▪ TSG #00

2.2K 181 43
                                    


Hening, hanya dentingan gelas yang membentur pelan meja kaca terdengar memecah keheningan di salah satu bilik restoran besar. Bilik yang memang khusus private area.

Sudah 10 menit keheningan itu berlanjut, menyisakan satu laki-laki dan perempuan yang terus saling menatap satu sama lain dalam keheningan.

Tatapan perempuan itu tajam dan tetap menatap laki-laki itu tanpa rasa takut sedikit pun. Sedangkan laki-laki itu? Dia hanya menatap wanita itu dengan tatapan yang tak bisa diartikan.

"Sampai kapan kau akan terus menatapku, Nona?" tanyanya sambil meneguk habis isi gelasnya, lalu meletakkan kembali gelas di hadapannya.

"Sampai kau pergi dari sini."

"Bagaimana jika aku tidak pergi? Apa kau masih mau menatapku sampai besok pagi hingga matamu memerah?"

Perempuan itu menggeram saat laki-laki di hadapannya itu tertawa.

"Jadi apa keputusanmu?" Park Jimin menaikkan intonasi suaranya sambil menatap perempuan di hadapannya. Kang Seulgi yang kini menjelma menjadi sosok anggun yang menggoda.

"Apa menurutmu aku akan menerimanya?"

"Tentu saja, kau mau ayahmu mati karena sakit?" ujar Jimin tajam membuat Seulgi melengos.

"Maaf, tapi aku tidak akan menerimanya."

"Kesempatan hanya datang sekali, Kang Seulgi." Jimin sengaja meninggikan suaranya berniat mengintimidasi perempuan di hadapannya itu.

"Aku sudah bilang tidak! Dan selamanya akan tidak! Jika saja kau tidak mengusirku kemarin dengan cara yang tidak manusiawi, mungkin aku sudah menerimanya sedari tadi."

Jimin hanya menanggapinya dengan senyum tipis, "Kau yakin tidak ingin menerima tawaranku? Apalagi di umurmu yang ke 26 ini seharusnya kau sudah bekerja berada di ruangan full AC, dibalut jas semi formal, memakai stiletto dengan hak setinggi tujuh sentimeter."

Seulgi tersenyum getir. Ucapan laki-laki di hadapannya ini begitu menohoknya. Lulus sarjana dengan nilai bagus yang nyaris sempurna tak dapat menjamin pekerjaannya.

"Kalau kau tahu."

Jimin terkekeh sinis, "Aku tidak main-main, Nona. Perusahaanku bukan perusahaan sembarangan yang bisa kau tolak."

"Aku pikir perusahaanmu sebagus pemiliknya. Tapi nyatanya tidak." Seulgi membalas dengan terkekeh sinis.

Laki-laki di hadapannya ini menghela nafasnya, lalu melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. Sebentar lagi Jimin akan ada rapat di perusahaannya membuatnya terpaksa tak bisa melanjutkan pembicaraan mereka.

"Besok pagi, datanglah ke perusahaanku jika kau tertarik menerima tawaranku, Nona." Jimin mengambil jasnya dan meninggalkan beberapa lembar uang untuk membayar restoran besar yang sudah dia sewa hanya untuk berbicara dengan Kang Seulgi.

*

Malam yang dingin, Kang Seulgi berjalan sendirian menuju apartemen kecilnya sambil mengeratkan mantelnya.

"Cih, tiba-tiba datang dan menawariku pekerjaan setelah mengusirku waktu itu. Apa dia gila?" batinnya tak habis pikir.

"Ini nomor antriannya, Nona. Untuk bagian Sekretaris Presdir, Nona bisa menuju ke lantai 45 dan menunggu antrian. Semoga beruntung."

"Ah, terima kasih." Seulgi membungkuk lalu segera menuju ke lantai 45 dengan menggunakan lift. Nafasnya sudah tak beraturan lagi. Seulgi sudah menyiapkan interviewnya tapi tetap saja dia merasa cemas karena dia takut jawabannya nanti tidak akan memuaskan Presdir Perusahaan ini.

THE STRUGGLESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang