Warna warni berdesak-desakan memenuhi setiap sudut kota. Berbagai macam hiasan bergelantungan indah meramaikan suasana. Aroma berbagai macam jajanan menyeruak ke segala penjuru, penuh rempah dan yang pasti... mahal. Kantongku menjerittt.
Lupakan soal makanan, ada banyak hal menakjubkan di kota ini, terlalu banyak hingga tak bisa kugambarkan dengan kata-kata. Aku hanya mengekor di belakag Riile, terus berjalan sambil mengedar pandang.
Kami mulai keluar dari area pasar, segala bentuk barang dagang mulai digantikan oleh bangunan yang menjulang. Bangunan kokoh terbuat dari bongkahan batu dengan seni arsitektur yang bahkan tak pernah kulihat sebelumnya. Dan bahkan jalanannya tersusun atas balok batu, astaga... aku kagum melihatnya, ini memang benar kota besar.
"Ngomong-ngomong kita akan ke mana Riile?" tanyaku heran.
"Ada tempat menarik yang akan kutunjukkan padamu. Yak, kita sampai..."
Riile berhenti tepat di depan sebuah bangunan tua namun terawat. Banyak bidang kaca kaca yang menghiasinya. Aku tertegun melihat karismanya yang tak luntur oleh waktu. Riile membuka pintu kayu itu.
"Masuklah," ajak Riile. Aku membalas dengan anggukan. Aku dan Riile melangkah masuk. "Inilah yang namanya perpustakaan."
Mataku berbinar, tak pernah kulihat tumpukan buku sebanyak ini. Pencahayaan diruangan ini sangat stabil. Berbagai macam karya sastra, mulai dari yang tertua seperti manuskrip hingga buku tebal seperti ensiklopedia, tersusun rapi memenuhi setiap jengkal ruangan.
Yang paling menarik perhatianku adalah peta besar yang dipajang di sebelah kanan ruangan, dekat dengan meja pustakawan. Terlihat seorang gadis pustakawan yang seumuran dengan Riile sedang berbenah di sana.
"Hera! Apa kabar?" sapa Riile.
"Hei Riile, kau kembali. Wahhh, siapa yang kau bawa itu?" gadis bernama Hera itu menghampiriku, iris mata hitam senada dengan rambutnya terpaut ke arahku. "Dia cantik sekali..." ucapnya dengan senyum mengembang di wajahnya yang cerah.
"Dia temanku, Cleine."
"Salam kenal, kau bisa memanggilku Cleine." ucapku seraya mengulurkan tangan.
"Ah, salam kenal Cleine. Namaku Hera, senang bertemu denganmu." jawab Hera antusias sembari menjabat tanganku. "Apa kau orang luar?"
"Ah, tidak. Aku tetangganya Riile."
"Sungguh?? Baru pertama kali ini menjumpai orang dengan rambut perak dan iris mata yang berwarna cyan. Cantik sekali. Semoga kita dapat berteman akrab ya." ucapnya tulus.
"Baiklah, terima kasih..." ku berikan seutas senyum kepadanya. "Ngomong-ngomong, peta apa itu?" aku menunjuk peta yang terpajang di belakang Hera.
"Kau nampaknya tertarik sekali dengan peta itu. Itu adalah peta negara bagian kita. Aku punya versi yang lebih kecil. Apa kau mau?"
"Bolehkah?" mataku berbinar lagi. (mode melas ON!)
"Tentu saja, anggap saja ini buah tangan dariku." Hera lalu pergi ke bagian rak dokumen di belakangnya.
"Kalau aku?" Riile menyela.
"3 dolar :)" jawab Hera sambil terkekeh pelan.
"Pelit."
"Memang." Hera kembali dengan membawa segulung kertas. "Terimalah." ucapnya.
"Terima kasih," balasku. "Sudah berapa lama kau mengurus perpustakaan ini?"
"Ah, aku hanya menggantikan ayahku untuk sementara waktu."
"Perpustakaan ini besar sekali." aku mulai berkeliling.

KAMU SEDANG MEMBACA
A PIECE OF THE DARK
FantasySakit, dendam, penderitaan, semua itu sungguh memuakkan. Keadaan dimana dirimu tertekan, tersudut, dan tercekik oleh kebencian. Apa kau tahu apa yang kurasakan? "Hei Cleine, sadarlah..." Riile membangunkanku, "Bangun bodoh." "Hmm?" jawabku seraya me...