02

216 52 21
                                    

Koleksi yang disebut sampah mengerikan itu adalah replika batu nisan dari semua manusia yang pernah dicabut nyawanya oleh J dan ditempatkan di dalam kamar mewahnya yang luas dan sudah serupa kuburan kaum elit.

"Koleksiku bukan sampah. Itu adalah monumen penanda bahwa aku tidak pernah gagal menjalankan tugasku selama hampir seratus tahun ini. Jadi kau tidak berhak menyebutnya sampah apalagi mengataiku parasit. Ingatlah alasan mengapa aku bisa terdampar di tempat ini bersamamu, dan itu adalah kesalahanmu. Kau yang membuatku diusir dari langit dan menjadikanku tampak menyedihkan karena terikat nafsu lapar dan haus serupa manusia!"

"A...ha. Jadi kau masih menaruh dendam padaku setelah apa yang kulakukan selama ini untuk menebus kesalahanku?" Avantee berkacak pinggang. "Kau tidak menghargai kerja kerasku? Kau malaikat tidak tahu terima kasih, pemarah, menjengkelkan, tidak memiliki hati nurani. Dan aku tidak tahu mengapa masih saja tahan menghadapi tingkahmu yang tidak tahu diri ini. Apa kau bahkan layak disebut malaikat?"

"Kau mau mati sekarang?" J bangkit dan berdiri di dalam peti mati tempatnya tidur selama ini.

Sepasang sayap hitamnya yang tak pernah muncul kecuali saat ia harus bertugas tiba-tiba merupa di punggungnya dan terbentang gagah sarat aura kematian. "Kenapa kau terus mengomel padaku seolah-olah tidak ada hal bermanfaat yang bisa kau lakukan selain menggangguku?"

"Kubilang aku bermimpi! Aku bermimpi sayapku luruh dan terbakar. Kau bisa melihat masa lalu dan masa depan setiap makhluk, bukan? Bisakah kau melihat masa depanku sekali ini saja?" Avantee mengulurkan tangan kanannya panik, mengajak J bersalaman agar bisa meramalkan arti mimpinya.

Namun J hanya menatap tangan putih mulus itu dingin sebelum menyeringai sinis. "Aku tidak sudi melakukannya."

"Kau harus melakukannya, J! Aku tidak pernah meminta bantuanmu sama sekali selama hampir seratus tahun terakhir kita hidup bersama, kan? Kenapa melakukan hal sesepele ini pun kau tidak mau?"

"Karena aku merasa, aku memang tidak harus membantumu dalam urusan apa pun."

"Astaga!" Avantee menjambak rambutnya sendiri frustrasi karena ia akhirnya benar-benar sadar kalau sudah menyia-nyiakan hidupnya bersama makhluk tak tahu balas budi ini. "Satu bulan lagi masa hukuman kita akan segera berakhir. Aku tidak ingin tanpa sengaja melakukan dosa lagi dan membuat sayap-sayapku menghilang. Tolonglah aku sekali ini saja. Apakah Tuhan benar-benar tidak meninggalkan setitik pun jejak kebaikan di dalam hatimu? Tunggu, apa kau punya hati?"

"Membusuklah di bumi, siapa yang peduli." J memungkas kejam bersama menghilangnya sayap di punggung dan kembali menutup peti untuk melanjutkan tidur.

Tak peduli walau setelahnya Avantee terus menggebrak-gebrak peti matinya. Peti itu tak pernah terbuka. Sampai akhirnya terdengar bel rumah berbunyi.

Avantee akhirnya menyerah dan pergi. Ia berjalan keluar untuk memeriksa siapa tamu yang datang. Tak biasanya sang manajer datang ke rumah pagi-pagi.

"Gadis ini tertidur di depan pagar rumah Anda." Seorang security berdiri di samping gadis berambut panjang yang terus menunduk seolah-olah sengaja menyembunyikan wajah agar tidak dikenali. "Dia bilang, sedang mencari ayah angkatnya."

"Lalu kenapa kau membawanya ke sini?" Avantee bertanya dengan sisa marah yang semestinya tertuju untuk J. Namun kendatipun sedang terlihat marah, wajah dan suaranya yang merdu masih terlalu menghipnotis sehingga security tetap tersenyum ramah padanya.

"Perlihatkan apa yang kau punya pada Tuan Avantee." Security memberi perintah pada gadis di sampingnya.

Emily dengan keraguan, mengulurkan lempeng kartu nama perak yang ia miliki tanpa berani mengangkat muka. Tangannya gemetar gugup setelah mendengar suara si empunya rumah. Sementara sepasang matanya yang hanya berani mencuri-curi pandang pada tangan pria yang kemudian terulur untuk mengambil kartu namanya, seketika membelalak gakjub.

A Perfect Mess ( End || Cerita Belum Direvisi) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang