Seketika semua suara yang awalnya saling tindih gara-gara perlakuan Artha yang nggak adil, jadi hilang. Kelas gue mendadak jadi senyap. Semua diem, ngelihatin gue-Rajendra-gue-Rei-gue-Rajendra. Gitu terus aja sampe Jumin Han ada di dunia nyata.
"Lo mau nganterin Sei? Gue nggak salah denger kan?"
Baik gue dan kawan-kawan jahanam gue noleh waktu suara Rei yang entah kenapa terdengar lebih datar dari biasanya memecah keheningan kelas. Pelan-pelan gue mundur, sembunyi di belakang punggung Rei waktu lihat ekspresinya yang bener-bener aneh. Jujur aja, ini pertama kalinya gue lihat Rei nunjukin ekspresi seolah dia mau mukulin si Rajendra sampai cowok itu kembali ke tempat para dewa-dewa cakep berasal a.k.a sampai si Rajendra hilang kesadaran.
"Ya. Gue mau anterin kak Sei." Entah Rajendra berusaha berani atau cuek sama ekspresi mengerikan Rei, dia jawab dengan nada yang santai banget--seolah nggak ada beban sama sekali.
Padahal kita semua udah tegang banget, junior satu itu malah santai jawab pertanyaan Rei yang mengandung unsur sarkasme dan seolah ada pesan tersembunyi yang intinya : kita-lihat-cepetan-mana-jawaban-lo-sama-pukulan-gue.
"Ih gila, gue berasa kayak nonton drama korea secara live."
Gue langsung aja melototin Krisna yang sempat-sempatnya bisik-bisik dengan volume lumayan keras. Emang bener-bener minta dicebolin juga kompor satu ini.
"Lo tau sikap lo saat ini nggak sopan? Nyadar kan lo kalo gue, bahkan semua yang ada di sini itu senior lo?"
Gue yakin kalo yang lain juga natap Rei seolah cowok itu baru aja bilang hal aneh. Ini kali pertama Rei bahas soal junior-senior. Percayalah kalo gue dan yang lain bilang kalo Rei itu salah satu senior yang paling cuek soal senioritas. Dia nggak pernah permasalahin sikap junior-junior yang agak kurang ajar ke dia selama ini, yang ada malah Yoga yang sering negur junior-junior itu kalo udah mulai kelewat batas.
Iya, gitu-gitu Yoga sangat menjunjung tinggi tata krama ke orang yang lebih tua--meskipun kalo sama gue dia macem makhluk yang gak punya akhlak.
Bukannya merasa malu atau bersalah, Rajendra malah ngangkat kedua alisnya. "Gue cuma jawab pertanyaan kak Rei. Apa menjawab pertanyaan sekarang jadi hal yang nggak sopan? Kalo gitu, gue nggak harus jawab pertanyaan kak Rei supaya sikap gue sopan ke lo?"
Sebelum gue sempat nahan Rei, cowok itu udah beranjak maju--yang bikin Yoga dan Keano buru-buru berdiri di depan Rajendra. Bahkan Rajendra juga ikutan maju, dan bikin Yoga balik badan buat nahan junior yang punya badan kurus tapi tenaganya macem kuda.
"Santai Rei, santai."
"Minggir gak lo?!"
Gue cuma melongo ngelihat pemandangan di depan gue. Baik Rei sama Rajendra udah lolos dari Yoga sama Keano, dan Rei baru aja banting Rajendra ke lantai. Sekarang Yoga, Keano, sama Bobby pada sibuk narik Rei yang duduk di atas Rajendra dan berusaha ngasih 'hadiah' ke pipi juniornya.
Dan tentu aja, di tengah-tengah keributan yang berlangsung, suara Krisna berkumandang.
"TARUHAN KUY SIAPA YANG MENANG. KALO REI KALAH, LO PADA HARUS TRAKTIR YANG DUKUNG RAJENDRA"
Seketika, kelas gue udah pada nyorakin Rei plus Rajendra. Mereka jadi semangat ngedukung dua cowok itu yang sekarang pada pukul-pukulan.
"GUE DUKUNG JUNIOR IMUT ITU!"
"AYO REI JANGAN KALAH! NASIB UANG GUE DI TANGAN LO!"
"SEMANGAT DEDEK GAK PUNYA AKHLAK! GUE DUKUNG LO UNTUK SAAT INI AJA!"
"JANGAN MAU KALAH REI! INGET SEMPAK DORAEMON UPIL YANG MASIH DI RUMAH GUE!"
THE HECK?! "SIAPA YANG NGOMONG BARUSAN?! NGAKU LO!"
"Mawar yang buka rahasia lo Sei!"
Kurang ajar! "MAWAAARR!!"
"SORI SEI! KECEPLOSAN!"
"Ha? Pilus punya sempak doraemon toh?"
Baru aja gue mau maju buat ngejar Mawar yang kabur, tiba-tiba jalan gue dihalangi Artha yang maju. Gue bener-bener melongo. Artha dengan santainya dorong Keano yang berusaha narik Rajendra--yang sekarang ada di atas Rei--sebelum dorong kepala Rajendra dengan cepat sampai dahi junior itu tabrakan dengan dahi Rei. Sekarang semua pada melongo ngeliat Rajendra yang kesakitan dan jatuh ke samping Rei sambil megang dahinya--kondisi Rei nggak beda jauh, cowok itu juga lagi megangin dahinya.
"Lo berdua masih mau berantem sampe Kepsek kita muncul?" Artha--yang udah ngabisin lolipopnya--geleng-geleng kepala, sebelum balik badan dan gandeng tangan gue.
"Silahkan kalian lanjutin berantemnya, Sei pulang sama gue."
Gue masih dalam tahap bengong waktu Artha narik gue sampai di depan pintu. Tapi tiba-tiba, cowok itu berhenti dan balik badan, sebelum ngomong hal yang bikin gue pengen banget nyeburin cowok pucat itu ke dalam cat hitam.
"Lucu, kalian berdua lupa kalo kesayangan gue ini berangkat sama gue. Mana mungkin dia pulangnya bareng lo." Artha natap datar Rei yang masih meringis kesakitan, lalu beralih natap tajam Rajendra yang udah duduk, "Apalagi pulang bareng elo yang notabenenya bukan siapa-siapanya. Bego jangan dipelihara bro. Sok jago padahal masih bau bedak bayi. Heh."
Tepat saat kaki gue menginjak area luar kelas, gue bisa dengar suara tawa anak-anak jahanam itu.
"HAHAHAHA. MAMPUS LO REI, KENA SEMPROTNYA ARTHA."
"KALIAN LUPA, KALO YANG BERKUASA DISINI ITU ARTHA."
"KALIAN LUPA, KALO UPIL PUNYANYA ARTHA. HAHAHA."
"Eh tunggu, emangnya upil kesayangannya Artha ya?"
"Lah lo belom tau? Upil kan mantannya Artha."
.
.
.
.
.
"HAAAA?!"
Terimakasih Mawar udah jadi ember bocor.
×××
jadi kalian tim siapa?
junior cakep yang agak nggak ber-akhlak
atau
manusia yang laknat ini?
p.s, setelah aku rombak sedikit, nama panggilan Sei berubah jadi upil / pilus ya ^-^ kalo masih ada yang belum aku ubah (masih mupeng), i'm sorry kalo itu bikin kalian bingung 🙏🏻
YOU ARE READING
Teman Sebangku Laknat ✔
Teen FictionDingin. Jutek. Sinis. Ekspresi datar. Ngeselin. Suka se-enaknya. Ciri-ciri siapa? Reiki Sadewa. Makhluk yang bisa bikin lo pengen banget merancang cara jitu melenyapkan seseorang dengan cepat.