Stupid Valentin #3

1.6K 238 134
                                    

Menu makan siang di rumah keluarga Naratama sebenarnya cukup menggiurkan. Nasi rawon lengkap dengan telur asin dan kerupuk, juga ada rujak serut sebagai pencuci mulut. Bahkan perkedel kentang dan mendoan juga disiapkan, menuruti permintaan kepala keluarga yang memang sedang malas pergi ke kantor. Pun begitu, si kembar tidak tampak memiliki nafsu makan. Mereka hanya memandangi piring dengan tatapan kosong. Dan itu jelas membuat kesal ibu mereka.

“Kalian mau makan atau mau bengong?” tanyanya ketus yang tidak mendapat jawaban. Si kembar sepertinya tenggelam dalam pikiran mereka dan tidak menyadari ucapan si ibu.

Dengan kesal, Ella mengambil sendok dan memukulkan benda itu ke piring Damar lalu Banyu. Baru keduanya tersadar dan langsung menoleh kepada wanita penguasa rumah itu.

“Iya?” tanya Banyu, tampak bingung.

“Kenapa Mama mukul-mukul piring? Latihan main xelophone?” tanya Damar dengan wajah bego, membuat Ella harus menahan diri untuk tidak menyiramnya dengan kuah rawon.

“Kalian berdua, kenapa bengong di meja makan?” Ella memulai investigasinya seraya menyipitkan mata, curiga.

“Maaf, Ma, aku nggak terlalu lapar. Aku butuh tidur,” ucap Damar seraya bangun dari duduk dan berjalan menuju ke kamar tidur sementara sampai pintu kamarnya diperbaiki.

“Aku juga,” Banyu mengikuti seraya mencomot dua perkedel kentang, “ini untuk mengganjal perutku. Tenang Ma, aku tetap akan makan obatku, kok.”

Ella mengerutkan kening ketika melihat kedua kembarnya yang beranjak dengan wajah tidak bersemangat.

“Mereka kenapa?” tanyanya seraya menoleh kepada Tama yang makan dengan lahap, “kamu…bisa ya makan lahap gitu sedangkan anakmu keduanya tidak doyan makan?”

“Mereka bukan bayi lagi. Kalau lapar ya mereka akan makan. Ga makan siang sekali juga ga akan mati,” sahut Tama seraya menyuap telur asinnya.

“Ck, kadang aku berpikir, kamu ini beneran bapaknya mereka atau bukan.”

“Lha iya atau bukan?” jawab Tama yang langsung mendapat pelototan Ella, “kan kamu yang bertanya, Sayang, bukan aku.”

“Untung sayang!” gerutu Ella.
Namun ternyata kesalnya belum reda juga. Dengan gemas, wanita itu mendekati suaminya dan mengigit pundak kiri lelaki itu.

“Ma, aku lagi makan…” gumam Tama, menahan diri untuk tidak mendesah.

Ini memang aneh, tetapi entah mengapa bukannya merasa kesakitan, dia malah menjadi bergairah setiap kali Ella mengigit bagian tubuhnya dengan gemas seperti itu.

“Salahmu, bapak kok ga sayang anak!” sahut Ella seraya mencebikkan mulut, “mereka kenapa?”

“Pastinya? Aku tidak tahu. Tebakanku? Aku tidak pernah menebak. Pantang bagi pengacara untuk menebak-nebak. Jadi aku tidak tahu.”

“Aiiiish!” dengan gemas, Ella kembali mengigit pundak Tama, kali ini yang sebelah kanan.

“Sayang…” suara Tama menjadi tajam, memperingatkan.

Alih-alih menjawab, Ella malah bangkit dan beranjak pergi.

“Mau kemana kamu?” panggil Tama ketika Ella melenggang menuju ke kamar.

“Bersiap-siap. Aku ada janji dengan Jenna dan yang lain…” ucapan wanita itu terhenti ketika Tama menghentikan makan siangnya, meneguk minuman, lalu membersihkan mulut dengan serbet, dan berdiri, menyusulnya “mau apa kamu? Jangan coba-coba…mulutmu bau telur asin!”

Tanpa mempedulikan protes istrinya, Tama terus mendekat, lalu dengan lembut namun tidak bisa dibantah, mendorong wanita itu masuk ke kamar.

“SIKAT GIGI DULU!!!” teriak Ella sebelum pintu kamar mereka tertutup.

Cafè The 'LilsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang