MINE | 10

172 46 10
                                    

"Gak usah ganggu cewek gue!" suara berat itu menghentikan aksi ketiga cowok tersebut.

Gisel bernafas lega, tuhan mengirimkannya penyelamat. Air matanya turun saat itu juga, dan menatap penuh harap pada satu penyelamatnya saat ini, hanya dia satu-satunya harapan Gisel agar terbebas dari cowok-cowok tersebut.

"Ohh? Sorry! Gue gak tahu ini cewek lo Lang." ucap Raka gugup.

Erlang, laki-laki itu menatap tajam ketiga teman satu sekolahnya. Menganggu seorang gadis? Apakah tidak kekanak-kanakan?

"Lepasin tangan sialan lo dari tubuh 'cewek gue' ." tekan Erlang.

Gisel langsung berlari berlindung di belakang tubuh Erlang, dan meremas jaket hitam yang tengah Erlang kenakan. Gisel merasa aman, aman saat dirinya berada di dekat Erlang.

"Pergi lo!" ketiga laki-laki itu bergegas pergi dari halte tersebut.

Takut, itu bisa menggambarkan perasaan ketiga laki-laki itu. Bagaimana tidak? Mereka telah salah mengambil jalan, karena telah mengganggu kekasih dari pentolan di sekolahnya. Seolah mereka telah mencari mati.

"Makasih." Gisel langsung memeluk Erlang saat cowok itu membalikkan badannya. Wangi parfum menyeruak ke indra penciuman Gisel, wanginya sangat menenangkan dan Gisel sangat suka.

"Lepas."

Gisel melepaskan pelukannya dan menatap Erlang gugup, seperti biasa cowok itu memandang Gisel datar, sorot matanya tajam.

Berbeda saat ia menatap Aletta, rasa iri tentu ada.

Melihat bagaimana Erlang memperlakukan Aletta dengan lembut, berbanding terbalik dengan dirinya. Harusnya Gisel sadar dan tahu diri, Aletta adalah gadis yang sangat amat Erlang sayangi.

Namun dirinya?

Ia hanyalah beban bagi hidup Erlang. Benarkan?

"Sekolah apa rumah?"

"S..sekolah."

"Lo yakin ke sekolah jam segini?"

Gisel melihat jam putih yang menempel indah pada tangannya, jam sudah menunjukkan pukul 07.30 sudah dipastikan Gisel tidak bisa masuk ke dalam sekolah dengan keadaan itu. Membolos sekali bukankah tidak apa-apa?

"Oke, rumah."

Gisel menaiki motor ninja hitam milik Erlang, namun bukannya menuju rumah, arah motor laki-laki itu berlawanan arah dengan arah menuju rumah.

"Erlang kita mau kemana?" tanya Gisel sedikit berteriak. Tak ada sahutan, dan Gisel lebih memilih diam.

Hingga motor itu berhenti di suatu tempat, seperti sebuah warung. Disana bahkan banyak anak sekolahan yang membolos, mereka berkumpul dan juga merokok. Kedatangan Erlang membuat semua yang ada disana mengalihkan pandangannya kepada Erlang, termasuk ke arah gadis yang Erlang bawa bersamanya.

"Baru Lang?" tanya salah satu cowok yang sedang menyesap batang nikotin itu.

Erlang tak menjawab pertanyaan itu dan memilih duduk di kursi yang sedikit jauh dari ramai anak-anak sekolahan lainnya. Gisel tak tahu apa yang harus ia lakukan sekarang, tempat ini terasa sangat tak nyaman baginya, terlebih disini hanya Gisel lah satu-satunya perempuan.

Gisel mengcengkram erat tali tas pink-nya, ia melihat Erlang yang tengah memainkan ponselnya. Ahh sungguh, Gisel ingin pulang saja dari pada harus berada di tempat seperti ini.

"Mau sampe kapan lo berdiri terus?!" Gisel tersentak dan langsung duduk di samping Erlang.

Bau asap rokok menganggu penciuman Gisel, sudah dipastikan seragam dan rambutnya juga akan ikut bau asap rokok itu. Terkadang sesekali Gisel terbatuk akibat asap yang ditimbulkan Erlang disampingnya.

MINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang