Erlang kini diharuskan ke bandara, untuk menjemput sepupunya yang baru saja datang dari LA. Ahh, sebenarnya ia sangat malas, terlebih lagi ia pasti akan terlambat ke sekolah karena harus ke bandara terlebih dahulu.
Saat Erlang akan berangkat rumah sudah sepi, berarti Gisel sudah berangkat sedari tadi. Biarlah,lagi pula sekarang supirnya sudah kembali masuk. Jadi Erlang tak perlu khawatir jika Gisel kembali diganggu oleh para lekaki berengsek diluaran sana.
Erlang memasuki garasi dan memilih untuk membawa mobil sport putihnya. Karena Erlang fikir sepupunya itu pasti membawa banyak barang, akan susah jika Erlang membawa motor kesana.
Lagi pula mengapa setiba-tiba ini dia pulang, dan apakah harus tinggal di rumah Erlang? Kenapa dia tidak ke rumahnya saja yang berada di spanyol. Ahh ya, sepupu Erlang adalah blesteran spanyol-indonesia. Dan katanya ia ingin tinggal di indonesia, tidak mau tinggal di spanyol.
Tak butuh waktu lama, Erlang sudah sampai di bandara tempat dimana ia harus menjemput sepupunya. Erlang sudah menghubungi sepupunya untuk mendatanginya di luar bandara. Karena Erlang terlalu malas untuk pergi ke dalam.
Saat tengah memainkan ponselnya, seorang cowok berpeawakan tinggi menghampiri Erlang dan merangkul pundak Erlang tiba-tiba.
"Woy! Gak kangen lo sama gue?" Erlang mendengus kesal saat mendengar kata itu.
Kangen? Tidak. Bahkan Erlang berharap tidak pernah bertemu dengan sepupu menyebalkannya itu.
"Bacot! Buruan masuk. Gue mau sekolah." ucap Erlang seraya memasuki mobil, diikuti oleh sepupunya.
"Gue kira cowok modelan kaya lo gak tahu apa itu sekolah."
"Sialan, tutup mulut lo Vansa!" ahh inilah yang Erlang tidak suka dari sepupunya, yaitu Vansa. Dia banyak omong dan suka meledeknya, mengapa juga ia ingin kuliah disini. Kuliah di luar negeri jelas lebih bagus bukan.
Erlang dan Vansa hanya berbeda satu tahun. Vansa satu tahun lebih tua darinya. Dan itu tak membuat Erlang masalah ketika berbicara kasar ataupun apa kepada Vansa. Toh, Vansa juga tak mempermasalahkan itu.
"Nyantai kenapa sih! Sensi mulu lo kaya cewek." ledek Vansa, sepupunya ini memang tak bisa sekali saja diajak bercanda.
"Lo diem atau gue turunin di jalanan!" ancam Erlang, Vansa terkekeh pelan mendengar itu.
Sepupunya ini memang tidak pernah berubah. Selalu saja begitu sedari dulu. Namun Vansa selalu senang saat menggoda Erlang. Erlang terlaku kaku dan dingin untuk diajak bercanda. Dan Erlang sejak kecil memang sudah seperti itu.
"Turun lo." usir Erlang saat keduanya telah sampai di rumah besar milik Erlang.
Vansa turun dan mengeluarkan barang-barangnya dari mobil Erlang. Setelah itu pula mobil Erlang langsung melesat meninggalkan pekarangan rumah. Vansa langsung masuk untuk segera beristirahat, tubuhnya sangat lelah hari ini.
Dan kini Erlang diharuskan memanjat tembok belakang sekolah karena dirinya terlambat, kan sudah Erlang duga. Tidak masalah, lagi pula ketika ujian guru selalu memberikan waktu 30 menit untuk muridnya bersiap-siap, jadi Erlang masih bisa masuk ke kelasnya tanpa harus dimarahi oleh guru mata pelajaran.
"Kemana aja lo baru dateng?" tanya Axel saat Erlang baru saja duduk di bangkunya.
"Jemput Vansa."
"Seriusan dia pulang? Wahh asik nih." girang Axel.
Afran dan Axel memang sudah mengenal Vansa sejak dulu, bahkan mereka dulu sering bermain sebelum Vansa melanjutkan sekolah menengahnya di LA. Jadi ini kesempatan bagus untuk Axel mengajak Vansa pergi bermain setiap harinya.
"Gak usah lo ajak yang gak bener." ucap Erlang tak suka, Erlang sudah tahu jalan fikiran Axel. Ia pasti akan mengajak Vansa ke Club, serta kegiatan buruk lainnya.
"Elah kenapa emang? Posessif banget lo sama dia."
"Najis."
Pandangan Erlang teralihakan saat gadis yang dikenalinya masuk ke kelasnya. Tumben sekali? Padahal kelas 11 dan 12 itu jaraknya cukup jauh. Dan apa tujuan dia kemari?
"Ehh? Gisel kan ya? Ada apa?" Tanya Zea, selaku sekretaris di kelas XII IPS-2 itu.
"Anu kak. Kata bu Elen, suruh ambil soal sama lembar jawaban buat ujian di mejanya bu Elen." ucap Gisel ramah, ia tentu harus sopan kepada kakak kelasnya.
"Loh emang bu Elen-nya kemana?" tanya Zea penasaran.
"Bu Elen izin sebentar katanya ada tamu." Zea mengangguk paham.
"Yaudah kak, aku permisi ya." pamit Gisel setelah dirasa cukup memberikan informasi dari Bu Elen.
"Makasih ya Sel." Gisel hanya mengangguk dan tersenyum manis ke arah Zea.
Namun saat akan keluar dari kelas, Gisel tak sengaja menatap Erlang yang kini juga tengah menatapnya. Sorot matanya yang tajam terus memperhatikan Gisel, Gisel yang ditatap seperti itu tentu gugup. Tatapan itu mengerikan bagi Gisel, sungguh.
"Sel? Kenapa?" tanya Zea saat Gisel hanya berdiam di tempat, padahal tadi Gisel sudah berpamit untuk kembali ke kelasnya.
"Ehh? Nggak kok kak. Yaudah aku permisi." Gisel dengan cepat keluar dari kelas XII IPS-2 itu.
Gisel menghembuskan nafas lega saat sudah keluar dari kelas itu. Jantungnya berdegup dua kali lebih cepat saat Erlang menatapnya seperti itu. Walaupun tadi Erlang menatapnya dengan tajam, namun Gisel merasa seolah ada yang tersirat dalam tatapan tersebut,namun Gisel tak mengetahui apa maksud dari tatapan itu.
"Hey!"
"Kyaa!" Gisel menjerit saat seseorang tiba-tiba mengejutkannya dari belakang, mukanya mendadak kesal saat tahu orang itu adalah Alvano.
"Al! Ngagetin aja tahu gak?" kesal Gisel, dirinya tadi tengan melamun jadi wajar jika ia sangat terkejut.
"Ngapain sendirian? Bukannya masuk kelas."
"Tadi abis dari kelas XII IPS-2, disuruh sama bu Elen." jawab Gisel, Alvano hanya ber'oh'ria mendapat jawaban dari Gisel.
"Sel? Gue boleh nanya?" ucap Alvano ragu-ragu, Gisel menatap Alvano sekejap kemudian mengangguk.
"Lo tinggal sama siapa?" pertanyaan itu sontak membuat Gisel berhenti di tempat, mengapa Alvano bertanya seperti itu? Apakah dia mengetahui kalau dirinya tinggal bersama Erlang?
"Kenapa? Pertanyaan gue susah di jawab ya? Lupain aja kalo gitu." Gisel menggeleng cepat, ia mengulum bibirnya, dan memainkan jari-jarinya.
"Aku? Tinggal sama orang tua lah. Kenapa sih nanya-nya gitu?" jawab Gisel gugup, Alvano melihat gelagat aneh dari Gisel, ia tahu, sangat tahu bahwa Gisel berbohong.
"Gue cuma nanya doang elah." Gisel menyengir mendengar itu.
"Yaudah ayo ke kelas, nanti dimarahin guru kalo telat masuk." Gisel berjalan cepat mendahului Alvano yang masih setia menatap punggung Gisel, ia menghela nafas kasar setelahnya.
'Kenapa lo harus bohong Sel? Kenapa?' .batin Alvano.
Sebenarnya bagaimana ruang lingkup kehidupan Gisel? Ia harus tahu itu semua. Mulai dari Gisel tinggal bersama siapa, dan kejadian apa yang telah menimpanya. Alvano harus tahu itu.
Alvano harus tahu secepatnya.
'--------------------'
Jangan lupa voment ya, vote doang gpp.
Jangan mau enaknya aja dong hehe:)18 April,2020
KAMU SEDANG MEMBACA
MINE
Teen Fiction[Follow dulu sebelum membaca] 15+ "You are mine, and will forever remain like that." Menjadi satu-satunya, dan diklaim bahwa ia harus menjadi miliknya seorang. Tentu itu egois, ingin memilikinya, namun mencintai pula perempuan lain. Perempuan mana y...