12. Harinya tanpa Alvian

904 54 19
                                    

Mereka memang tidak putus, tapi Valerie butuh waktu sementara untuk memikirkan semuanya. Dua hari sejak kejadian pulang sekolah tempo hari Valerie selalu mengabaikan chat maupun panggilan telepon dari cowok yang menjadi kekasihnya itu.

Bisa dibilang ini pertengkaran serius mereka, mereka jarang berantem. Hanya berdebat karena pemikiran yang berbeda, itupun setelah satu jam mereka berbaikan.

"Vale," suara Mas Niel tiba-tiba menyentak lamunannya, "dicariin cowok lo tuh, di bawah." info Mas Niel memberi tahu dengan nada bete.

"Vale capek, mau tidur," dengan segera cewek itu merebahkan dirinya di ranjang empuk berwarna pastel itu, "suruh pulang aja." putusnya dengan segera.

Sudah 3 kali bahkan lebih Alvian mampir kerumah gadis itu, tapi penolakan selalu didapat cowok dengan paras tampan bernama Alvian.

"Kalian lagi berantem ya?" tebak Mas Niel yang masih setia berdiri di ambang pintu kamar adiknya.

Valerie tidak menjawab, mengabaikan sepenuhnya pertanyaan yang berasal dari kakaknya. Gadis itu menghela nafas panjang dengan lelah dan berusaha memejamkan matanya untuk tertidur meski jam masih menunjukkan pukul 8 malam.

"Temuin kek, udah 5 kali dia kesini mulu," saran Mas Niel.

"Tumben," balas Valerie dengan sinis.

"Pokoknya aku nggak mau,"tolak Valerie dengan tegas karena Mas Niel masih terus membujuknya menemui Alvian, "bilang sama dia, besok aja ketemu aku. Kalo sekarang aku nggak bisa, kecuali kalo emang dia pengen putus." Valerie beranjak dari ranjangnya dengan segera, mendorong tubuh besar kakaknya lalu menutup pintu kamarnya dengan keras.

"Kenapa adek kamu?" tanya Irene penasaran begitu mendengar suara keras dari kamar anak gadisnya.

Daniel hanya mengendikkan bahunya lalu pergi begitu saja dari hadapan sang Mama.

"Mending lo pulang," Daniel menyilangkan tangannya didada dengan muka sombong,"adek gue nggak mau ketemu lo." ujarnya dengan senyum miring yang tampak puas.

Tapi Alvian adalah Alvian, cowok keras kepala yang selalu yakin bahwa menyerah bukanlah jalan yang harus ia tempuh.

"Gue mau ketemu Valerie!" ujarnya dengan emosi, entah kenapa Alvian yakin kalau Daniel mempengaruhi Valerie agar tidak menemuinya.

"Lo pasti jelek-jelekin gue ya!" tuduh Alvian menunjuk muka Daniel dengan jarinya, "makanya Valerie nggak mau ketemu gue!"

"Chill bro," sebagai cowok yang kadang menyebalkan, Daniel menahan dirinya agar tidak memukul Alvian karena ia sadar ini masih area rumahnya. Ia hanya tidak ingin membuat keributan dirumahnya sendiri.

"Lo pergi atau gue panggil Valerie sekarang dan kalian berdua putus," ujar Daniel memberi pilihan pada cowok itu.

Alvian mengepalkan tangannya emosi, raut wajahnya yang tegang tidak bisa ia kontrol. Rindunya sudah terlalu besar karena tidak bertemu gadisnya 2 hari ini ditambah sikap menyebalkan Daniel semakin menambah emosinya.

Alvian melangkahkan kakinya keluar dari rumah besar Valerie, tadinya ia ingin berpamitan pada orang tua Valerie tapi karena tidak terlihat pandangan matanya, Alvian langsung saja pergi tanpa harus repot-repot berpamitan pada Daniel yang brengsek itu.

Sekali lagi, Alvian menatap balkon kamar Valerie yang sudah gelap. Selama 5 menit setelah keluar rumah itu, Alvian hanya duduk diatas motor memandang balkon kamar Valerie.

Vale❤
Jam 10 kita ketemu di taman deket rumah kamu. Nggak usah jemput, kita ketemuan disana aja.

Chat dari Valerie tentu saja mengejutkan Alvian, ia pikir mereka akan berbaikan tidak dalam waktu dekat.

Dengan hati yang lega, setidaknya sedikit lega karena Valerie mau membalas chat darinya.

Cowok itu bersiap untuk pergi, memasukkan ponselnya pada saku jaket denim yang tengah dipakainya lantas melajukan motor itu menjauhi gerbang rumah Valerie.

Posesif BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang