MINE | 01

636 88 85
                                    

"Aku benci diri aku."

"Gue juga benci lo, lo gak sendirian." perkataan itu membuat hati seorang gadis berambut panjang tersebut tersentil, disaat harusnya ia mendapat perkataan semangat untuk bangkit, ia malah mendapat cacian seperti ini yang membuat semangat hidupnya makin hilang.

"Kamu kenapa selalu kasar, dingin,sarkas gitu sama aku? Disaat aku mau ngejauh bahkan kamu malah ngelarang, apa sih tujuan kamu nahan aku kalo emang pada akhirnya kamu bakal nyuruh aku terjun ke jurang yang udah kamu buat?" tanya gadis itu lirih, air matanya sudah tak dapat dibendung lagi, pertahanannya runtuh di depan cowok angkuh ini.

"Gak ada alesan, Lo cukup ikutin apa yang udah seharusnya berjalan,Gisella."

Gisella Gezara Xapier. Gadis itu menatap dalam mata tajam milik cowok di hadapannya, dingin, itu tatapan yang sering Gisel dapatakan, bukannya memilih melepaskan Gisel itu adalah pilihan bagus? karena hidup cowok itu tidak akan pernah lagi terbebani oleh Gisel,namun mengapa justru ia malah menahan Gisel untuk tetap disini, disamping cowok itu.

Yang justru hanya menambah luka yang telah Gisel terima selama ini.

Sudah cukup Gisel menerima luka yang selama ini di dapatkannya dari cowok itu.

"Kamu egois Erlang." Gisel menundukkan kepalanya tak ingin melihat erlang. Erlang tak memperdulikan itu, ia meninggalkan Gisel sendiri di kelas yang kini sudah kosong, karena semua murid sudah pulang sejak 30 menit yang lalu.

Gisel Cape. Cape dengan semua yang ia jalani saat ini.

Dimulai Gisel harus hidup tanpa kedua orang tua, hingga Gisel kini diharuskan hidup berdua dengan Erlang.

Mengapa?

Kedua orang tua Gisel adalah kerabat baik orang tua Erlang, sehingga ketika sebuah musibah yang memisahkan antara Gisel dengan kedua orangtuanya, orang tua Erlang diberi amanah untuk menjaga Gisel, tentu awalnya Gisel menolak, ia lebih baik tinggal sendiri bukan? dari pada harus hidup menumpang di orang lain.

Hingga Gisel terpaksa tinggal bersama keluarga Garxana setelah berkali-kali dibujuk oleh Mama Erlang. Namun apa? Ia malah disuruh tinggal bersama Erlang dikarenakan orang tua Erlang yang sibuk bekerja di luar negeri.

"Sel, lo kenapa?" tanya seseorang saat mengetahui masih ada gisel di kelas. Gisel mendongakkan kepalanya kemudian tersenyum tipis.

"Gak pa-pa kok, tadi jatoh hehe." bohong Gisel, ia tak mau menyusahkan orang-orang di sekelilingnya, sudah cukup selama ini Gisel menyusahkan Erlang.

"Yaampun gue kira kenapa, yaudah gue anter pulang yah?"

"Ehh? Gak usah Bella, aku udah baikan kok, lagian bentar lagi aku dijemput." tolak Gisel cepat, sungguh selama ini tak ada yang tahu jika Gisel dengan Erlang berada di satu rumah, maka dari itu Gisel tidak pernah mengizinkan teman-temannya untuk main ke rumahnya.

"Serius nih? Yaudah kalo gitu, gue anter lo ke depan,yuk." Gisel mengangguk, keduanya berjalan beririmgan menuju gerbang sekolah.

"Udah Bel, kamu duluan aja,takutnya lama."

"Umm.. yakin nih? Gamau gue temenin aja?" Gisel mengangguk meyakinkan, setelahnya Bella pulang terlebih dahulu menggunakan mobilnya, hingga sudah jauh, Gisel mulai mencari taksi ataupun angkot yang lewat.

Hidup dengan Erlang tidak sulit, semuanya bisa Gisel dapatkan, bahkan Erlang selalu mentransfer uang setiap bulannya ke rekening Gisel, segala barang mewah Gisel dapatkan dari Erlang, namun Gisel sangat merasa tidak enak hati kepada Erlang dan juga keluarganya, disini ia bukanlah siapa-siapa, ia tak pantas mendapatkan segala fasilitas yang Gisel dapatkan dari Erlang.

Sungguh, Gisel ingin ikut dengan kedua orang tuanya ke alam sana, dari pada ia hidup terus menyusahkan semua orang, katakanlah Gisel hanya sebagai parasit di dunia ini. Sudah beberapa kali Gisel mencoba menyakiti dirinya,namun semua itu selalu berhasil di cegah oleh Erlang, bermimpi jika setelah itu Erlang melembut, yang ada Gisel mendapat cacian dan Erlang mengatakan ia tak pernah bersyukur atas apa yang ia miliki sekarang,bukan kah memang seperti itu?

20.45

Gisel kini tengah menonton TV sambil memakan seblak yang tadi telah ia pesan, makanan pedas adalah andalan Gisel saat sedang ada masalah, entahlah rasanya semua sedikit teralihkan dengan rasa pedas dari cabai-cabai ini. Saking asiknya menikmati film, Gisel tak menyadari keberadaan Erlang yang sudah datang. Erlang menghempaskan dirinya ke sofa di sebelah Gisel, gerakan tersebut mengagetkan Gisel hingga ia tersedak kuah pedas dari seblak tersebut.

"Uhukk..uhukk ahh minum minum." Erlang yang baru saja duduk langsung dibuat heran, sedikit khawatir, Erlang bangkit dan mengambil minum dari kulkas yang langsung diminum habis oleh Gisel.

"Uhukk.. jahat banget kuahnya." Gisel merasakan sakit ditenggorokannya, sungguh itu kuah pedasnya bukan main,bayangkan saja tersedak oleh kuah tersebut,ughh.

"Ceroboh si lo." sarkas erlang, Erlang menatap makanan berkuah yang terlihat merah tersebut, kemudian berdecak kesal, lagi,dan lagi, Gisel memakan makanan sialan itu.

"Ya kan kamu, dateng-dateng ngagetin." ucap gisel pelan, Erlang menaikkan sebelah alisnya, seolah bertanya Kenapa gue?

"Nggak." Gisel kembali duduk dan memangku makanannya lagi, namun baru saja ia akan memakannya makanan itu langsung diambil alih oleh Erlang.

"Masih belum puas lo tadi? Gak usah makan ginian lagi." Erlang berjalan menuju dapur dan membuang seblak yang porsinya bahkan masih sangat banyak, Gisel dibuat cengo oleh erlang.

"Erlang." lirih Gisel,matanya berkaca-kaca menatap seblak tersebut sudah mendarat di tempat sampah.

"Kenapa?" tanya Erlang heran.

"Seblak aku hiks... dari jauh hari aku pengen hikss..." Gisel justru sekarang malah menangis, Erlang berdecak sebal,ohh ayolah hanya karena seblak Gadis itu menangis?

"Lo kalo makan yang higienis dikit kek, dikira tuh makanan bagus buat lo? Fikirin juga kesehatan lo, pinter." tak sadar, perkataan Erlang tersebut adalah perhatian kecil Erlang bagi Gisel, dengan begitu erlang tidak mau Gisel kenapa-napa bukan?

"Tap..."

"Gak usah kaya anak kecil, sana ke kamar lo."

"Anak kecil, anak kecil, udah besar gini dibilang anak kecil, Erlang kali yang anak kecil." gerutu Gisel sambil berjalan menuju kamarnya, Erlang menatap tajam gadis itu.

"Gue denger gisella." tekan Erlang. Gisel memberhentikan langkahnya menoleh ke belakang dan menyengir kuda, kemudian tanpa rasa bersalah Gisel ngacir menuju kamarnya.

Sekuat apapun Gisel membenci Erlang nyatanya ia tidak akan pernah bisa, buktinya setelah beberapa kali ia disakiti oleh cowok itu, Gisel tetap selalu bersikap biasa lagi seolah tidak pernah terjadi apa-apa, berkali-kali Gisel dibuat kecewa dengan ucapan Erlang, namun bisakah Gisel membenci cowok itu? Tidak, Gisel tidak pernah bisa,mengapa? Entahlah Gisel pun tidak tahu.

'----------------------------------'

Vomentnya jangan lupa dong:)

28 Maret 2020

MINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang