Hutan Selatan

5 1 0
                                    

Di tempat lain (wilayah Hutan Selatan)

Bangunan sederhana yang terletak di ujung kemegahan istana itu nampak ricuh. Mungkin tak ada yang mengira bahwa di tengah kemisteriusan hutan selatan terdapat sebuah kota besar, bahkan sebuah kerajaan. Tempat itu tak dihuni oleh manusia, dan tak dapat terlihat oleh mata manusia. Hanya orang yang memiliki kontak dengan penduduk kotalah yang dapat melihat serta berlalu-lalang di dalamnya.

"Rei!!!!! cepatlah kemari!"

"Aku sibuk,"

"Kemarilah sebentar...!"

"Sudah kubilang, aku sibuk."

"Kemari atau kuberitahukan kepada ayahmu tentang kejadian bulan lalu,"

"Cih, kamu memang licik Gleist, tetaplah tutup mulutmu." Dengan kesal Rei keluar menghampiri Gleist.

"Baiklah, sesuai permintaanmu yang mulia." Gleist tersenyum puas. "Aku punya hadiah kecil untukmu." Dengan semangat Gleist menunjukkan pedang perak hasil tempaannya. 

"Benda konyol apa lagi yang ingin kau tunjukkan padaku?"

"Kau terlalu ramah, aku merasa dipuji."

"Hetikan sarkasme bodohmu itu,"

"Lihat saja, kau akan memujiku nanti. Cobalah kau pegang pedang ini," Dengan malas Rei menyentuh pedang itu menggunakan jari telunjukknya. "Peganglah dengan benar, atau pedang ini yang memegang lehermu."

Karna terpaksa Rei menggenggam tangkai pedang itu, lalu memperhatikannya dengan seksama. "Ringan, seperti pedang biasa."

"Cobalah aliri pedang itu dengan mana-mu,"

"Merepotkan," Bhusss, pedang itu meengeluarkan semburat biru mencolok, terlihat seperti api biru yang bergejolak liar melapisi pedang itu.

"Whoaa, kau tak perlu mengeluarkan mana sebanyak itu, apa kau mau menghancurkan tempat ini?"

"Ah, maaf." Dengan perlahan api pada pedang itu mulai mengecil dan stabil.

"Pedang ini ku buat khusus untukmu, kau hanya perlu mengeluarkan sebagian kecil mana dibandingkan dengan pedang yang lain. Intinya pedang ini dapat melipat gandakan mana yang kau salurkan padanya."

"Pedang yang hebat,"

"Aku yakin akan mendengar hal itu darimu,"

"Terima kasih, tolong kau simpan pedang ini untukku."

"Apa maksudmu?"

"Aku tidak membutuhkannya saat ini,"

"Kenapa? Kau jelas membutuhkannya. Dengan kondisimu yang sekarang ini, kau akan sangat terbantu."

"Aku tidak membutuhkannya,"

"Jangan kau paksakan dirimu seperti itu, kau tak bisa melepas segel kutukan di dalam tubuhmu hanya dengan sikap keras kepalamu itu."

"Berhentilah mengoceh tentang hal itu, aku benci mengingatnya." 

"Baiklah, tapi bisakah kau menerimanya."

"Y"

"Kalimatmu seperti jarum, kecil tapi menusuk."

"Ku anggap itu sebagai pujian." Rei mengambil pedang itu lalu membalikkan badan dan beranjak pergi.

"Ada yang bisa ku bantu? Aku bosan." Gleist membuntuti Rei dari belakang. Lalu mereka masuk ke dalam bangunan itu.

Bangunan itu hanya berisi tiga ruangan. Sebuah ruang kerja lengkap dengan sofa dan perabotan pelengkap lain, sebuah ruang penyimpanan di sebelah kiri, serta sebuah kamar mandi di bagian belakang.  Gleist meloncat ke arah sofa, memandangi punggung Rei yang tegap. Rei berbalik setelah menyimpan pedanya di sebuah lemari, lalu menatap Gleist yang bergumam kecil mengamati setiap jengkal ruang kerja Rei.

A PIECE OF THE DARKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang