-MISSHELLA : 22

308 30 7
                                    

'Aku tak memaksa dirimu menjadi sempurna, aku juga tak memaksa diri mu untuk selalu ada.'

-----

Dewa masih memandang Shella yang sejak tadi hanya terdiam. Matanya mengerjap, nafasnya berhembus, namun mulutnya hanya diam membisu.

"Sshh." Ringisnya saat berusaha untuk menggerakan tangan kanannya.

Fatih yang mendengar ringisan kecil Shella sontak langsung bangkit dan mendekat ke arah Shella dan Dewa.

"Jangan bergerak dulu, tangan lo harus di istirahatin," ucap Fatih mendekat ke arah brankar Shella.

Shella hanya menatap Dewa yang masih menggengam tangan kirinya, "Tangan aku susah buat di gerakin. I-ini kenapaa?"

Raut wajah Shella berubah menjadi sendu, bibirnya yang pucat mulai bergetar menahan isak tangis. Ia berfikir bahwa akan ada hal buruk yang menimpanya setelah berusaha keras untuk menggerakan tanggannya namun hanya mendapatkan rasa sakit.

"Jangan nangis." Dewa mengelus punggung tangan Shella, Dewa benci saat Shella menangis entah karna sakit fisik maupun sakit batin bagi Dewa pacarnya itu hanya boleh mengeluarkan air mata bahagiaanya.

"Luka di tangan lo lumayan parah, kemungkinan engga bisa di gerakin untuk sementara." Fatih menatap Shella bersalah, sebab karna dirinya Shella menjadi seperti ini.

Shella terdiam menatap ke langit-langit atap sesekali ia mengerjap, hatinya berkomentar kenapa dirinya bisa seperti ini, bibirnya ingin berucap namun lidahnya terasa sulit untuk digerakan

Air mata Shella lolos dari ekor matanya, Dewa dengan siap siaga langsung menghapusnya lembut menatap Shella lalu menggeleng sambil tersenyum.

"Jangan nangis, kamu tambah jelek." Dewa mengecup tangan Shella.

Ceklek!

Pintu terbuka, menampilkan sosok Rio dan seorang laki-laki gagah di sampingnya.

Rio masuk beserta laki-laki itu, saat mereka mendekat ke arah Shella Dewa sontak berdiri dan melepaskan tangan Shella.

"Pa-papa," lirih Shella manatap papanya yang berdiri tepat di sampingnya.

Dipeluk tubuh lemah Shella, tangan kiri Shella pun membalas pelukan papanya.

"Papa, Shella kangen." lirih Shella, Zavar melepaskan pelukannya menatap Shella lalu mengelus lembut pucuk kepala putrinya itu.

"Papa juga kangen sama kamu." Zavar tersenyum, matanya menyipit, bibirnya bergetar Zavar pun ikut menahan isak tangis.

Kondisi Shella yang seperti ini membuat dirinya lemah, merasa bodoh, merasa tak berguna, merasa sakit akibat dirinya yang terlalu sibuk bekerja sehingga tidak bisa memperhatikan anaknya lebih yang sudah jelas-jelas butuh berhatian darinya.

Tapi mau bagaimana lagi posisinya sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di perusahaanya tidak bisa di gantikan oleh siapa pun, mungkin suatu saat akan di gantikan oleh Rio tetapi untuk saat ini belum bisa karna Rio mesti harus belajar banyak lagi. Lagi pula Shella berfikir bahwa papanya bekerja keras seperti ini untuk diri dan abangnya yang harus memenuhi kebutuhan hidupnya, namun nyatanya walaupun Rio dan papanya tidak bekerja harta keluarganya tidak akan habis tujuh turunan.

MISSHELLA ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang