Stupid Valentine #2

1.6K 278 211
                                    

Banyu menatap pintu kamar Damar yang tertutup rapat. Ini sudah hampir seminggu mereka saling mendiamkan. Damar juga lebih banyak menghabiskan waktu di kamar. Kalaupun keluar itu hanya untuk pergi ke kampus atau makan.
Ponsel di sakunya berbunyi. Ada sebuah pesan dari kembarannya itu.

"Aku malas lihat mukamu, jangan mencoba masuk kamarku! Dan berhenti mondar-mandir, suara langkahmu berisik!"

Mau tidak mau Banyu melotot kesal.

"Heh Kutu Kupret, aku juga muak lihat mukamu!" teriaknya seraya menendang pintu kamar Damar.

Namun ternyata itu tidak cukup, kekesalannya malah berubah menjadi kemarahan mengingat apa yang Damar lakukan kepada Tabitha. Dengan mantap, Banyu berjalan menjauh, lalu setelah dirasa jaraknya pas, dia berlari dan dengan sekuat tenaga menubruk pintu kamar saudara kembarnya itu dengan tubuhnya.

BRAKK!

Ella yang sedang berbicara dengan Jenna melalui video call di ruang makan, langsung datang tergopoh-gopoh. Begitu juga Tama yang sedang menikmati tidur siangnya di akhir pekan, langsung bangun dan keluar kamar. Keduanya setengah berteriak bersamaan.

"Ada apa?"

"Suara apa itu?"

Dan keduanya menatap tidak percaya ke arah Banyu yang tengkurap di atas daun pintu yang ambruk. Begitu juga Damar yang sedang berbaring di kasurnya. Dia ternganga menatap kembarannya.

"KALIAN BERDUA! APALAGI SEKARANG?" teriak Ella, murka.

"Berdua? Mah, aku sedari tadi tiduran di kasur, tidak tahu apa-apa. Dia yang tiba-tiba kerasukan dan menyeruduk kamarku. Kamu ini kenapa sih?" Damar melompat berdiri seraya melotot kebingungan kepada Banyu yang memegangi pundaknya, tampak kesakitan.

Kemarahan Ella langsung menguap, berganti dengan kekuatiran ketika mendengar rintihan Banyu.

"Punya anak dua saja kok pusingnya kayak punya anak 100," gumam Tama masih belum sepenuhnya bangun.

Lelaki itu kemudian berbalik ke kamar untuk berganti baju, jelas terlihat kalau dia tidak mungkin lagi kembali tidur. Banyu harus dibawa ke rumah sakit.

~*~

Sembari bersidekap, Damar memandangi kembarannya yang berbaring di kasur dengan alat penyangga yang terpasang di salah satu bahunya. Dislokasi bahu, begitu kata dokter UGD tadi. Karena tidak berbahaya, maka Banyu diperbolehkan pulang. Namun begitu cedera itu tidak bisa dianggap enteng. Banyu harus ekstra hati-hati agar lengannya kembali pulih.
"Keluar sana, jangan ganggu aku!" usir Banyu dengan mata terpejam.

"Kadang aku tuh benar-benar nggak paham sama kamu."

"Keluar sana!"

"Kamu ini kenapa, sih?"

"KELUAR SANA!!"

Kali ini Banyu melotot kepada kembarannya.

"Ga usah teriak-teriak, aku nggak budeg," hardik Damar.

"Aku nggak teriak. Aku berbisik dengan keras. Dan iya, kamu emang budeg. Aku sudah nyuruh kamu keluar dari kamarku sampai 3 kali, ngapain kamu masih di kamarku?"

"Pintu kamarku rusak, diseruduk orang gila. Aku harus menumpang tidur di sini."

"Rumah kita punya 2 kamar tidur ekstra. Pergi sana!"

"Aku benar-benar cuma ingin tahu, kamu kenapa?" tanya Damar, masih ngotot.

Banyu membuang napas, berusaha menahan kekesalannya.

"Dam, keluar sana sebelum aku..."

"Aku cuma ingin tahu..."

"AKU KESAL KARENA KAMU ADALAH BAJINGAN PENGECUT!"

Cafè The 'LilsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang