07

233 44 11
                                    

"Antarkan kami pulang." Avantee memberi perintah dengan suara berat khas orang mabuk ketika akhirnya ia berhasil menjangkau pintu mobil dan menyusup masuk.

Ini pengalaman pertamanya meneguk miras, dan tak pernah menyangka kalau reaksianya akan sedahsyat ini pada dirinya. Avantee nyaris tak sanggup membawa tubuhnya sendiri, hanya menyandar lemah di kursi dan pasrah saat tubuh Emily ambruk menimpa tubuhnya tak berselang lama kemudian, lantaran gadis itu ternyata juga tak bisa bersentuhan dengan alkohol.

"Jangan mendekati minuman beralkohol. Itu berbahaya. Banyak dosa bermula darinya. Percayalah padaku, karena aku adalah makhluk suci yang sudah sering menyaksikan perbuatan dosa umat manusia lantaran mereka menegak miras." Avantee mulai meracau sesaat setelah mobil melaju meninggalkan Arco Entertainment.

Menggelitik J yang fokus mengemudi untuk menanggapi, "Ah, tapi sekarang kau sedang mabuk, dan aku akan melihat makhluk suci sepertimu melakukan dosa besar bersama anak angkatmu karena miras. Lalu aku akan diam saja karena kau pantas membusuk di bumi bersama para pendosa itu."

Avantee dengan gerakan patah-patah serupa zombie, kemudian mengacungkan tangan kiri menunjuk J tak suka. "Tutup mulutmu. Jangan ikut campur saat aku mencoba menasihati putri kecilku...."

"Dengan senang hati." J sekali lagi menyeringai. "Aku akan diam dan menunggumu menangis darah dalam penyesalan."

Keduanya lalu kembali diam karena Avantee tak lagi sanggup mendebat dan hanya ingin tidur. Hingga akhirnya mobil berhenti di halaman rumah mewah Avantee, lelaki itu kembali terhenyak dan keluar setelah J menekan klakson berulang kali untuk membangunkannya.

Menggerutu tak jelas dan tetap sempoyongan, Avantee merangkak keluar mobil. Namun meskipun ia mabuk, rasa tanggung jawabnya masih menuntut untuk membawa serta Emily bersamanya. Sekalipun itu harus bersusah payah, Avantee memaksa gadis yang sudah kehilangan kesadarannya itu untuk berjalan masuk ke rumah sementara J hanya bersedekap sambil menyandar di badan mobil, tak berminat melakukan apa-apa selain meledeknya.

"Pastikan kau benar-benar menikmati malam ini agar itu sebanding dengan penyesalanmu nanti."

Avantee tak mengindahkannya, membanting pintu utama yang baru saja dia lewati dan memapah Emily ke kamar. Seharusnya, Avantee langsung pergi begitu selesai membaringkan tubuh gadis itu ke tempat tidur. Namun barangkali miras sudah benar-benar meracuni akal sehatnya, Avantee malah terdiam bengong di sisi ranjang, mengagumi keindahan ragawi Emily yang hampir seluruh bagian kakinya terekspos dan menelan ludah sebelum akhirnya tergoda untuk duduk di bibir ranjang dan menyentuh pahanya yang ramping.

"Manusia memang indah...." Avantee bermonolog bersama dengan tangan kanannya perlahan menyapu naik dan turun menyusuri kaki Emily yang putih bersih. Tak ayal, perbuatannya membuat pemilik kaki itu mengerang lirih di tengah sepersekian persen sisa kesadarannya. Yang lantas disambut Avantee dengan senyum lebar sarat kepuasan. "Kau menyukainya?"

Emily menggigit bibir dan membuka mata menatap Avantee sayu saat tangan lelaki itu berhenti meraba, seakan mengiyakan dan mengharap sesuatu yang lebih darinya, tak sanggup berkata-kata.

Avantee kemudian merangkak naik. Mengungkung Emily sebelum mengusapkan telunjuknya perlahan dan nakal ke permukaan bibir mungil nun ranum gadis itu.

"Aku akan mengakhiri masa hukumanku dalam minggu ini. Dan kau akan menjadi pewaris atas semua hartaku setelah aku kembali ke surga. Tetapi...." Avantee menjeda tutur untuk membasahi kerongkongannya yang keronta akibat gerah oleh gairah yang ia rasakan. "Bolehkah aku ... sekali saja, tahu seperti apa rasanya bercinta? Bisakah ... kita melakukannya sebelum aku pergi?"

A Perfect Mess ( End || Cerita Belum Direvisi) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang