Gisel masih terbaring di kasurnya, semalam sehabis marathon drakor perutnya sangat sakit, membuat Gisel menjadi susah tidur, ia ingin membangunkan Erlang namun terlalu takut jika nanti cowok itu akan marah padanya,jadi Gisel lebih memilih menahannya siapa tahu saja rasa sakitnya juga akan hilang dengan sendirinya.
"Ahh kenapa si kalo PMS gini terus." keluh Gisel.
Di lain tempat Erlang baru saja terbangun, semalam ia bermain game sampai lupa waktu, puntung rokok serta kaleng bekas minuman masih berserakan di kamarnya, Erlang bergegas mandi dan membersihkan kamarnya dengan sendiri, kebetulan Bi Ina sedang pulang kampung, jadi belakangan ini segala urusan rumah Gisel dan Erlang yang mengurus.
"Tuh bocah kemana lagi." tanya Erlang pada dirinya sendiri saat belum melihat tanda-tanda Gisel keluar, Erlang menemui Gisel ke kamarnya untuk menanyakan ingin sarapan apa,sekalian jika Erlang ingin keluar.
"Gisel bangun." ucap Erlang saat sudah masuk ke kamar Gisel, Erlang berdecak malas saat melihat Gisel yang masih membungkus dirinya dengan selimut.
"Gisella,bangun lo." Erlang menarik selimut yang dipakai Gisel, Erlang sedikit heran karena melihat Gisel yang tengah menekan-nekan perutnya, seperti manahan sakit?
"Lo kenapa?" tanya Erlang, jujur saja,Erlang merasa sedikit khawatir.
"Perut aku sakit lang,dari semalem."
"Kenapa lo gak bangunin gue si? Hah?" Erlang duduk di sebelah Gisel yang masih memejamkan matanya, sedikit kasihan melihat Gisel yang nampaknya sangat kesakitan.
"Bangun, nanti gue bikinin teh anget." Gisel bangun dibantu dengan Erlang.
"Tunggu." Erlang kemudian berjalan keluar kamar. Tak butuh waktu lama, ia kembali dengan membawa secangkir teh hangat untuk Gisel.
"Minum." Gisel meminum teh itu dengan perlahan, biasanya rasa sakit itu tak seberapa, namun mengapa kali ini sakit sekali? Apa karena kemarin gisel memakan seblak?
Gisel merasa bahagia, Erlang sebenarnya adalah orang yang baik, terlepas dari ia selalu bersikap dingin dan kasar kepadanya, mungkin memang begitu sifat Erlang, Gisel bisa memakluminya, namun terkadang Gisel merasa sangat down karena ucapan-ucapan kasar dan pedas yang selalu terlontar dari mulut cowok itu.
"Makasih Lang." ucap Gisel sambil tersenyum, Erlang hanya berdehem. Setelah itu terjadi keheningan diantara keduanya, sangat canggung bagi Gisel.
"Lo mau makan apa? Biar nanti gue beli." perkataan Erlang membuyarkan lamunan Gisel.
"Umm.. terserah kamu aja."
"Yaudah."Erlang keluar kamar kemudian mengambil kunci motornya untuk membeli makanan untuk hari ini sarapan baginya dan juga Gisella.
Sangat sangat jarang Erlang seperti ini terhadap gisel, namun Gisel harusnya bersyukur, setidaknya Erlang masih peduli. Gisel tak munafik, ia mengakui Erlang itu tampan namun hanya saja sifatnya itu membuat ketampanan seorang Erlangga Garxana Gibran menjadi lebih ditakuti oleh para gadis,mungkin?
Tak jarang jika Gisel selalu berharap sifat Erlang akan berubah, namun Gisel tahu semua keinginannya tak akan pernah tercapai, Erlang akan tetap seperti itu, Gisel harusnya berterima kasih karena sampai saat ini Erlang masih mau menampung Gisel di rumahnya, ya walaupun Gisel tahu ia tak akan lama berada disana,hanya sementara mungkin. Jadi sudah cukup, Gisel tak perlu berharap Erlang akan berbaik padanya, dapat dikasih tempat tinggal saja sudah cukup, jangan meminta yang lebih,apalagi hati Erlang.
"Aduhh lupa, pembalut aku abis." Gisel menepuk jidatnya saat melihat persediaannya habis, ahh bagaimana ini? Haruskah Gisel meminta bantuan Erlang? Oh No, sama saja Gisel mengajak perang harimau.
"GISELLA TURUN." teriakan erlang makin membuat Gisel panik, haruskah turun? Namun bagaimana nasib darah yang menempel di celana belakangnya? Ughh Gisel bingung.
"Aishh gimana ini." Gisel mondar-mandir sambil memikirkan cara, andai saja ada Bi Ina disini,mungkin Gisel tak akan sesulit ini,karena ada Bi Ina yang membantunya.
"Lo budek heh?" Gisel melihat ke arah pintu, Erlang sudah berdiri sambil melipat tangannya di dada.
"Ummm.. anu Lang, Roti aku abis." ucap Gisel gugup, ahh sangat memalukan Gisel berbicara ini kepada Erlang. "Hah?" Erlang menaikkan sebelah alisnya.
"Duh gimana ya ngomongnya, itu apasih."
"Lo kalo ngomong yang bener, gak usah kaya orang bego!" bentak Erlang, Gisel malah mengerucutkan bibirnya.
"Nih, Aku tembus, terus pembalut aku abis." dengan polosnya Gisel membalikkan badannya sehingga menampilkan celana belakangnya yang terkena darah, sontak Erlang membelalakkan matanya, apakah gadis ini sudah gila,fikir Erlang.
"Sialan lo, puter balik badan lo." suruh Erlang cepat, Gisel hanya nyengir kuda.
"Yaudah, kamu mau gak beliin aku pembalut?"
"Ogah." Gisel mengembungkan pipinya lucu, lantas Gisel harus bagaimana? Ia pergi ke minimarket dengan keadaan seperti ini? Oh god! Gisel masih mempunyai rasa malu tolong ingatkan itu.
"Terus aku gimana?" ucap Gisel yang kini matanya sudah dihiasi air mata, yang bahkan sekali berkedip air mata itu siap meluncur dari mata indah milik Gisel.
"Nyusahin mulu idup lo." Erlang kemudian pergi dari hadapan Gisel, entahlah Gisel tak tahu Erlang akan pergi kemana. Apakah Erlang akan membelikannya pembalut? Ahh tidak, Gisel tahu Erlang tak akan mau menjatuhkan harga dirinya hanya demi Gisel.
Gisel kembali duduk di kasur, tak peduli jika kasur itu terkena darahnya, moodnya saat ini sedang sangat tidak bagus, sedikit-sedikit menangis, Sangat menyiksa jika Gisel PMS, semuanya terasa menyusahkan.
"Tuh." setelah 15 menit kepergian Erlang tadi, Erlang kembali sambil membawa keresek besar dan menaruhnya di hadapan Gisel, sontak Gisel mendongakkan kepalanya, melihat wajah Erlang yang seperti biasanya,datar.
"Ini, kamu yang beli Lang?" tanya Gisel saat melihat berbagai macam merk pembalut, entah tujuan Erlang apa sampai-sampai membelinya sebanyak ini.
"Kalo bukan gue siapa lagi." jawab Erlang jutek, Gisel mengulum senyummnya, Erlang membeli ini semua untuk dirinya? Bahkan tak mempedulikan harga dirinya sebagai cowok?
"Tapi,ini kenapa banyak banget?"
"Gue gak tau lo suka pakenya yang mana, yaudah gue beli semua." jawab Erlang enteng,sambil masih melihat gadis di depannya.
"Makasih hehe." Erlang hanya menganggukkan kepalanya, selepas itu ia meninggalkan Gisel sendiri di kamarnya.
Gisel menatap punggung Erlang yang hilang dibalik pintu, Apakah hanya perasaan Gisel saja bahwa sikap Erlang belakangan ini mulai berubah. Ah tidak, Gisel tidak boleh berfikiran seperti itu, Erlang tetap sama tak berubah sama sekali. Mungkin kini Erlang hanya sedang dalam Mood baik saja,mungkin saja bukan? Selepas itu bisa saja Erlang kembali lagi menjadi Erlang yang kasar,dingin tak tersentuh itu.
'----------------------------------------'
Double update heheJangan lupa voment, gratis kok:)
Kalo ada kekurangan boleh komen, pedes juga gpp:)
28 Maret 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
MINE
Teen Fiction[Follow dulu sebelum membaca] 15+ "You are mine, and will forever remain like that." Menjadi satu-satunya, dan diklaim bahwa ia harus menjadi miliknya seorang. Tentu itu egois, ingin memilikinya, namun mencintai pula perempuan lain. Perempuan mana y...