Levanter |13 |

151 10 0
                                    

Pagi ini tak ada ubahnya bagi Liuna untuk membangunkan anak-anak di dorm. Mereka tertidur seperti putri salju saja, bedanya, Liuna tak akan bersikap seperti pangeran yang akan mencium mereka agar terbangun. Sebaliknya, Liuna akan berteriak keras hingga semua penghuni dorm terbangun dengan wajah bersungut-sungut.

Tapi sesulit apa pun mereka dibangunkan, tak ada yang bisa mengalahkan rekor tidur terbaik milik Hyunjin. Bahkan suara menggelegar miliknya sendiri, yang berteriak, "BANGUN HYUNJIN-AH," sebagai nada dering alarm ponselnya pun tak sanggup membuatnya terbangun.

Maka, Liuna ingin memberikan tepuk tangan yang meriah untuk pagi ini. Karena, jauh sebelum Liuna hendak mengguncang tempat tidur Hyunjin, pria itu sudah lebih dulu bangun ternyata dan menyodorkannya segelas kopi hangat buatannya sendiri.

Demi apa Hyunjin terlihat lebih dewasa hari ini dibanding hari-hari sebelumnya?

"Bukankah kau tidur terlalu sebentar akibat menemani Felix bermain game semalam?" ujarnya menjelaskan alasannya kenapa membawakan Liuna segelas kopi hangat.

Liuna tampak bingung hendak menerimanya. Dirinya sejak dulu hingga sekarang, tak terbiasa meminum kopi dipagi hari sebagai teman sarapan. "Ayolah, aku sudah bangun pagi-pagi hanya untuk menyiapkan ini. Bukankah seharusnya kau berterima kasih kepada Oppa-mu ini? " Hyunjin kembali menawarkan gelas kopi ditangan kanannya, "Nah, ambillah. Aku tak ingin kau merasa ngantuk saat bekerja nanti."

Liuna tertawa, lantas mengambil gelas kopi itu dari Hyunjin. Mungkin tak apa kalau dia mengkonsumsi kafein sekali-kali. meskipun sebenarnya Liuna agak khawatir untuk meminumnya. "Gomawo, Hyunjin-ah." Lalu dia meminumnya pelan, rasa pahit dan manis dalam kopi bercampur seimbang. Harus Liuna akui, kopi buatan tangan Hyunjin memang sesuai seleranya. Meskipun ada sebetik rasa khawatir yang bernaung dibenak saat meminumnya. "Apa ini bayaran agar aku tutup mulut soal permasalahan kemarin?"

"Ani," Hyunjin menggeleng pelan. Liuna mengangkat alis, tanda tak mengerti.

Hyunjin membuang muka, seraya berkata lirih, "Aku hanya ingin mengucapkan terima kasih." Meskipun Hyunjin mengatakannya sedemikian pelan, Liuna masih mampu untuk mendengarnya.

"Wooo," Liuna berseru takjub. Bahkan memasang pose seolah-olah benar terkagum. "Hyunjin kita manis sekali." Aku tak bohong soal itu, lanjutnya dalam hati.

"Aku hanya ingin mengingatkan, kau masih punya hutang empat cup es krim untuk membuatku tutup mulut soal 'itu'."

"Arasseo, lagi pula aku tak akan lu-"

"Soal 'itu' apa?" Chan masuk kedalam kamar Hyunjin. Mengangkat ponsel milik Hyunjin yang tergeletak begitu saja di atas kasur. "Aku pinjam sebentar," ujarnya. Seraya menghampiri keduanya dan menatap Liuna dan Hyunjin secara bergantian.

"Kalian sedang membicarakan apa?" tanya Chan sekali lagi, meminta kopi milik Hyunjin dan menyeruputnya pelan. Chan mengernyit pelan, kopi milik Hyunjin agak sedikit lebih pahit bagi lidahnya.

"Aninde, Hyung." Hyunjin yang menjawab. Menatap Liuna sejenak, kemudian melanjutkan. "Hanya mengobrol biasa."

"Aku mau ke toilet sebentar." Liuna buru-buru keluar dari kamar Hyunjin. Dilepas oleh tatapan Hyunjin dan Chan.

"Oh, baiklah," jawab Hyunjin seadanya. Saat hampir sampai di depan pintu toilet, seseorang keluar dari sana. Tampak segar dengan rambut basah yang ditutupi sehelai handuk.

"Oh, Liuna-ya!" seru Han. "Kau mau ke kamar mandi? Aku baru saja-"

Ucapan Han terpotong begitu saja ketika Liuna mendorong bahu Han pelan untuk menerobos masuk ke dalam toliet. Lalu memuntahkan isi perutnya di wastafel.

Levanter [Hwang Hyunjin]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang