1. Tingkah Pertama

319 26 27
                                    

Fungsi hati adalah untuk menetralkan racun, bukan diberikan pada orang lain agar dipatahkan.

***

Rasanya, gadis bermata menyipit itu ingin membungkam mulut seorang laki-laki yang berbicara di depan sana. Seenaknya saja memaksa semua anggota untuk mengikuti perintahnya. Memangnya dia tidak berpikir betapa menyedihkannya berjalan menuju puncak, meskipun itu puncak bukit? Nantha menghela napas kesal, untuk kesekian kalinya.

"Semua anggota wajib ikut. Yang nggak ikut, siap aja dapat hukuman."

Dasar senioritas! Tahu begitu Nantha tidak usah ikut sebagai peserta ekstrakurikuler Pecinta Alam ini. Lagian, namanya saja yang pecinta alam, hatinya tidak. Kalau mencintai alam harusnya cinta pada makhluk yang ada di alam juga, kan? Kenapa malah berperilaku seolah dia penguasa alam? Sebagai makhluk alam, Nantha tidak merasa, tuh, dia dicintai.

"Ck. Dia lagi, dia lagi. Mending gue left aja dari sekolah ini biar nggak ketemu cowok ngeselin dengan tampang tempe busuk ini."

Baru juga beberapa hari di sini, belum ada satu bulan, Nantha merasa tidak nyaman. Gadis itu bisik-bisik di samping teman sebangkunya, Savina. Padahal ia sudah mengharapkan kejadian manis seperti di sinetron yang biasa ia tonton di salah satu channel TV Indonesia. Atau paling tidak, ya, ada adegan Nantha terjatuh dan ditolongi dengan manis oleh seorang cowok ganteng. Ah, halu lagi.

"Kenapa sih, Nan? Udahlah, ikut aja apa susahnya, sih? Daripada direcokin mulu sama dia." Savina menggerutu dengan suara pelan. Takut didengar oleh anggota PA itu.

"Iya, apa susahnya ikut?" Luthfa mendengar yang dikatakan Savina dan berdiri di depan bangku Nantha. Ia memberi smirk ke Nantha, membuat gadis itu ingin muntah. "Kalau nggak ikut ...," bisik cowok itu semakin merapat di dekat telinganya. " ... siap-siap aja beresin gudang pramuka."

Wajah Nantha semakin tidak enak dilihat, ia melerok ke arah lain. Kesal harus menatap wajah si otoriter ini terus. Bukan itu, sih, masalahnya. Nantha sama sekali tidak keberatan untuk ikut, tetapi sepertinya kasur lebih kuat menariknya untuk tetap tinggal di sana. Rebahan ditemani musik dan secangkir kopi, tak lupa beberapa camilan. Tentu saja daripada harus muncak dan hanya membuat tubuhnya capek.

Omong-omong, ternyata Luthfa ini anggota inti pramuka juga. Makanya dengan mudah meminjam tenda dan menyuruh Nantha membersihkan gudang pramuka yang berdebu dan sempit serta banyak barang berserakan itu---kalau tidak mau ikut camp kali ini.

"Emang gue petugas Tata Usaha yang dibayar apa? Enak banget nyuruhnya, 'sampah sekolah' gitu aja belagu." Nantha menoleh ke Savina, membisiki teman sebangkunya atas kekesalannya.

"Maaf, tapi gue denger dan ucapan lo barusan gue kasih hukuman juga atas ketidaksopanannya terhadap kakak kelas."

Kesal, memang, tidak seharusnya Nantha berkata seperti itu. Siapa suruh cowok itu bertindak semena-mena?

"Gue beneran nggak ikut," ujar Nantha pelan.

"Lo, harus ikut!"

***

Daripada membersihkan gudang pramuka yang kotornya melebihi kandang ayam, lebih baik Nantha ikut muncak saja. Luthfa, si ketua PA memaksa, sih. Padahal, kan, Nantha ikut PA hanya ikut-ikut saja.

Hari ini berangkat ke puncak bukit Jaas, sekitar jam 4 berkumpul di sekolah. Gadis berkuncir bawah itu kini memakai seragam olahraga yang pas di tubuhnya. Dengan ditemani Savina yang kesulitan membawa tas punggungnya. Banyak sekali yang dibawa, ada mie instan, beberapa snack, selimut, pakaian ganti, seragam lain, nasi, sepatu, sandal, alas salat, alat makan, alat mandi, dan masih banyak lagi perlengkapan pribadi. Sebenarnya ketua sudah memberi tahu agar tidak membawa banyak barang. Karena yang namanya muncak sudah pasti melelahkan, nanti kalau belum terbiasa bisa kagok. Tetapi, yang namanya perempuan kebutuhannya tidak hanya satu.

Mendaki Menuju Hatimu [TAMAT] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang