Askadarion

75 4 2
                                    

Terhitung sudah tiga minggu Aska berkencan dengan soal-soal Olimpiade Sejarah yang tinggal menghitung hari. Aska mengambil banyak dispen pembelajaran lain untuk mencoba berbagai macam soal-soal Olimpiade yang akan ia kerjakan di Perpustakaan nantinya.

Bahkan hari ini yang terhitung h-4 untuk Olimpiade Sejarah tersebut dilaksanakan. Aksa memang salah satu siswa kelas 12 yang banyak mengukir prestasi di bidang akademis. Sudah puluhan piala ia sumbangkan untuk sekolah tercintanya. Namun untuk kali pertama ia mencoba untuk Olimpiade di bidang Sejarah Indonesia, pelajaran yang banyak menghafal dan memahami. Berbeda dengan fisika dan matematika yang bisa bermodalkan dengan memahami dan menghitung yang kuat.

Beberapa kali ia tampak menyenderkan badannya sejenak dikursi tempatnya menghabiskan waktu tiga minggu ini. Sambil sesekali menghembuskan nafas dengan kasar karena terlalu lelah untuk menghafal. Ia kemudian meminum air mineral yang ia selalu bawa dari rumah guna untuk menambah konsentrasinya.

.

.

.

Berbeda dengan Aska yang begitu fokus dan sedikit tergesa-gesa dalam mempelajari soal-soal Olimpiade, Agata terlihat begitu santai menjawab soal-soal tersebut sambil bersenandung ria.

Jika Aska memilih perpustakaan yang notabetnya tempat yang begitu sepi, Agata memilih untuk mengerjakan soal di atap sekolah sambil menatap langit biru yang begitu menyejukkan hati. Walau ia lebih menyukai langit malam, tetap saja langit begitu memabukkan baginya. Itu yang selalu Agata pikirkan, namun sekarang ada satu hal yang menambah list memabukkannya. Yakni Aska. Iya, Agata belum juga bisa menghapus jejak Aska dalam benaknya walau sudah terhitung dua minggu ia bertemu tanpa sengaja dengan Aska.

Wajah yang begitu dingin, perawakan jangkung ditambah dengan rambut yang dibiarkan teratur begitu menghantui pikiran Agata dua minggu ini. Berkali-kali ia mencoba menghubungi Aska lewat DM, namun tak ada tanda-tanda kehidupan dari Instagram tersebut.

"Hahh....." Agata menghembuskan nafas begitu kasar.

"Kok dia ngga aktif di Instagram sih. Di bionya juga kosong. Gila, misterius banget nih cowok." Kesal Agata karena Aska begitu misterius baginya.

"Udah deh. Mending gue fokus." Kata Agata memberi semangat pada dirinya sendiri.

.

.

.

Hari demi hari berlalu begitu cepat bagi Aska dan seiring bertambahnya hari pula Aska makin takut. Takut ia tak bisa membawa pulang piala untuk sekolahnya. Karena Aska paling anti dengan kekalahan. Dari pagi hingga malam ia terus mencoba untuk menjawab soal-soal bimbingan yang di berikan oleh guru pembimbingnya.

Jadwal Olimpiade sudah menunjukkan bahwa besok adalah harinya. Aska berkali-kali menghembuskan nafas kasar, kini jantungnya berdebar begitu kencang. Ia begitu was-was jika ia nantinya tak membawa apa-apa.

"Adek, makan dulu gih." Kata sang Mama yang melihat anaknya sudah 8 jam duduk diatas kursi didampingi dengan tumpukan buku yang begitu menyesakkan.

"Entar mah ya. Lagi 15 soal ini." Sahut Aska tanpa menoleh sang Mama.

"Dek, kamu belum ada makan apa-apa dari pagi. Kalo kamu sakit, kamu ngga bisa Olimpiade besok. Mau?" Tanya sang Mama. Memang sang Mama tau bagaimana cara untuk merujuk Aska agar mau makan ketika ia begitu fokus dengan segala soal-soal yang akan ia lombakan.

Aska kini berbalik dan menatap sang Mama dengan lembut dan disusul dengan senyum tulus yang hanya bisa Mamanya dapatkan.

"Iya mah. Adek mandi dulu tapi ya, bau badan." Sahut Aska yang dibalas dengan senyum tulus dari sang Mama.

AGATATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang