Momen pertama kali mereka makan bersama, adalah momen paling canggung bagi Emily. Pikirannya masih melanglang buana. Betapa pun ia memikirkan bagaimana bisa terbangun di depan gerbang rumah mewah ini sementara sebelumnya ia yakin telah tertidur di halte, Emily tak bisa menemukan jawabannya.
Uang hasil mengorek celengannya pun masih utuh. Membayangkan dirinya naik bus ke suatu tempat dalam kondisi tak sadar....
"Ah, aku pasti sudah gila sekarang." Emily merintih sambil menjambak rambutnya frustrasi. "Astaga! Bagaimana kalau sebenarnya kemarin ada seseorang yang sudah membunuhku dan sekarang aku sedang di alam kematian? Atau ... apa aku sedang bermimpi karena sebelum tidur memikirkan Avantee?"
"Kau mau bertemu psikiater untuk memastikan kesehatan jiwamu?" Suara Avantee menyahut dari kejauhan. "Kau terus berbicara sendiri sejak kita duduk bersama di sini. Itu membuatku merinding."
Emily menoleh ke ujung meja di sisi kiri. Tempat di mana Avantee duduk sebagai Tuan Pemilik Rumah dan menikmati makan malamnya.
"Selera humormu sungguh mengejutkan." Emily menyeringai masih terkesan tak bertenaga. "Kau tahu pasti aku jadi begini karena dirimu yang terus membicarakan omong kosong."
"Bicaralah yang sopan denganku. Bagaimana pun juga, aku ini ayah angkatmu."
Emily mendengkus tak percaya karena Avantee tetap bersikeras dengan omong kosongnya. Kembali menatap jamuan kelewat sederhana yang terdiri dari aneka sayur rebus dan buah. Ya Tuhan, menu ini bahkan tampak sangat menyedihkan bagi Emily yang selama ini terbiasa makan apa adanya. "Meskipun kau bersikeras mengatakan bahwa kartu nama itu milikmu, Sejujurnya aku tetap tidak bisa memercayainya. Jadi berhentilah mengatakan kalau kau ayahku."
"Kenyataannya aku memang ayah yang selama ini membiayai hidupmu."
Emily meletakkan sendoknya dan kembali menoleh Avantee. Tak lagi berselera makan. "Kalau begitu, bisa kau buktikan sesuatu agar aku bisa percaya?"
"Aku tahu kapan kau ulang tahun. Aku mengenal nenekmu, orang tuamu, pamanmu, dan tahu di mana kau tinggal selama ini. Kau ingin aku memberi tahumu informasi yang mana dulu?"
Emily menghela napas untuk kesekian kalinya. Pandangannya kini kembali tertuju ke piring di depannya. Benar-benar tidak masuk akal. Seperti halnya ukuran meja makan kayu mahoni itu yang juga sangat tidak lazim. Panjangnya tak kurang dari sembilan meter dengan lebar satu koma lima meter, yang tidak memungkinkanmu bisa meraba apa tepatnya ekspresi yang kini diperlihatkan lawan bicaramu. "Kau bisa memulainya dari mana pun. Asal kau yakin jawabannya benar."
"Kau lahir tanggal 1, bulan 1, tahun 2001. Nenekmu imigran gelap pencari suaka yang berhasil lolos di antara banyaknya imigran gelap lain yang tertangkap dan dikembalikan ke Korea Selatan saat terjadi krisis di masanya. Nenekmu menikah dengan warga lokal dan memiliki dua anak; paman dan ibumu. Orang tuamu meninggal saat usiamu baru satu tahun akibat sebuah kecelakaan kereta bawah tanah yang menewaskan seluruh penumpang gerbong pertama dan kedua. Lalu kau diasuh nenek dan pamanmu. Karena aku merasa prihatin melihat penderitaan nenekmu yang seakan tidak pernah berkesudahan, aku memberinya hadiah. Dan itu kartu namaku. Jadi dia tidak perlu menjadi pemulung lagi untuk bisa membiayai hidupmu."
Emily tercengang. Dari mana Avantee tahu soal sejarah hidupnya sampai sedetail itu? Dia tidak mungkin terlihat masih semuda ini seandainya sudah hidup selama itu, kan?
"Sekarang kau percaya padaku?"
"Kau mengerikan."
"Dia itu psikopat. Tentu saja mengerikan." Suara lain tiba-tiba menyahut dari arah berlawanan.
Emily sontak menoleh ke sisi kanan. Dan di ujung kepala meja, entah sejak kapan—duduk seorang pemuda rupawan maskulin mengenakan pakaian serba hitam dan memancarkan aura dingin yang bikin merinding. Namun di saat bersamaan, ia juga terlihat berwibawa dan berkelas. Tunggu, bahkan bibir mungilnya itu terlihat jelas sangat seksi dan menggoda dari jarak sejauh ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Perfect Mess ( End || Cerita Belum Direvisi)
Romance[18+] CAST: 1.Kim Taehyung: Guardian Avantee 2. Kimsohyun: Emily Raider 3. Jeon Jungkook: J The Reaper "Jangan mendekati minuman beralkohol. Itu berbahaya. Banyak dosa bermula darinya. Percayalah padaku, karena aku adalah makhluk suci yang sudah...