Matahari sudah naik ke peraduan, memancarkan sinar hangat seakan menyuruh seluruh makhluk yang terlelap untuk bangun dari tidur lelapnya. Begitupun Liuna yang membuka matanya pagi ini, bangun di atas ranjangnya dengan perasaan berdebar. Gadis itu menepuki pipinya beberapa kali. Rasa-rasanya, kejadian kemarian siang di studio Chan adalah sebuah mimpi belaka. Gadis itu mengerjapkan matanya beberapa kali-lagi, hingga kepingan memori itu kembali berputar dikepalanya seperti sebuah film, membuat pipinya kembali memanas meskipun ia yakin bahwa suhu dari air conditioner sudah cukup mampu membuat kulitnya tertusuk dingin . Sontak gadis itu menarik bantal guling yang tergeletak di sampingnya dan membenamkan wajah disana dengan satu teriakan tertahan. Kakinya bergerak liar menendang-nendang udara kosong disekitarnya.
Dan Liuna melakukannya tanpa tahu bahwa ada sepasang mata jengah yang menonton keanehan sikapnya pagi ini.
“Kau sedang apa, huh? Kuperhatikan sejak lima belas menit yang lalu kau terlihat seperti orang tidak waras saja.” tanya Veril yang berdiri diambang pintu dengan bertolok pinggang.
Liuna menyibak selimutnya, lalu duduk dengan satu sentakan cepat, segera membenahi raut wajahnya. “Sejak kapan kau berdiri di sana?”
“Kau tuli atau bagaimana? Bukankah sudah kukatakan, aku memperhatikanmu sejak lima belas menit yang lalu?” Veril menekan setiap perkataanya. Menggeleng dramatis saat Liuna hanya membalasnya dengan satu cengiran tak berdosa. Tak lama kemudian Liuna bangun dari tidurnya dan menarik gadis itu hingga jatuh terduduk di atas kasur.
“Oke, ini bukan dirimu yang tak biasanya terlihat super exited. Tell me, something was happened?”
Liuna menganggukkan kepalanya dengan semangat 45, membenarkan pertanyaan Veril. Kedua matanya berbinar, membuat Veril beberapa saat merasa bersyukur dengan keadaan Liuna yang tampaknya semakin membaik. Sebab, sudah sangat lama rasanya Veril tak melihat sahabatnya yang satu ini terlihat begitu bahagia.
Tak lama berselang, kata demi kata meluncur mulus dari bibir Liuna. Menceritakan segala kronologi kejadian dari awal mula hingga akhirnya yang sedikit mengejutkan. Tak ada satu pun yang Liuna lewati, membuat Veril antusias mendengarkan dan tak menyela perkataan Liuna barang sejenak pun. Sesekali, Veril hanya akan memukul pelan pundak Liuna dengan satu senyuman menggoda.
Tapi dipenghujung kalimat, Liuna malah mengatakan satu kalimat yang diucapkan seperti orang yang tengah patah semangat, “Geundae... hanya itu.”
“Maksudmu dengan mengatakan “Hanya itu” adalah kau menginginkan hal yang lebih dari ciuman?” tanya Veril curiga. Membuat Liuna buru-buru menggeleng dan meralat perkataannya.
“Aniyo! Maksudku, dia tak mengakui apa pun. Bukankah biasanya ada hal yang perlu dijelaskan dalam hubungan kami setelah itu?” Liuna mencurahkan pertanyaan utama yang selalu saja bergelantungan di dalam kepalanya sampai-sampai membuatnya susah tidur tadi malam. Veril mengangguk paham, wajahnya seperti mencerna baik-baik setiap keterangan yang Liuna katakan.
“Mungkin Hyunjin bingung?”
Liuna mengusap tengkuknya pelan, merasa kurang puas dengan spekulasi yang diberikan Veril. “Kurasa bukan itu alasannya.”
“Yah apa pun itu, yang jelas kau perlu bicara dengannya. Berikan dia waktu sebentar, ada banyak hal yang perlu Hyunjin pertimbangkan sebelum mengajakmu berkencan. Apalagi jika sudah menyangkut karir dan agensi, hubungan seperti yang kau harapankan sama sekali tak akan menguntungkan dirinya.” Veril mencoba menjelaskan apa yang terlintas dalam benaknya saat mencoba menghubungkan status sosial Hyunjin dengan tindakan yang dia ambil. Sangat masuk akal, bukan? Seorang idol international sekelas Hyunjin memikirkan tindak-tanduknya dalam berkencan?

KAMU SEDANG MEMBACA
Levanter [Hwang Hyunjin]✔
FanfictionKetika 'Levanter' menjadi kata yang paling membekas dalam benakmu. Itu bukan hanya merujuk pada angin timur khas Mediterian, tapi juga arah kemana hati seseorang terbawa kearah sana. Terbang terbawa angin, tersapu rindu, dan hidup dalam waktu lampau...