4. Luka

3.1K 117 12
                                    

Revisi lagi!

HAPPY READING❤

"Vale, Mas masuk ya?" ijin Daniel mengetuk pintu kamar adiknya.

"Masuk aja, Mas!" teriak Valerie yang sedang duduk dimeja belajarnya. Mengigit ujung jarinya karena kesusahan mengerjakan soal kimia dibukunya.

Daniel membuka pintu kamar Valerie, melangkahkan kakinya masuk menghampiri Valerie yang terlihat gusar, "kenapa?" tanya Daniel lembut sembari melirik buku Valerie.

"Susah soalnya." keluh Valerie meletakkan kepalanya diatas meja belajarnya, "ajarin dong."

Daniel tertawa melihat adiknya yang terlihat menyerah, "Mas punya temen yang jago kimia, lohh. Mau dikenalin nggak?"

Valerie menatap Daniel marah, "cukup ya, Mas. Udah nggak mempan aku dikerjain terus. Aku udah punya pacar loh. Jangan kenalin aku terus sama temen-temen Mas Niel dong." omel Valerie mendorong tubuh kakaknya keluar dari kamarnya.

"Stop!" Valerie membekap mulut Daniel saat kakaknya itu ingin mengeluarkan suara, "aku sayang sama Alvian. Aku juga sayang sama Mas Niel. Aku nggak bisa milih antara kalian berdua." lirih Valerie putus asa.

Valerie menutup pintu kamarnya, mengabaikan tatapan kakaknya yang terlihat bersalah. Dengan suasana hati yang sudah tidak terkendali, Valerie menutup buku yang tadi sempat ingin ia kerjakan.

Ia melangkahkan kakinya menuju tempat tidur, mengusap air mata yang tiba-tiba menetes pada wajahnya.

Dari awal Valerie dan Alvian berpacaran, Mas Niel seolah melakukan segala cara untuk menjauhkannya dari Alvian. Mulai dengan mengenalkannya dengan teman-teman Niel seperti tadi, mempertemukan Valerie dengan teman Mas Niel yang bahkan tidak Valerie inginkan.

Memangnya kenapa dengan Alvian? Bahkan Daniel tidak mengenal Alvian sebelumnya. Kenapa Daniel setidaksuka itu dengan pacar adiknya?

Dering ponsel Valerie menganggu waktu bersedihnya. Ia melirik siapa yang menelfonnya, Alvian. Ah ya, Valerie baru ingat kalau Alvian akan menelfonnya.

"Halo?" sapa Alvian dengan suara yang sangat Valerie sukai.

"Hai, Al." jawab Valerie sesaat setelah ia berusaha menormalkan suaranya yang serak akibat menanggis.

Tak banyak membantu, karena Alvian bisa mendengar suara Valerie parau, "babe? Kamu kenapa? Habis nangis?" disaat seperti ini, sifat Alvian selalu melembut, lo-gue yang selalu Alvian gunakan berubah menjadi aku-kamu. Panggilan sayang dari Alvian, yang selalu Valerie rindukan saat dirinya sedang bersedih.

Valerie tertawa parau, "nggak papa kok. Cuma berantem dikit tadi sama Mas Niel." jelas Valerie mengusap air matanya yang lagi-lagi jatuh ke pipinya.

"Kali ini kenapa lagi?" tanya Alvian gemas, sedikit marah lebih tepatnya. Tidakkah Niel sadar kalau ia selalu membuat adiknya bersedih? Bahkan, Alvian tidak tahu dimana letak salah dirinya dimana Daniel. Kenapa kakak laki-laki Valerie itu tidak menyukai hubungan mereka, terlebih tidak menyukai Alvian.

"Biasa. Besok kamu jemput aku?" tanya Valerie mengalihkan pembicaraan.

"Iya. Telat dikit nggak papa ya? Biar bisa ngebut."

"Kebiasaan." decih Valerie sinis.

Alvian melangkah menuju balkon kamarnya, menatap langit malam yang begitu indah, "Vale, keluar kamar deh. Ke balkon, malam ini langitnya indah." kata Alvian yang langsung dituruti oleh Valerie.

"Kamu tahu kenapa bumi cuma punya satu bulan sedangkan mars punya 2 bulan? " Alvian memberikan tebakan kepada Valerie.

Hening sebentar, Valerie sedang mencoba mencari jawaban yang cocok untuk pertanyaan Alvian.

"Aku nggak tau, Al. Tapi aku pernah baca di google. Aku kasih linknya aja gimana?"

Alvian menghela nafasnya lelah, "Vale, padahal tadi aku mau gombalin kamu. Kamu malah jawab seserius itu." ujar Alvian kesal.

"Eh? Ya ampunn, hehehe. Maaf, kan aku nggak tahu. Oke, jadi apa dong jawabannya?" pancing Valerie lagi saat mengetahui nada suara Alvian terdengar kesal.

"Besok aja aku kasih tahu deh. Sekarang kamu tidur ya? Lupain soal apapun omongan kakak kamu. Berdoa dulu kalp mau tidur." pesan Alvian masih menatap langit malam yang kali ini dipenuhi banyak bintang.

"Iya, Sayang. Kamu juga, aku tutup ya? Mau langsung tidur. Diluar dingin." tanpa menunggu jawaban dari Alvian, Valerie memutus sambungan telefon antara mereka. Menggosokkan kedua telapak tangannya yang kedinginan lalu memutuskan untuk memasuki kamarnya.

Dilain tempat, Alvian masih setia menatap langit malam dengan tatapan sendu.

Apakah ibunya ada diantara ribuan bintang malam ini? Alvian hanya merindukannya.

Kepergian Rina-ibu Alvian- memberikan banyak luka dihati pemuda berusia 16 tahun itu. Ada banyak cerita yang tak pernah ia bagi kepada siapapun, termasuk Valerie yang selama ini selalu menemaninya.

Posesif BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang