▪ TSG #08

931 141 25
                                    

Lembayung merona, mengantar senja yang masih sama. Pancaran pasukan akhir cahaya berwarna jingga itu begitu memikat dengan langit biru. Terlampau indah lukisan Tuhan yang mampu Seulgi nikmati sore ini--sepanjang perjalanan Jimin mengantarnya pulang.

Cahaya terakhir benar-benar telah pergi setelah Range Rover hitam itu telah berada di depan gedung flat tempat Seulgi tinggal.

Hujan masih lebat dan belum berhenti membuat Seulgi masih diam di kursi tak berniat beranjak. Pikirannya kembali ke mana-mana saat Jimin memeluk dan memayunginya tadi.

"Aku pulang." Seulgi memantapkan hatinya untuk menembus hujan dan mulai membuka handle mobil. Tapi itu tak terjadi saat Jimin lebih dulu memanggil namanya.

"Siapa yang menyuruhmu pulang?"

Seulgi gelagapan, "Maksudmu?"

Jimin memutuskan untuk keluar dari mobil setelah mematikan mesin mobilnya dan membuka pintu samping untuk Seulgi keluar dan memayungi tubuh perempuan itu seperti saat kejadian di kantor tadi dengan menggunakan jasnya yang sudah setengah basah.

Seulgi menatap lekat wajah Jimin dari jarak sedekat ini, tapi sedetik kemudian dia langsung menggeleng dengan cepat setelah tahu bahwa dia tadi sempat terpesona dengan pesona laki-laki itu.

Setelah sampai di dalam, Jimin langsung melepas pelukannya pada Seulgi dan mengacak rambut hitamnya agar air yang membasahi rambutnya sedikit berkurang. Bukannya terlihat berantakkan, penampilan Jimin malah semakin keren.

Setelah selesai dengan rambutnya, Jimin menfokuskan dirinya menatap Seulgi yang tiba-tiba langsung gelagapan saat ditatap.

"Kemejamu basah," ujar Seulgi melihat setengah kemeja Jimin yang basah.

Jimin mengangguk sambil masih mengacak rambut basahnya, "Ngomong-ngomong, kita akan ke Jerman malam ini."

Seulgi langsung menoleh dan sedikit terkejut, "Ke Jerman untuk menemui dan rapat dengan Tuan Christian?"

Jimin hanya mengangguk, ia mengikuti Seulgi dari belakang menuju flat milik perempuan itu.

"Aku sudah pindah ke tipe A," ujar Seulgi merasa sedikit percaya diri karena mungkin Jimin tidak akan menghina flatnya yang sekarang lumayan luas dengan pemanas ruangan, meskipun tidak seluas rumah Jimin yang luasnya lebih dari 5 hektar.

Seulgi membuka pintu flatnya, lalu masuk ke dalam diikuti Jimin. "Bisa kau buatkan aku sup? Rasanya hari ini dingin sekali," ujar Jimin yang tubuhnya mendadak kedinginan akibat kemejanya yang lembab karena tetesan air hujan.

"Kebetulan aku juga ingin sup. Kau mau sup daging sapi?" tanya Seulgi sambil mengambil jas Jimin dan menggantungnya di tempat Seulgi biasa menggantung dan menjemur pakaiannya.

Jimin mengangguk membuat Seulgi mendesah lega. "Bisa kau hidupkan pemanas di ruangan ini?" kata Jimin.

Seulgi menghidupkan pemanasnya karena kasihan melihat Jimin yang sepertinya kedinginan, "Kau bisa masuk angin karena kemejamu."

"Aku tidak ada baju ganti."

"Kau mau sakit?"

"Kenapa kau cerewet sekali?" Jimin melonggarkan dasinya dan melepasnya, kemudian tangan laki-laki itu mulai membuka satu persatu kancing kemejanya membuat Seulgi langsung berteriak histeris karena panik.

"J-jangan membukanya di sini!" pekik Seulgi dengan pipinya memerah, "Seingatku, aku ada kaos yang lumayan kebesaran di tubuhku. Mungkin muat di tubuhmu?" Seulgi membuang muka saat Jimin sudah membuka seluruh kancing kemejanya.

"Kenapa?" tanya Jimin yang tahu dengan jelas bahwa Seulgi saat ini tampak salah tingkah karenanya. Jimin melepas kemejanya dan melemparnya ke Seulgi yang masih malu.

THE STRUGGLESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang