"..Sei."
Gue benar-benar kaget waktu Rei nyenggol tangan gue dan manggil gue nggak pakai kata 'ceb'. Seketika gue noleh, dan Rei ternyata lagi natap gue dengan senyum yang... canggung.
"Gue... hmm... gue..."
Gue cuma ngangkat alis. Jujur aja, Rei kelihatan imut waktu dia gugup gini. Pipinya jadi merah, matanya ngelirik kesana-sini, tangannya sibuk ngusap tengkuk--gerakan yang selalu dia lakuin kalau lagi malu atau gugup.
"Sei... gue..."
"Iya...?"
"Gue..."
"Iya Rei...?"
"Gue..."
"CEPETAN REI BILANGNYA! GUE UDAH PENASARAN NIH!"
"IYA!"
... Gue baru nyadar kalau seluruh anak di kelas jahanam ini pada ngerubungin gue dan Rei. Di barisan paling depan ada Mawar, Adora, Krisna, dan Yoga--kumpulan pencemooh di kelas gue. Gue juga baru 'ngeh' kalau yang teriak barusan itu si Krisna, cowok pecinta gratisan dan yang selalu jadi kompor di kelas.
Termasuk manusia yang selalu tahu gosip-gosip terkini di sekolah. Kata lainnya, teman gosipnya Mawar.
"Berisik lo pada!"
Krisna malah ketawa ngakak waktu Rei teriak. "Lo sih, lama banget. Kayak anak SD kalo mau nyatain cinta aja."
"Gue nggak jajanin lo lagi ya Kris."
"Jangan gi--"
"Permisi."
Seolah ada remote control, semua kepala noleh ke arah suara yang baru muncul. Gue rasa mata gue udah mau copot dari tempatnya waktu tatapan gue jatuh ke cowok yang berdiri di depan pintu kelas, dengan gaya santai dan bawa helm ala cowok.
"Lo...Rajendra kan?" Artha ngeliatin Rajendra dengan tatapan yang salty banget. Ah, kayaknya vampirsatu ini inget sama juniornya di basket.
Rajendra nganggukin kepalanya, tatapannya beredar diantara kumpulan kepala yang lagi ngeliatin dia dengan tatapan kepo, sampai akhirnya dia senyum lebar banget waktu nemuin gue yang masih melotot. "Kak!"
Dan semua mata sekarang natap gue dengan tatapan kepo mereka. Mawar sama Adora cuma saling lempar kode, saling sikut-sikutan sambil bolak-balik melototin gue--seolah mau ngirim kode ke gue tapi emang dasarnya gue kurang peka, kode yang mereka kirim jadi gagal.
"Lo...ngapain ke sini?"
Pertanyaan dari Artha bikin kita semua kembali natap Rajendra. Junior yang seolah nggak punya rasa malu itu cuma ngangkat kedua alisnya, "Gue ada urusan sama kak Sei. Lagian ngapain kak Artha kepo sama urusan gue?"
Gue bisa dengar beberapa teman gue pada ngasih komentar pelan banget.
'Lah, mampus udah Rajendra. Cari mati sama macan tidur.'
'R.I.P dek cakep."
'Kabur kuy? Ogah banget kena marahnya si macan nanti.'
Untuk orang-orang yang belum kenal dekat sama Artha, mereka bakal ngeremehin cowok dengan kulit putih mulus dan badan yang nggak seberapa tinggi itu. Tapi kalau mereka udah pernah melihat dengan mata kepala sendiri waktu Artha 'meledak', mereka bakal selalu jaga omongan mereka supaya nggak kecipratan 'semprotannya' Artha.
Semua pada tegang, nungguin saat-saat Artha bakal ngeluarin api dan nyemburin apinya ke Rajendra.
Dan saat Artha mulai buka mulut, kita semua pada meringis--
"Iya juga sih, nggak ada urusannya sama gue. Sori deh udah kepo."
Seketika kelas hening, semua natap Artha dengan mulut yang lebarnya udah macem pintu masuk gua.
"YAH GAK ASIK SI ARTHA MAH"
"ARTHA KITA NGGAK TEMENAN LAGI!"
"MANA DRAMANYA?! GUE BUTUH DRAMA"
"GAUSAH JAIM LO THA DI DEPAN JUNIOR LO!"
"COBA KALO YANG NGOMONG KITA! UDAH LO CACI MAKI PANJANG KALI LEBAR KALI TINGGI!"
Semua pada teriakin protes mereka ke Artha--yang tetap aja lempeng dan cuek sama semua protes mereka. Cowok satu itu malah asyik buka bungkus milkita dan masukin permen itu ke mulutnya--yang bikin anak-anak makin semangat ngeluarin segala jenis 'pujian' buat cowok itu.
"Ceb, lo janjian sama Rajendra?"
Pertanyaan dari Rei bikin gue mikir. Iya juga ya? Perasaan gue nggak janjian sama cowok itu.
"Nggak--"
"Kak Sei, ayo pulang."
.
.
.
"Ha?"
×××
"Mau pulang bareng gue kak?"
YOU ARE READING
Teman Sebangku Laknat ✔
Teen FictionDingin. Jutek. Sinis. Ekspresi datar. Ngeselin. Suka se-enaknya. Ciri-ciri siapa? Reiki Sadewa. Makhluk yang bisa bikin lo pengen banget merancang cara jitu melenyapkan seseorang dengan cepat.