Chapter 13

14 2 0
                                    

~ His Lady 13~

2 Hari Setelah Kejadian tersebut.

Srakk...

"Aku bilang 15 menit lagi! Apa kalian tidak tahu kalau aku cukup lelah?!" Bentakku.

"Tapi anda harus ketempat itu. Dia bisa saja kabur lagi, jika anda tidak pergi hari ini."

"Aku akan bangun sendiri... Keluarlah." Usirku.

Tamaki hanya bisa menghela nafas setelah membungkuk pergi. Setelah melamun untuk beberapa menit, akupun mulai melakukan rutinitas sebelum keluar dari kamar tidurku.

Air hangat. Aroma lavender.
Baju untuk hari ini. Tata rambut dan sedikit riasan.

Lagi-lagi semalam... Ayah muncul dalam mimpiku. Mimpi buruk yang sudah biasa kualami, sayangnya aku masih belum terbiasa dengan kemunculannya yang tiba-tiba. Sembari berpikir aku mulai berjalan di lorong berjalan sendirian menuju ruang makan.

Tetapi malah nyasar ke dapur, dimana Tamaki sedang memasak sendirian dengan profesionalnya.

"Tamaki..." Panggilku.

"Oh? Nona... Anda tersesat lagi?"

"Aku tidak selera makan." Ucapku sambil membuang muka.

"Apa anda memimpikan tuan lagi?"

"... Aku tidak akan makan. Ini urusanku. Buang saja." Terdiam. Mendengar dirinya menyebut kata tuan, cukup untuk membuatku muak.

"Tapi, sudah 2 hari anda--"

"Aku tidak akan makan. Buatkan manisan lagi saja." Potongku.

"Saya akan antarkan teh ke ruangan anda, tetapi tidak ada manisa untuk hari ini."

Hari ini entah kenapa, aku merasa sangat panas dan karena tidak ingin banyak berdebat. Akupun pergi dari dapur dan menuju ruangan kerjaku.

Namun sepanjang perjalanan, aku dapat melihat si abu-abu yang mengajari Carla dengan ketat. Ia mengajarkan cara menata bunga dan semua tentang perkebunan.

"Carla? Apa kamu sudah mengganti bunganya?" Tanya si abu-abu menatap Carla.

"Sudah, sir! Tapi kondisi bunga dan sayuran di kebun belakang tidak baik." Carla tersenyum senang.

"Padahal bulan lalu perkembangan sayur dan bunganya cukup memuaskan, saya akan kesana setelah ini..." Si abu-abu tampak bingung dan kecewa.

"Ada yang bisa saya bantu lagi, sir?" Tanya Carla kebingungan.

"Jika sudah selesai, antarkan bahan-bahan ini ke Tamaki. Nona akan pergi sore ini, jadi ia tidak akan makan begitu banyak." Si abu-abu tersenyum ke Carla, mungkin hanya perasaanku saja. Ia tampak terpana.

Ukh... Padahal aku sudah bilang aku tidak selera makan.

"Mereka tidak akan paham... Mereka kan lemah."

Bisikan itu hilang saat aku sontak melihat ke belakang. Keringat dingin mulai mengalir di pelipisku, demi apa...

"Memuakkan. Tidak bisakah, hilang saja." Tekanku sembari lanjut melangkah ke ruang kerjaku.

Membuka pintu ruangan kerjaku yang tidak terlihat spesial sama sekali dan duduk di kursiku. Aku mulai membaca beberapa surat, memilahnya dan menandatanganinya.

Ini berlebihan. Ini terlalu biasa. Ini tidak menarik dan terus kuulang.

Tiga ketukan, Tamaki masuk keruangan dan meletakkan secangkir teh keatas mejaku. Akupun mengambil cangkir tehku dan menyeruputnya.

"Teh karkadé dan..."

"Sesuai janji saya. Saya tidak akan membuatkan manisan, jadi nona tinggal memilih... Kacang atau makanan pembuka." Tamaki tersenyum setelah mengetahui diamku yang cukup lama menandakan kekecewaanku saat melihat kacang-kacangan.

"Apa makanan pembukanya?"

"Chicken and Mushroom Julienne,"

Setelah saling menatap beberapa saat, Tamaki dengan senyum meyakinkannya mengalahkanku dalam hal memilih. Ia meletakkan hidangan pembuka itu diatas meja kerjaku.

Tidak sampai 10 menit aku menghabiskan hidangan tersebut dan Tamaki pun mengambil wadah makanan yang sudah habis diatas mejaku. Ia juga menuangkan teh ku sebelum itu.

Tiga ketukan lagi dan aku memperbolehkannya masuk. Carla dengan vas bunga di tangannya menundukkan badannya.

Bunga...

"Dancing-lady Orchid..." Gumamku.

"Awal yang bagus untuk hari ini bukan, nona... Karena ini."

Kertas.
Kertas.
Kertas dan Kertas.
Kurasakan senyumku menekuk kebawah dan tatapanku jatuh kepada kedua pelayan di hadapanku. Demi kekesalan yang kurasakan saat melihat kertas keramat diatas mejaku itu.

"Kalian boleh keluar. Sekarang." Gumamku menatap kertas-kertas diatas mejaku yang tampaknya tidak mungkin bisa diselesaikan dalam satu hari.

Dengan satu arahan tersebut, Tamaki menundukkan badannya dan menarik Carla yang kebingungan keluar secepat mungkin.

"... Aku masih lapar."

Sembari bergumam yang menemaniku kali ini hanya kertas, tetapi dari semua kertas adalah kertas berwarna biru di sela-sela semua surat.

Kertas ini tipis, tapi tidak ada tulisan apapun. Akupun mematikan lampu dan menyalakan lilin. Sebuah tulisan terpapar di kertas yang awalnya kosong.

'Jangan lihat kebelakang.'

Satu kalimat itu cukup membuatku memucat, suasana diruangan perlahan menjadi dingin dan kertas yang sebelumnya kupegang jatuh tanpa suara sedikit pun.

Kenapa aku merasa dingin?
Kenapa aku bergetar dan merinding?
Kenapa ruangan ini semakin gelap?

Tidak lama, lilin dihadapanku mati dan tubuh lemahku hanya bisa jatuh ke lantai dengan bunyi yang cukup kuat. Aku masih dapat merasa seseorang mengangkatku dan suara bantingan pintu yang kuat, jauh dari tempatku berada. Sebelum benar-benar... Kehilangan kesadaranku sepenuhnya.

"Aku pinjam sebentar ya, nona kalian..."

~ Her Butler and His Lady 13 ~

Her Butler & His LadyWhere stories live. Discover now