Please, don't cry

14 3 0
                                    

Aska mengantar Agata dengan selamat sampai tujuan. Bahkan tangan Agata masih melingkar sempurna di perut Aska. Beberapa kali senyum mengembang di kedua sudut bibir Agata tak bisa menyembunyikan rasa bahagianya. Sedangkan Aska yang memperhatikan gerak gerik Agata dari kaca spion motor hanya bisa tersenyum sipul melihat pipi Agata yang memerah.

"Makasih Aska." Ujar Agata setelah turun dari motor Aska sambil memberikan helm yang dibawakan oleh Aska. Aska pun menatap lekat Agata hingga membuat Agata salah tingkah.

"Kenapa ka?" Tanya Agata sambil menutupi wajahnya takutnya ada sesuatu di wajahnya

"Ngga. Lo lucu." Ujar Aska tanpa sadar apa yang ia ucapkan. Beberapa detik kemudian ia sadar dan mendelikkan mata sama seperti Agata.
"Gue pulang ya ta. Salam sama Bang Alen." Sambung Aska dengan salah tingkah kemudian segera melajukan motornya menjauh dari rumah Agata sedangkan Agata masuk kedalam rumah dengan senyum yang terus merekah.

Ia memasuki garasi rumah dan menatap mobil Alen dengan bingung, bukannya Alen tadi bilang sedang ke kampus. Dengan cepat Agata melangkahkan kakinya ke kamar Alen dan melihat Alen yang tengah meringkuk dengan memeluk bantal gulingnya.

"ABANG!" Teriak Agata sambil memukul Abangnya kesal. Alen pun mau tak mau harus memutuskan mimpinya yang begitu indah.

"Apa sih re?" Tanya Alen dengan nada khas seseorang yang baru bangun tidur. Bahkan matanya belum terbuka dengan sempurna dan Agata terus memukulinya.

"Abang kok bohong ke Aska sih? Kok nyuruh Aska nganterin Edre pulang sih? Kan Edre makin sayang sama abang. Tau ngga bang, masak Aska tadi narik tangan Edre waktu Mada mau nganter Edre pulang." Cerita Agata sambil memeluk lengan Alen manja. Sedangkan Alen hanya memutar matanya malas lalu menjauhkan kepala Agata dari lengannya dengan jari telunjuknya.

"Kamu kenapa bolos?" Tanya Alen dengan nada dan tatapan serius sedangkan Agata menatap Alen dengan tersenyum polos dan memasang wajah manjanya.

"Kan Edre liat Aska di rooftop gedung deket sekolah, ya Edre samperin. Jarang-jarang ketemu calon pacar bang." Sahut Agata yang sambil kembali memeluk manja lengan Alen lagi.

"Ngapain bolos Cuma buat Aska?" Tanya Alen kini dengan nada serius. Agata pun melepaskan pelukan di lengan Alen dan menundukkan kepalanya takut Alen akan marah besar.

"Jawab abang Edre!" Perintah Alen dengan nada yang sangat tegas seolah-olah tak ingin dibantah sama sekali. Agata pun meremas selimut Alen yang ada didekatnya ia benar-benar takut jika nada Alen sudah berubah seperti sekarang.

"Maafin Edre abang. Edre ngga bakal gitu lagi." Sahut Agata ketakutan ditambah dengan air mata yang jatuh begitu saja. Okay anggap saja Agata cengeng, namun Alen adalah orang yang penyabar. Jadi jika Alen sudah dibuat marah, tamat sudah riwayat orang yang memancing amarah Alen.

"Kamu abang maafin kali ini. Jangan di ulangin lagi, untung Aska adiknya Aldi kalo ngga mungkin abang udah hajar tuh cowok." Ujar Alen kesal lalu memeluk adiknya yang menangis.

"Abang ngga mau kamu salah pergaulan, kamu itu harus sukses ya re. Maafin abang." Sambung Alen sambil mencium pucuk kepala adiknya.

.

.

.

Baru beberapa meter ia melajukan motornya, Aska berhenti dipinggir jalan sambil merutuki perbuatannya. Ia memegangi dadanya dan merasakan detakan jantungnya yang berdetak begitu keras. Ia sendiri bingung mengapa ia melakukan hal tadi kepada Agata.

"Lo terlalu jauh biar bikin gue nyaman."

"Lo kenapa sih Aska?" Tanya Aska pada dirinya sendiri. Ia berusaha menetralkan jantungnya namun tidak bisa. Ia mengingat kembali bagaimana lucunya pipi Agata yang memerah yang makin membuat jantungnya bekerja lebih keras lagi.

AGATATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang