sebuah tinju Yama bersarang di perutnya, membuatnya seketika menyerah seraya meringis kesakitan.

"Sialan, aku masih kesal!" teriak Damar seraya memberontak namun dengan sigap Bumi mendorongnya masuk ke mobil lelaki itu.

"Kita cari tempat untuk kalian melepaskan kekesalan. Jangan bawa sial di café. Itu pintu café sudah diganti dua kali dalam sebulan, jangan sampai jadi tiga kali," celoteh Bumi seraya menghidupkan mesin mobilnya. Dengan satu tangan menyetir, dia menerima panggilan telepon Yama yang berada di mobil lain bersama Banyu.

"Rumahmu?" tanyanya tanpa menunggu Yama mengatakan sesuatu.

"Okay," jawab Yama.

Satu jam kemudian, di salah satu lapangan berumput di rumah utama keluarga Salim, Yama dan Bumi duduk menikmati Baileys sambil menonton sepasang saudara kembar bergulat di rumput.

"Kita lerai sekarang atau sebentar lagi?" tanya Bumi.

"Biarkan saja, nanti mereka juga lelah sendiri," jawab Yama seraya meneguk minuman beralkohol ringan kesukaannya itu.

"Aku masih tidak percaya Tabitha menyukai salah satu dari kedua manusia itu..." gumam Bumi ketika melihat Damar menarik celana kembarannya, "Lihat tuh, berkelahi macam apa yang saling menarik celana begitu? Tunggu, kamu tidak kaget, Yam, mendengar Tabitha suka sama salah satu monyet itu?"

Alih-alih menjawab, Yama menggeleng.

"Wah...kamu rela?"

"Itu lebih baik daripada Tabitha dengan orang asing," jawab Yama kalem, "Kalau terjadi apa-apa pada Tabitha aku lebih mudah menemukan mereka kan daripada orang asing yang tidak jelas?"

Bumi terdiam, menyesap Baileys salted caramel-nya.

"Mereka bukan sedang berebut Tabitha, kan?" tanyanya.

"Menurutmu? Justru karena mereka tidak mau berebut Tabitha, mereka jadi berebut gadis lain. Kadang, kegoblokan mereka benar-benar semurni mata air pegunungan," jawab Yama.

Jawaban yang membuat Bumi tersedak.

"Mereka berdua menyukai Tabitha?" tanyanya tidak percaya, "Kok kamu bisa tahu, Yam?"

"Keduanya pernah mengaku tanpa sadar. Damar memanggil nama Tabitha dalam tidur ketika kita berempat berlibur di Swiss."

Bumi mengerutkan kening lalu menoleh kepada Yama.

Cafè The 'LilsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang