11. Chenle 🕟

39.1K 1.3K 167
                                    




































Kamis bukanlah hari yang spesial dikeluarga Lee. Tak ada yang benar-benar iconic untuk dilakukan, kecuali pagi-pagi mama menyiapkan sarapan dan papa yang menemani di meja makan sembari memotret rutinitas sang istri sesekali. Tetapi pemandangan berbeda terjadi pukul setengah lima-dimana di hari biasa mereka berdua asik bergelung manja berlatarkan remang lampu LED- Renjun yang sibuk menyiangi sayur, sedang Jeno yang terduduk di kursi makan sembari masih terkantuk-kantuk. Matanya yang sipit ketika tersenyum itu kiranya masih bak ditempeli getah nangka. Salah siapa, hari ini kan Jeno sudah ambil cuti di tempat kerja, kenapa masih harus dibangunkan sih?

Renjun berjalan menghampiri sang suami. Dilihatnya lelaki yang cukup berumur tersebut sibuk mengahalau kantuk, persis bayi. Sosok manis berusia setahun lebih muda dari si Lee mengulas senyum tipis. Masih sambil mematut pandang pada salah satu pahatan Tuhan paling epic, "Sayang? Hei, masih mengantuk?"

"Eh? Iya? Apa? Kamu butuh sesuatu?" gagapnya lantas buru-buru membenahi cara duduk. Hal tersebut mengundang kegemasan tersendiri bagi Renjun.

Diusapnya pipi si dominan sembari masih menyematkan senyuman. Renjun tak mengatakan apapun, hanya gelengan. "Tidak, aku tidak sedang butuh apa-apa kok. Kamu beneran masih ngantuk hm?"

"Ah, itu.. Tidak, hehe. Aku tidak kok, lagian sudah aku kumpulkan laporan keungannya ke pak kepala kemarin jadi ya kurasa bakal baik-baik saja sih.."

"Eh?" - asdfghjkl, Jenonya masih eror.

Mama muda yang kini tengah membawa nyawa berusia lima bulan di dalam perutnya terkekeh ringan. Menyaksikan Jeno berkata ngawur saat kesadarannya masih berhamburan membuatnya berkali lipat ingin memeluk selagi gegulingan, eh? Korelasinya apa? Tidak tahu, bawaan bayi mungkin?

"Ungh, jangan banyak bergerak nanti kamu jatuh sayang. Kasihan David ikut terbangun kalo kamu gelundungan.." ujar Jeno ketika merasakan beban bersarang dipangkuan. Tentu saja kedua tangannya tak tinggal diam, memeluk posesif pinggang sang istri sembari mengatur deru napas yang sedikit berantakan.

"David?" tanya Renjun saat berhasil menyatukan kening mereka tertahan. Napas tenang Jeno beradu dengan miliknya yang sama-sama pelan.

Haha, menggelikan bukan? Tapi beginilah yang sepasang suami istri itu lakukan saat Renjun meminta Jeno untuk menemaninya di rumah seharian. Cuddling dan bermanja-manja tak tahu tempat, ya harusnya bebas sih, kan rumah sendiri.

"Anak kedua kita, adiknya Lele.." jawab Jeno. Syukurlah, matanya secara slow-motion terbuka. Menampilkan obsidian bening yang mana mampu memenjarakan atensi pada jurang ketampanan bak wangseja.

Hawa dingin bersumber dari arah luar ventilasi dapur menyergap, tubuh Renjun makin merapat pada perawakan besar sang suami. Menyembunyikan wajah pada ceruk leher pun menyamankan degup jantung yang berloncatan ibarat udang ebi. Entah kenapa, buncit perut dan sembulan barang si lawan di pusat tubuh membuatnya sedikit tegang. Semenjak awal kehamilan, Renjun menjadi sangat sensitif terhadap sentuhan.

Abai pada sayur-sayuran di pantry, "Jen.."

"Hm? Kenapa sayang?"

"... Ayo lanjutkan yang semalam."

__

"R-Renjun-ahhh.." geraman Jeno yang terdengar penuh tahanan menyebar ke penjuru ruang. Tangannya sibuk memegangi kepala bersuarai abu yang tengah bergerilya di paha dalam serta pada lipatan-lipatan organ.

Kewarasannya sudah patut dipertanyakan semenjak si mungil turun dari pangkuan lantas bersimpuh di depan selangkangan. Menggoda spidey tertidur hingga ia bangun kembali sebab tengah mencari-cari keberadaan hangat liang, salahkan saja Renjun yang coba menantang.

Lagi, "J-jangan seperti ini, unghh? K-kamu membuatku gila jika- ahhh.."

Jilatan dibatang kemaluan Jeno oleh basah lidah Renjun semakin tak terkendali. Seakan sudah tersetel otomatis, gerakan naik-turun lalu memutari kepala penis nampaknya bukan hal yang sulit. Jangan lupakan lirikan nakal dari netra Renjun membuat sang dominan semakin tak kuasa menahan diri.

"M-masukkan sekarang, please. A-aku tidak-mmpph!"

Sudah lima belas menit permainan mari-mengulum-penis-Jeno digelar oleh si manis, namun tak ada tanda-tanda sajian utama akan dimulai. Lihat saja, kedua tangan kecilnya masih mengurung barang tegang berurat suami sembari diurutnya hati-hati. Mengocok seakan-akan benda tersebut akan hilang jika diselesaikan dengan tidak setiti.

Mulut yang sudah belepotan precum itu akhirnya angkat suara, "N-noo, mmmhh m-masih ahmm sausage-kuu.."

"A-ahhh R-Renjun-ahhh sshh.." Jeno bergidik nikmat oleh sensasi yang dijalarkan pucuk lidah sang istri ketika bermain-main pada lubang kencing, tak hanya sekali, namun lebih dari yang dapat dihitung jari. Kepala si jantan mendongak pasrah, tunduk akan kuasa submisif yang kini memegang kendali atas senjata perangnya di bawah.

Benar kata orang-orang, morning sex seperti ini-meski hanya berupa blowjob-sungguh membuat candu hingga taraf ketagihan. Gelenyar stimulus campuran dari basah lidah, halus kulit tangan, liur licin serta sapuan dingin awal hari begitu menggiurkan siapa saja yang tengah dimanja.

"Hmmpp sausage-kuu.."





















































"Mama? Papa? Sedang ap-" Shit! Itu Chenle.

























Omake

"Papa, kenapa lehernya merah-merah?" tunjuk Chenle pada leher Jeno yang nampak bernoda merah keunguan, tepat disekitar jakunnya.

Hampir tersedak kopi panas, Jeno menjawab. "Digigit nyamuk kok, kebetulan nyamuknya buuuesarr. Jadi seperti ini, hehe.."

"Ohh, tapi pa! Papa sama mama digigitnya bareng yaa? Lehernya mama juga merah-merahh tuh.." todong si lumba sembari menoleh pada Renjun yang sedang kikuk menyiapkan sarapan-karena sempat ditinggal main tadi, Renjun harus cepat atau Chenle akan terlambat lagi. Mendengar lontaran tanya tersebut, ia buru-buru membalik badan.

Gelagat ibu muda yang berjalan mendekat terlihat nervous hingga tenggorokannya terasa kering seketika, "T-tidak begitu, sayang. Ungg jadi, tadi papa sama mama abis adu kerokan. Cuma yang membedakan sama kerokan pada umumnya itu hanya pola sama tempatnya saja yang sengaja kita b-bedakan. Jadinya begini deh, hehe.."

Chenle mengernyitkan dahinya bingung, "Eh? Ohh, begitu ya. Oke Lele mengerti.."

Disaat bersamaan, Jeno dan Renjun bertukar pandang. Seakan mengirim signal lewat telepati jikalau tak lagi-lagi menggunakan dapur sebagai tempat pelampiasan! Huft, beruntung Chenle masih kelas 3 SD.




























End.

Long time no seee!
I miss youu guysss~
(ㅠ^ㅠ)

Gimana-gimanaaa? (;'༎ຶٹ༎ຶ')

Pemanasan dulu, okay? ( ͡ ͜ʖ ͡ )

Selamat bermalam Kamis,
buat kamu yang manis tanpa pemanis.
Semoga harimu selalu indah tanpa tangis,
Apalagi bersedih diri sebab sibuk mengais harap yang akhirnya tetap berujung tragis.
(≖ ͜ʖ≖)

©fujikazeyuki_

[✓] Omnia in Caritate | Mature Content🔞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang