Memori Kecil

17 1 2
                                    

4 tahun yang lalu

Matahari dipangku oleh awan di langit barat sana. Aku berlarian mengejar kupu-kupu jingga yang terbang merendah. Kupu-kupu itu hinggap di ilalang, dengan langkah senyap aku mencoba mendekatinya. Tangan kecilku mencoba meraihnya, namun kupu-kupu itu bergegas pergi. 

Kuperhatikan arah kemana kupu-kupu terbang tinggi. Aku hanya terduduk, sadar jika tubuh kecilku ini tak akan dapat menggapainya. Bibirku mengerucut, mata biru cyanku memandang kesal, rambut perakku berurai disapa angin. Aku membenci semua hal yang kumiliki,  inilah yang membuatku selalu sendiri.

 0~~~0~~~0

Mataku mulai membuka perlahan, kilau langit senja menembus kegelapan hutan. Sunyi, aku bahkan dapat mendengar degup jantungku disini. Ah sial, ketakutan itu masih membelengguku. Dengan susah payah aku berusaha bangkit, memosisikan diriku sedemikian rupa untuk dapat berdiri tegak. 

"Nampaknya ia telah sadarkan diri," terdengar suara seseorang yang muncul dari balik pohon di hadapanku, "Apa yang akan kita lakukan padanya, dia terlihat tak begitu baik." sambungnya.

Pemuda itu disusul oleh rekannya. Kedua orang tersebut memakai jubah bertudung gelap yang terbuat dari bahan kulit. Aku tak bisa melihat jelas wajah mereka, mataku masih mencoba menyesuaikan cahaya di hutan yang gelap ini. Pandanganku mulai jelas, terlihat salah satu dari mereka membawa busur lengkap dengan anak panah, lalu rekannya lang lebih tinggi hanya melemparkan tatapan tajam ke arahku. 

Aku bergidik, jantungku berdegup semakin kencang, kakiku mulai bergetar ketakutan. Tubuhku terlalu rapuh untuk melawan. Aku hanya dapat menggigit bibirku hingga pemuda yang lebih tinggi mengeluarkan suaranya. 

"Ayo kita pergi,"

"Apa maksudmu?"

"Tugas kita hanya untuk mencari tahu keberadaannya, bukan menangkapnya. Jika kau sudah selesai berbincang dengannya, ayo pergi." Pemuda yang lebih tinggi itu membalikkan tubuhnya, lalu ia melepas jubahnya. Rambutnya perak, telinganya meruncing di bagian atasnya. Tanpa berpaling ia lemparkan jubahnya ke arahku, "Kau mungkin membutuhkannya, kau terlihat menyedihkan." lalu ia beranjak pergi.

"Cih, kau selalu bertingkah seenak jidat. Terserah. Sampai jumpa nona, mungkin kita akan bertemu lagi, jagalah dirimu baik-baik." Pemuda yang membawa busur itu berlari menyusul rekannya. 

Aku hanya dapat melihat punggung mereka menjauh dan tertelan kegelapan hutan. Napasku tertahan, tanganku memegang erat pohon di sampingku, berharap tubuhku tak terjatuh lagi kali ini. Aku mencoba mengatur napas dan luapan emosiku. Matahari mulai kehabisan waktunya, aku harus segera pergi sebelum kegelapan ini mencekikku. Dengan susah payah kugerakkan tubuhku, lalu melangkah pergi.

0~~~0~~~0

2 tahun yang lalu

Suara daun-daun bergesekan dipermainkan angin. Pohon-pohon masih berdiri perkasa tak memperdulikan sang angin. Dinanungannya aku melangkah ringan, aku sudah beberapa kali pergi ke hutan sendirian. Tak ada yang mengetahui kepergianku termasuk bibi. Bagaimana lagi, bibi akan jelas menolak ketika aku meminta ijin untuk bermain di hutan.

Yahh, alasannya sederhana. Aku tidak memiliki teman. Bibi selalu menyuruhku untuk berteman dengan yang lain, namun mereka bahkan enggan menyapaku. Hanya karena penampilanku berbeda dengan yang lain, aku dikucilkan di tempat ini. Tak ada yang mau berteman denganku.

Hanya dengan berbekal sebuah belati, aku menyusuri hutan. Sebenarnya tidak ada yang perlu ditakutkan, pada dasarnya desaku berada di tengah hutan dan sampai sekarang belum pernah terdengar berita penyerangan yang dilakukan hewan buas. Meskipun ada berbagai mitos di hutan ini, aku tidak perduli. Menurutku itu hanya semacam bualan bodoh untuk mencegah anak-anak sepertiku berkeliaran di hutan.  

A PIECE OF THE DARKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang