3. Keusilan

117 21 23
                                    

Apa persamaan kamu dengan defibrillator? Sama-sama membuat jantungku berdetak kencang.

***

Tak disangka, tas Nantha berpindah bahu. Luthfa mengambil dari pundak Nantha tanpa seizin dari gadis itu. Seharusnya cewek itu marah, namun karena takut cowok itu berubah pikiran, ia diam saja. Merasa senang saat ternyata cowok itu manis juga.

"Woy lo kok malah senyum-senyum sendiri, sih!" tegur Savina, matanya melihat dari atas ke bawah tubuh Nantha. "Tas lo mana? Ketinggalan?"

Nantha hanya mengendikkan dagunya ke arah Luthfa yang menandakan jawabannya ada di sana.

"Tumben mau, tadi cekcok dulu gitu," cibir Savina.

"Dia yang ambil, gue nggak nyuruh." Jawaban Nantha membuat Savina tidak bisa kalau tidak berteriak.

"Loh Kak Lutfa kok bawain tasnya Nantha, sih! Enak banget padahal Nantha nggak minta loh!" seru gadis itu membuat semua orang tersadar dan melotot tidak suka. Menghakimi ketidak-adilan sang ketua. Kalau memang ingin membawakan tas anggota, seharusnya semua mendapat jatah.

"Diam napa sih, Vin? Ntar dia nggak mau bawain tas gue lagi ih!" Cubitan kecil diarahkan Nantha ke perut buncit Savina.

"Bodo amat pokoknya gue harus dapat jatah dibawain tas gue!" Hampir semua cewek berkata sama persis seperti itu, terkecuali Nantha.

"Plis deh ciwi-ciwi diam napa! Bentar lagi nyampe, kalau kalian adu bacot mulu, malu didengar sama orang lain yang nggak kenal kita. Masa satu komunitas nggak akur?" Zero menyela. Ia selalu kesal mendengar rengekan seseorang. Entahlah, cowok itu yang paling sinis di antara yang lain.

"Lagian, ya, suka-suka Luthfa dong mau bawain tasnya Nona Keinantha yang mungkin memberi perasaan lebih pada ketua kita," celetuk Riful enteng. Tanpa saringan, ingin Nantha tabok saja kepalanya.

"Keinantha siapa?" Pertanyaan dari sesosok makhluk bernama Zero itu mengundang banyak tanya. Jadi selama ini cowok itu tidak tahu nama panjang Nantha?

Nantha hendak menjawab ucapan ngawur Riful tadi tapi tidak jadi karena pertanyaan Zero. "Gue-lah, siapa lagi?"

Zero terlihat seperti memerhatikan Nantha dari atas sampai bawah. Mungkin menilai apakah pantas nama itu dimiliki oleh gadis manja seperti Nantha. "Oh, maksud gue nama panjangnya, cuy!"

"Kepo banget, sih, lo!" sambar Luthfa kesal.

Suasana terasa berbeda. Sepertinya Luthfa mulai kesal, bisa saja ia memarahi sembarang orang. Perdebatan ini akan terus berlanjut.

"Guys, gue tadi ngasih tebakan ke ciwi-ciwi kelas 10. Perjanjiannya yang kalah bakal buat tenda nanti di atas. Gue setim sama Riful. Lo ikutan, nggak, bro? Lo?" Minza mengalihkan pembicaraan. Bertanya pada Luthfa dan Zero apakah mau ikut tebak-tebakan kali ini.

Luthfa melirik Minza sebentar kemudian mengangguk saja. Lagian ia juga butuh hiburan.

"Gue setuju!" seru Zero cepat. Jelas saja, cowok itu, kan paling semangat kalau menyuruh manusia manja bekerja. "Jadi gimana tebakannya?"

"Ada yang bisa jawab? Jawaban kalian tadi salah semua. Ntar kalau benar bakal dapet kesempatan kasih tebakan ke kita." Minza berjalan dengan langkah mundur.

Semua cewek menggeleng lemah, capek juga berjalan naik. Si Minza seperti tidak punya rasa lelah, masih bisa berbicara, bahkan berjalan mundur.

"Apaan?" tanya Nantha ingin tahu.

"Apa, sih, tebakannya?" Ganti Zero yang penasaran karena tanpa tahu pertanyaannya dia tahu jawaban dari Minza.

"Jawabannya adalah belalang dan kupu-kupu sama-sama kalau siang makan nasi, malam minum susu. Bwahahaha ...."

Mendaki Menuju Hatimu [TAMAT] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang