Dua puluh empat. Dendam

618 96 8
                                    

Lagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lagi. Adriana kembali membuat kamarnya hancur berantakan seperti kemarin. Dia membanting barang-barang yang ada didalam kamarnya itu. Serpihan-serpihan kaca berserakan dimana-mana. Dirinya meluapkan emosi yang ada didalam dirinya itu.

"Sialan! Sialan! Sialan! Juan sialan! Yang seharusnya berada disinggasana adalah anakku!"

Adriana kembali berteriak keras dan membanting guci yang ada disamping pintu kamarnya dengan penuh kemarahan dan juga emosi. Dirinya mengerang frustasi. Merasa marah dengan semua orang tak terkecuali dengan suaminya sendiri. Brian.

Adriana megangkat lukisan yang menggambarkan dirinya dan Brian dengan kasar dan membantingnya hingga lukisan itu terjatuh ke lantai. Lukisan itu ia injak-injak hingga terkoyak tak terbentuk lagi.

Pintu kamarnya tiba-tiba terbuka, menampilkan atensi Brian yang menatap perihatin sang istri yang sedang menangis dengan posisi terduduk. Disampingnya ada lukisan yang menggambarkan dirinya dan Ardriana sudah rusak karena Adriana sendiri.

Brian berjalan mendekat pada Adriana yang tengah terduduk menangis tersedu-sedu. Dengan perlahan, ia menyentuh pundak Adriana dan bersimpuh untuk menyamakan posisinya.

Ia lalu membalikkan posisi Adriana agar ia dapat menatap wajah Adriana. Dihapuskannya air mata Adriana yang mengalir di pipinya itu dan merengkuh Adriana kedalam pelukannya. Brian membelai rambut Adriana dengan pelan sambil sesekali mengecupnya.

"Katakan padaku, kenapa kau menjadi seperti ini, Adriana? Kamu bukan seperti Adriana yang ku kenal dulu. Kamu berbeda," ucap Brian sambil terus membelai rambut Adriana.

Adriana dengan tiba-tiba mendorong tubuh Brian, membuat Brian jatuh terduduk. Adriana menatap nyalang pada sang suaminya itu. "Aku seperti ini agar mereka dapat merasakan apa yang aku dan Jeno rasakan! Semasa kecil Jeno, dia hanya boleh berkeliaran dimalam hari dan hanya boleh bermain dibelakang istana. Kamu mengasingkan anakmu sendiri, Brian! Kamu bahkan lebih memprioritaskan mereka dibandingkan aku dan Jeno yang kala itu masih sangat kecil. Bahkan kamu bermain dengan Jeno hanya sebanyak hitungan jari dan hanya dalam waktu yang sebentar. Anakku butuh kasih sayang juga, Brian! Jika kamu tak mencintaiku dengan sungguh-sungguh lebih baik kamu tak menihkahkan ku waktu itu dan membiarkanku membesarkan Jeno walaupun sendirian! Aku lelah, Brian!"

Brian membuang napasnya kasar lalu menunduk. Ia tak tahu jika selama ini Adriana menyimpan dendam. Brian tersadar, jika ini semua adalah kesalahannya. Brian tak seharusnya mengasingkan Jeno dan Adriana.

Tetapi, Brian yakin. Keinginan Adriana yang sangat menginginkan tahtanya jatuh pada Jeno bukan keinginan yang memang ada dari dulu. Pasti beberapa orang tengah memengaruhi Adriana. Brian sangat ingat, ketika Adriana mengatakan jika dirinya tak menginginkan tahtanya karena memang Juan lah yang pantas menerimanya.

"Kamu tidak menginginkan Jeno menjadi penerus kerajaan?" tanya Brian sembari mengelus kepala seorang bayi yang tengah digendong oleh Adriana—Jeno.

Lintas Waktu [Lee Jeno]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang