Bukan salahnya waktu, pertemuan kita memang sudah menjadi takdir untuk saling ada dan meninggalkan.
***
Dari sekian banyak anak perempuan yang menyukai Luthfa, ia baru tahu kalau ternyata Nantha pun menyimpan rasa suka padanya. Buktinya, masakan buatan Nantha tadi kini berakhir di meja Luthfa dan bersiap untuk masuk ke perutnya.
Literally ia memang belum sarapan tadi pagi, hanya meminum secangkir kopi. Dan alangkah senangnya ia saat mendapat sekotak nasi dengan tumis kangkung yang menggoda lidah. Namun nasi itu tidak dihadap oleh seorang Luthfa saja. Melainkan dengan dua orang lainnya, Minza dan Riful.
"Akhirnya ... perut gue kenyang juga. Setelah dari pagi belum mencium nasi, sekarang bisa merasakannya." Minza berceloteh, diiringi sendawa panjangnya.
"By the way kok enak juga ya, Za? Masakan pembantu di rumah gue nggak seenak ini perasaan." Riful menepuk perut, merasa kenyang sekaligus bahagia. Mohon jangan dihujat, bahagia itu sederhana guys.
"Setiap pembantu itu beda kalau masak," ucap Luthfa, menutup kembali kotak nasi itu. Ingin mencucinya tetapi karena merasa tidak perlu, lebih baik ia biarkan saja. Terlalu malas untuk mengerjakan hal baik kepada orang yang tak baik.
"Lagi?" Tiba-tiba muncul seorang gadis bersepatu warna pink menggertak mereka bertiga.
Yang mulanya kaki mereka disilakan seperti di warung kopi, kini menurunkannya. Aura yang terjadi sepertinya tidak bagus untuk kesehatan mata dan telinga. Alangkah baiknya apabila pergi dari sana. Tempat itu tidak aman untuk saat ini. Tentu saja, Riful dan Minza mengalihkan perhatian dengan mabar Free Fire mumpung wifi lagi lancar. Sekalian lari dari kenyataan.
"Apaan? Ngapain lo? Masuk sana ke kelas!" Luthfa berkata tetap dengan tanda seru, namun bola matanya bergerak ke sana kemari mencari alasan. Ia mengumpat dalam hati karena dua curut yang malah asyik sendiri dari pada membantunya.
"Ngga punya mulut, ya? Apa susahnya, sih, bilang 'Nantha minta nasinya'? Harus banget ya nyolong?"
Mukut gadis itu tak tahan untuk tidak menceramahi atau menghujat langsung ketiga lelaki yang sekarang berada di gazebo itu.
Sesampainya di sekolah tadi, Nantha mengeluarkan kotak nasi itu dan tanpa sadar kalau ternyata ia meletakkannya di sembarang meja. Meja tersebut milik Luthfa, sang ketua PA. Rasa bodo amatnya gadis itu mengalahkan rasa lapar. Ia lebih memilih untuk bergosip bersama yang lain. Karena topiknya sedang panas. Padahal tadi berpikir untuk segera makan agar bisa mencicipi apa yang kurang di masakannya dan untuk mengisi perutnya yang masih kosong.
Beruntungnya bagi Luthfa, ia bisa sarapan bersama dua pengawalnya di gazebo pinggir lapangan.
"Tuh kan, gue kena lagi, padahal gue nggak salah. Udah gue bela-belain buat nyelamatin nasi lo dari santapan maut dua curut itu, malah yang kena gue. Kemarin gue nggak minjem uang juga ditagih. Sebenarnya lo sedendam itu sama gue?" Meskipun saat ini Luthfa memasang tampang memelas, tak akan Nantha biarkan cowok itu berperilaku seperti bajaj. Banyak ngeles.
"Nggak mungkin kalau Mbak Rita bohong." Mbak Rita adalah pemilik kantin yang kemarin dikompromi Luthfa.
"Suer deh, by the way, heh kalian berdua! Makanan tadi enak, nggak? Enggak, kan? Iyalah, makanya ...." Luthfa menjeda ucapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mendaki Menuju Hatimu [TAMAT] ✓
Roman pour AdolescentsDipanggil 'cewek manja' oleh mereka yang keluarganya lengkap dan dipenuhi kasih sayang. Sebenarnya, ia hanya merasa lelah dengan kehidupannya, ingin dilihat dan diperhatikan oleh banyak orang. Namun, sikapnya yang salah justru membuat orang-orang se...