Apalah arti aku, yang bagimu seperti meminum air laut. Tak berguna.***
"Oh iya, di mana Genta?" Mata Wati mencari ke seluruh sudut ruangan dan tidak menemukan anak laki-lakinya. "Itu siapa?" tanyanya dengan dagu menunjuk ke sosok lelaki yang sedang duduk di kursi di dalam ruangan.
Nantha menoleh, menemukan Luthfa juga sedang menoleh ke arah mereka. Lelaki itu berdiri karena merasa terpanggil, mendekat ke mereka.
"Selamat siang, Tante. Saya Luthfa, kakak kelasnya Nantha di sekolah." Lelaki manis itu menyapa dengan senyum sopan.
Tersenyum simpul, Wati mengamati dari atas sampai bawah--hanya sampai pinggang saja--penampilan cowok itu. Terlihat biasa tetapi tegas. Wajahnya meyakinkan untuk menjaga Nantha, pikirnya.
"Kamu pacarnya Nantha?" Pertanyaan yang dilontarkan oleh Wati langsung disambut gelengan dan protesan dari keduanya.
"Bukan, Tante. Oh iya, semangat buat Tante! Semoga tetap menjadi seseorang yang selalu membuat Nantha tersenyum. Membuat Nantha tetap bersemangat dan bi--" Luthfa berhenti berucap ketika wanita itu memotong. Jelas bisa Luthfa pahami maksud potongan kalimat itu.
Wati pasti saat ini merasa pesimis sekali, tidak punya tujuan hidup ke depannya. Yang ia pikir adalah kapan kematian akan menghampirinya. Ya, hanya itu.
"Sudah-sudah. Kamu belum makan? Ajak Nantha, kalian makan berdua di kantin. Tante sendiri saja di kamar."
Menggeleng lemah, Nantha duduk di kursi dan masih memegangi tangan mamanya. Seakan tidak mau melepaskan.
"Kasihan Luthfa udah lapar, kamu ajak gih, Kei," suruh Wati.
Nantha masih menggeleng, membuat Luthfa berinisiatif untuk menjawab. Daripada ia seperti makhluk kelaparan yang menunggu Nantha mengajaknya ke kantin.
"Nggak kok Tante, Saya sudah makan tadi sebelum ke sini. Saya juga bawakan makanan buat Nantha dan beberapa buat Tante."
Luthfa heran, bukankah seharusnya pertanyaan Wati adalah, kebaikan Nantha. Bukankah Wati sudah tahu kalau Nantha diculik, seharusnya wanita itu bertanya bagaimana kronologinya dan apa yang Nantha lakukan sehingga bisa kabur?
Namun di sisi lain Luthfa senang, ternyata mereka malah membahas hal yang tidak penting. Mungkin juga karena rasa insecure wanita itu.
"Luthfa," panggil Wati. "Bantu saya jaga Nantha, ya."
Nantha menatap mamanya tidak percaya. Bagaimana mungkin Wati menitipkan anaknya kepada sosok lelaki yang bahkan tidak wanita itu tahu sifat dan kesehariannya.
"Eng ...," gumam si lawan bicara, tidak tahu harus menjawab apa.
"Tidak berat kok, Nantha orangnya baik dan pekerja keras. Dia selalu melakukan suatu hal secara mandiri. Kelemahannya hanya satu mungkin. Dia cengeng sekali." Wati terkekeh garing. Wajah tuanya terlihat pucat dan napasnya seperti semakin naik turun.
"Tapi Ma ...," ujar Nantha. Cewek itu mengusap air mata yang tersisa di pipinya.
"Nantha, Mama tahu segalanya. Kamu, kalau Mama tinggal pergi jangan--"
"Stop, Mama! Nantha nggak mau dengar itu lagi dari mulut Mama!" teriak Nantha. Gadis berambut sepunggung dengan baju warna biru tua itu kembali menahan tangis.
Cklek!
Terdengar suara pintu dibuka dan memperlihatkan sosok lelaki berumur 20 tahun dengan nama Genta. Segera lelaki itu berlari menghampiri kasur Wati, memeluk tubuhnya dengan erat. Sama seperti Nantha, ia tidak mau melepaskannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mendaki Menuju Hatimu [TAMAT] ✓
Novela JuvenilDipanggil 'cewek manja' oleh mereka yang keluarganya lengkap dan dipenuhi kasih sayang. Sebenarnya, ia hanya merasa lelah dengan kehidupannya, ingin dilihat dan diperhatikan oleh banyak orang. Namun, sikapnya yang salah justru membuat orang-orang se...