"Perasaan terikat terhadap segala sesuatu yang ada di bumi adalah awal dari segala malapetaka." J menukas dingin, dan hanya menyeringai tipis sekilas pada Emily sebelum melanjutkan perjalananannya ke kamar.
Dia makhluk tanpa hati nurani. Emily menggeleng dan berlalu mendatangi Avantee yang masih bersimpuh di lantai ruang tamu. Lelaki itu menatap kosong ke lantai tempat di mana dia bisa melihat pantulan wajahnya yang sembab dari permukaan keramik yang mengilat. Emily berjongkok di depannya sembari meringis menahan sisa ngilu yang masih dia rasakan. Menatap Avantee iba walau sebetulnya dia sangat marah padanya.
"Nasi sudah menjadi bubur, kan?" kata Emily datar, berhasil menarik perhatian Avantee yang lantas menatap padanya. "Aku mungkin bukan tipemu. Tapi Bagaimana pun juga, aku tetaplah gadis baik-baik yang sudah kau rusak. Karena itu, suka tak suka kau harus—"
"Aku akan menikahimu." Avantee menukas lirih seakan-akan tak lagi memiliki tenaga untuk mengelak, bertengkar atau apa pun. "Maafkan aku karena sudah melibatkanmu dalam masalah ini."
Avantee kemudian beranjak bangkit. Masih menatap Emily kuyu, dia kembali bicara, "Aku mungkin juga bukan tipemu. Karena seperti yang kutahu, kau lebih tertarik pada J semenjak awal. Tapi biar bagaimanapun, kau harus belajar untuk menyukaiku karena aku yang sudah merenggut kesucianmu."
"Soal itu—"
"Tidak perlu merasa canggung padaku." Avantee menukas lagi. "Kau tetap bisa menjalankan kehidupanmu sebagai seorang remaja, melanjutkan pendidikan dan mengejar cita-cita yang kau inginkan setelah kita menikah. Kau tidak perlu mencari pekerjaan lagi karena mulai sekarang akulah yang akan menanggung semua keperluan hidupmu. Dan aku bukan lagi ayah angkatmu."
Lega setelah mengatakan itu semua, Avantee meninggalkan ruang tamu dengan gontai menuju kamarnya. Dia masih membutuhkan waktu untuk bisa menerima semua ini, dan itu bukan perkara mudah meski dia berhasil mengatakan apa yang semestinya dikatakan kepada Emily. Avantee tetap membutuhkan waktu untuk bisa ikhlas menerima takdir baru yang tercipta karena kesalahannya sendiri, dan yang terpenting, dia juga harus belajar untuk jatuh cinta kepada Emily.
"Apa-apaan ini. Kenapa dia dingin sekali padahal seharusnya akulah yang lebih terpukul karena di sini aku korbannya. Aku yang dinodai. Kenapa dia yang bertingkah seolah-olah akulah pemerkosanya?!" Emily menggerutu sebal dalam kesendiriannya.
"Kau bilang apa?" Roger menyahut dari belakang Emily dengan tiba-tiba, mengejutkan gadis itu hingga sontak terlonjak dan mundur beberapa langkah menjauhinya.
"Kenapa kau mengagetkan saja?!" pekik Emily spontan sambil mengusap dadanya yang bertalu.
Roger mengangkat kedua tangannya sambil memperlihatkan wajah penuh sesal. Dia sama sekali tidak bermaksud mengagetkan, tetapi sayang kenyataan itulah yang terjadi. "Aku minta maaf soal itu. Tetapi, sudah berapa lama aku tidur dan ... bisa kau ulangi lagi kata-katamu tadi?"
"Kenapa aku harus mengatakannya padamu?"
"Karena aku manajer Avantee. Apa kau tidak tahu? Wajahku sering muncul di Tv saat menemaninya wawancara. Karena itu aku harus tahu segala hal yang sudah dia lakukan, terutma jika hal itu bisa memengaruhi nasib kariernya dalam industri hiburan."
Emily menghela napas panjang dan duduk di salah satu kursi. Dia menepuk tempat kosong di sisinya memberi isyarat agar Roger duduk di sana. "Kau mungkin akan pingsan lagi, jadi pastikan dirimu sudah mengatur posisi yang layak agar tak gegar otak karena terantuk lantai atau sudut meja."
Untungnya, Roger tidak kembali pingsan. Namun, dia cukup marah, sehingga begitu Emily mengahiri cerita, dia sontak beranjak menemui Avantee. Menyerobot ke kamarnya dan mengomel tak peduli walau pemilik kamar itu terlihat jelas sedang sangat kacau, meringkuk di tempat tidur dengan menyedihkan dan hanya menatap kosong ke arah lampu meja saat Roger terus melancarkan aksi ngomelnya.
"Berikan dia uang dan suruh tutup mulut. Bila perlu, kirim dia ke tempat yang jauh. Atau ... jika dia menolak dan bersikeras menginginkanmu, kau bisa mengatakan kalau dialah yang sudah menjebakmu. Itu bukan perkara sulit. Wanita mana sekarang yang tidak ingin tidur denganmu? Bahkan sekelas putri pejabat pun, banyak yang menginginkanmu seandainya saja kau tidak kelewat sombong dan mengacuhkan mereka semua."
"Aku harus menikahinya." Avantee menghela napas dan menanggapinya malas. "Sekarang keluarlah. Aku ingin sendirian."
"Tidak bisa! Kau tidak bisa melakukannya karena aku tidak akan pernah mengizinkannya! Apa kau gila? Menikahinya?!" Roger mondar-mandir seperti orang gila.
Beberapa kali dia kedapatan menjambak rambut sebelum berhenti di dekat ranjang dan memaksa Avantee duduk tegap. "Butuh waktu yang sangat lama untukmu bisa sampai di titik ini. Menikah? Apa kau mau mati? Kau tahu ada berapa banyak karier artis yang hancur setelah mereka memutuskan untuk menikah? Jangankan menikah. Begitu mereka mengumumkan kabar berpacaran—"
"Aku tahu, aku tahu...." Avantee menukas putus asa sambil menepiskan tangan Roger yang mencengkeram lengannya. "Masalahnya ini bukan sesuatu yang bisa kuhindari, ini bagian dari tugas dan penebusan dosaku. Jikapun pada akhirnya itu akan mengahancurkan karierku, aku tetap harus menikahinya. Aku akan meninggalkan dunia yang sudah membesarkanku kalau itu memang harus dilakukan. Jadi pulanglah sekarang."
Roger kembali berdiri tegap dan mengehela napas. Untuk sementara waktu, dia akan membiarkan Avantee. Setidaknya untuk saat ini, dan dia akan menemui Robert untuk membahasnya bersama. Bos besarnya itu pasti bisa memberikan solusi untuk membantunya. Termasuk bila itu berarti harus menyingkirkan Emily.
"Kalau begitu aku akan pergi. Aku akan memberimu waktu untuk memikirkan semuanya. Dan kuharap, pikiranmu sudah kembali waras saat nanti aku kembali."
*
Pagi-pagi sekali ketika Emily sedang berkutat di dapur untuk menyiapkan sarapan bagi orang serumah, perhatiannya pada sup yang sedang direbus, teralihkan pada J yang bergerak cepat meninggalkan kamar menuju rak buku di ruang tengah. Lelaki itu terihat kelimis seperti baru saja keramas dan menyisir rambutnya ke belakang. Sangat maskulin dalam balutan sweater hitam dengan potongan turtleneck dan celana bahan berwarna senada. Sibuk memilah-milah buku di rak sehingga tidak menyadari keberadaan Emily di dapur dan tengah mengawasinya.
Si tampan yang berengsek, itulah penilaian yang terlintas di benak Emily pagi ini. Dia tersenyum menertawakan dirinya sendiri, tak mengerti mengapa bisa terpesona padanya, bahkan setelah Emily mengetahui siapa jati dirinya, juga setelah apa yang dilaluinya bersama Avantee. Bibir J tetap selalu menarik perhatian, membuatnya tak sadar sudah menelan ludah dan berjingkat saat tahu-tahu wajah Avantee merupa tepat di depannya di seberang pantry, menyeringai tak suka dan sarat peringatan.
"Kau sudah memiliki calon suami sekarang. Berhentilah mengagumi ketampanan pria lain karena aku tidak suka melihat caramu menatapnya."
Emily mengerjap dengan wajah memanas. Dia segera mengalihkan perhatiannya ke arah sup yang sudah mendidih dan mematikan kompor. Sesekali melirik Avantee yang sialnya masih betah berdiri di sana sambil memandanginya.
"Aku hanya penasaran dengan apa yang dilakukannya sepagi ini di sana. Dia tidak biasanya bangun pagi dan mencari sebuah bacaan." Emily membuat alasan tanpa menunjukkan wajah pada Avante dan berusaha tetap menyibukkan diri dengan masakannya.
"Itu karena dia tidak tahu di mana letak keberadaan Menara Eiffel. Dia akan pergi Jumat pekan ini. Dan gerbang menuju Taman Langit akan terbuka di sana."
Emily tak kuasa menahan tawanya, terkikik sambil menggigit bibir. Menggoda Avantee untuk ikut tersenyum. Sialan. Mengapa dia sangat tampan saat tersenyum seperti itu? Emely seketika menyesali tindakannya yang sudah nekat menatap pada wajahnya. Dia pasti sudah tidak waras kalau sampai tidak bisa tergila-gila padanya setelah diperistri nanti.
"Kenapa kau tertawa?" Avantee berjalan memutari pantry dan membantu Emily menyelesaikan pekerjaannya dengan membawakan sup panas yang sudah siap di mangkuk ke meja makan.
"Entahlah, barangkali selera humorku sudah anjlok sekarang. Malaikat maut tidak tahu letak keberadaan Menara Eiffel, terdengar sangat lucu."
"Jangan sok pintar. Memangnya kau tahu di mana letaknya?" J muncul tiba-tiba di hadapan Emily dan sekali lagi pagi ini, jantung gadis itu hampir copot karena kaget.
*
KAMU SEDANG MEMBACA
A Perfect Mess ( End || Cerita Belum Direvisi)
Romance[18+] CAST: 1.Kim Taehyung: Guardian Avantee 2. Kimsohyun: Emily Raider 3. Jeon Jungkook: J The Reaper "Jangan mendekati minuman beralkohol. Itu berbahaya. Banyak dosa bermula darinya. Percayalah padaku, karena aku adalah makhluk suci yang sudah...