"Sel?"
"Eh? Kak?" Gisel menoleh dan mendapati Vansa yang berada di sana menatapnya.
"Ngapain?" tanya Vansa.
"Nonton drakor,sambil nunggu roti bakar."
"Korea-koreaan mulu." Gisel hanya terkekeh, dan mulai fokus pada drama di depannya.
"Ini non rotinya." bi Ina pergi setelah Gisel mengucapkan terima kasih, hummm aroma roti bakarnya membuat perut Gisel bergejolak, apalagi di dalamnya terdapat selai strawberry.
"Aku kaya pelakor di drama itu gak sih kak?" tanya Gisel sambil memakan rotinya, Vansa menatap Gisel sebentar, kemudian fokus lagi ke depan.
"Nggak! Lo harus inget, lo itu bukan pelakor Sel. Noh yang cowoknya noh mirip si Erlang. Rakus amat sama cewek, sampe mau dua."
Gisel berfikir sejenak. Jika di fikir-fikir benar juga apa yang dikata Vansa. Erlang sama persis seperti peran Lee Tae Oh dalam drama itu. Gisel terkikik dalam hati.
"Iya si bener."
Sudah berlangsung lama Gisel menonton, roti bakar serta susunya juga sudah habis, menempatkan diri di dalam perut Gisel. Vansa juga sudah pergi dari lama, katanya si pergi ke rumah temannya,mengerjakan tugas.
TV masih menyala, sedangkan yang menonton sudah masuk ke alam mimpi. Perutnya yang kenyang membuat Gisel mengantuk, ditambah ia lelah karena tadi menangis sangat lama. Gisel tidur dengan posisi kepala menyender pada kursi.
Erlang yang baru saja turun, tatapannya langsung tertuju pada gadis yang tengah tertidur pulas itu. Matanya yang sembab,serta wajahnya yang tampak lelah. Erlang berjalan menghampiri tempat dimana Gisel berada, ia duduk di sebelahnya.
"Maaf." ucap Erlang sambil mengelus pelan pipi gadis itu yang masih nampak bengkak akibat tamparan Aletta yang sepertinya cukup keras.
Erlang memutuskan menggendong Gisel ke atas, melihat tidurnya dalam posisi seperti itu pasti membuatnya tidak nyaman. Leher gadis itu akan sakit, Erlang dengan perlahan membawa Gisel menuju kamar. Berusaha sebisa mungkin agar tak membangunkannya
Setelah menempatkan Gisel di kasur, Erlang terdiam sebentar menatap wajah damai gadis di depannya. Selama ini ia sadar, bahwa ia sungguh egois terhadap Gisel.
Dari dulu seharusnya ia sadar, bahwa sikapnya memang sedikit mengekang Gisel. Hidup Gisel seolah ruangan kecil, ruang lingkupnya seolah dibatasi dengan alasan yang entah itu apa. Tersiksa? Itu bisa saja Gisel rasakan, terlebih kini sekarang gadis itu masuk lebih dalam ke kehidupan seorang Erlang.
'Sial'
"Kali ini gue ngalah. Gue mundur kalo emang ini semua nyiksa lo." ucap Erlang pelan, setelahnya pria itu meninggalkan kamar Gisel dengan wajah prustasinya.
Gisel membuka kedua matanya saat diarasa Erlang sudah benar-benar keluar. Ia menatap nanar pintu yang baru saja tertutup, menelan pria bertubuh jangkung dengan keadaan shirtless itu. Matanya terasa memanas saat mendengar pria itu mengucapkan hal yang seolah akan membawanya jauh dari pria arogan itu.
"Kenapa sakit banget?" tanya Gisel pada dirinya sendiri.
Awalnya tadi Gisel tertidur, ia tersadar saat dirinya digendong Erlang. Namun Gisel mencoba untuk tetap tidur, ia membiarkan Erlang membawanya. Lagipula Gisel terlalu malas untuk bangun, dan yang ada berhadapan dengan Erlang.
Gisel mengambil ponselnya di nakas, ia berniat akan menghubungi Alvano untuk diajak jalan. Ia butuh teman untuk saat ini, mungkim Alvano adalah orang yang tepat untuk saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
MINE
Teen Fiction[Follow dulu sebelum membaca] 15+ "You are mine, and will forever remain like that." Menjadi satu-satunya, dan diklaim bahwa ia harus menjadi miliknya seorang. Tentu itu egois, ingin memilikinya, namun mencintai pula perempuan lain. Perempuan mana y...