Woojin mengetuk pintu kamar Hyunjin. Lelaki itu sejak semalam sibuk mengurung diri, tak ingin didekati oleh siapapun bahkan Woojin sekalipun. Terpaksa, tadi malam Woojin mengungsi ke kamar Chan untuk tidur.
Sekarang sudah nyaris pukul satu siang, dan Hyunjin sama sekali tidak keluar dari kamar. Pintu juga dikunci, membuat semua orang khawatir. Han juga terlihat sama kacaunya, meskipun lelaki itu masih mau berbicara pada Lino dan menjelaskan apa yang terjadi.
Dan sudah pasti, jika satu orang mendapatkan beritanya, maka semua member akan segera tahu.
Semua orang syok, terutama Changbin yang juga terlihat dekat dengan Liuna. Chan bahkan masih memegang kartu akses apartemen milik Liuna.
“Hyunjin-ah!” panggil Woojin lembut dengan ketukan pelan di daun pintu. “Hyung memasakkan sesuatu untukmu, kau belum makan dari tadi pagi, bukan?”
Di dalam Hyunjin hanya diam. Felix datang mendekat, memandang Woojin dengan tatapan antara cemas dan juga bertanya. “Hyunjin masih belum mau keluar?”
Woojin menghela napas, menggeleng samar. “Sepertinya dia syok berat.”
“Biar aku coba, Hyung.” Kali ini Jeongin mencoba mendekat. “Hyung! Makan sekarang atau aku akan memusuhimu sampai tahun depan!”
“Ya!” Felix tak menyangka Jeongin akan berbicara seperti itu. Matanya melotot. “Dipanggil baik-baik saja Hyunjin tak mau menyahut, apalagi dikasari seperti itu,” ujar Felix.
“Kita lihat saja.” Jeongin tersenyum manis, memamerkan dimple-nya yang sedalam palung Mariana itu. “Aku serius, Hyung! Aku akan memusuhimu jika kau masih mendiamkan semua orang seperti ini.”
Woojin menatap Felix dan Jeongin bergantian. “Kau yakin ini berhasil?” tanya Woojin mulai ragu dengan ide Jeongin.
“Taruh saja makanannya didepan pintu, akan aku ambil nanti,” balas Hyunjin dengan suara serak dan teredam. Felix dan Woojin berjengit kaget, tak disangka ternyata Jeongin benar-benar bisa membuat Hyunjin membuka mulut.
“Aku ambilkan makanannya sekarang.” Chan yang mencuri dengar segera berlari ke dapur. Dia juga cemas dengan keadaan Hyunjin, tapi tak bisa berbuat banyak karena dia juga kehabisan ide untuk bisa membuat Hyunjin berbicara.
Sedangkan dibalik selimutnya, Hyunjin hanya bisa mengusap rambut frustasi seraya terus menyalahkan diri sendiri. Dia tahu sudah membuat banyak orang khawatir, tapi Hyunjin juga butuh waktu untuk menata kembali perasaannya.
Tangan Hyunjin terulur, mengecek ponsel yang tengah menunjukkan pukul 12 lewat 45 menit. Lockscreen yang menampilkan foto Hyunjin dan Liuna yang tersenyum lebar sambil menempelkan pipi masing-masing hingga keduanya terlihat seperti ajang pamer pipi saat ke Namsan Tower tempo lalu membuat pemikirian Hyunjin berkecamuk lagi.
“Sial,” umpatnya pelan. Tak tahu harus berbuat apa lagi.
Semalam Han menceritakan semuanya sesaat setelah Hyunjin dan Han sampai di dorm. Setiap kali Han menceritakan alasan kenapa Liuna selalu tertutup, alasan kenapa Han bisa mengetahui penyakitnya, alasan kenapa Liuna harus pergi malam ini juga, nyaris membuat setengah jiwa Hyunjin terasa hilang begitu saja.
Kosong, hampa, sesak, sakit. Hyunjin bingung rasa apa lagi yang bisa dia pakai untuk mendeskripsikan begitu besar rasa kehilangan yang Hyunjin rasakan.
Dibeberapa bagian, Han akan terdiam sambil menatap Hyunjin yang tertunduk dalam di atas sofa. “Ku rasa kita butuh jeda.”
“Tidak, Han-ah. Lanjutkan saja, aku mau tahu semuanya,” ujar Hyunjin dengan suara bergetar.
![](https://img.wattpad.com/cover/209167675-288-k570542.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Levanter [Hwang Hyunjin]✔
FanficKetika 'Levanter' menjadi kata yang paling membekas dalam benakmu. Itu bukan hanya merujuk pada angin timur khas Mediterian, tapi juga arah kemana hati seseorang terbawa kearah sana. Terbang terbawa angin, tersapu rindu, dan hidup dalam waktu lampau...