You are too distant for me to feel comfortable

24 4 0
                                    

Mada terbangun dari tidurnya lalu melihat ke arah ranjang tempat Agata beberapa menit yang lalu tertidur. Mada pun bangkit lalu bergegas mencari Agata. Ia melihat kesemua bilik yang ada di uks, namun ia tak menemukan Agata disana. Ia kemudian bergegas keluar UKS dan berlari menuju ruang kelasnya. Siapa tahu Agata ada disana, namun sesampainya di kelas ia tetap tak menemukan Agata. Ia pikir Agata izin pulang namun nampaknya tidak, karena tas sekolah Agata masih ada di tempat duduknya. Bingung, Mada kemudian berlari keluar sambil menelpon Agata. Ia takut terjadi apa-apa dengan Agata terlebih karena Nadin.

Mada terus menyusuri koridor yang ada di sekolah sambil berusaha untuk menghubungi Agata. Sudah dua kali ia menghubungi Agata namun tak ada balasan dari Agata. Kali ketiga akhirnya telponnya di angkat oleh Agata.

"Re lo dimana?" Tanya Mada to the point sambil berusaha mengatur napasnya. Ia tak berhenti, ia masih berlari kecil sambil menunggu jawaban Agata.

"Gue ada di rooftop da. Kenapa?" Sahut Agata dari seberang sana. Mendengar rooftop disebut, Mada pun melihat kearah rooftop sekolahnya namun taka da siapapun.

"Rooftop gedung apa? Lo ngapain ke rooftop sih?" Tanya Mada kemudian berlari ke arah tangga untuk menuju rooftop.

"Bukan rooftop sekolah da. Gue lagi sama Aska." Langkah Mada terhenti, ia merasa kehabisan oksigen dan jantungnya terasa begitu ngilu. Ia berusaha menormalkan suara dan rasa ngilu yang ia rasakan.

"Lo kok bisa sama Aska? Emangnya ada pembinaan?" Tanya Mada dengan suara yang ia usahakan agar terdengar biasa saja.

"Ngga, gue ngga ada pembinaan. Ceritanya panjang da, gue tadi udah izin sama pak satpam izin mau beli kertas di foto copy depan. Kalo udah bel istirahat chat gue ya." Ujar Agata dengan polos tanpa ia ketahui Mada tengah menahan sakit yang teramat di dadanya.

"Iy-iya re, nanti gue chat." Sahut Mada kemudian mengakhiri sambungan telpon mereka. Mada kemudian duduk disalah satu anak tangga dengan kepala yang tertunduk lemas. Bagaimana cara agar sakit di dadanya ini hilang? Ia lebih baik terkena cipratan minyak goreng dari pada merasakan ini, mengapa begitu sakit mendengar Agata tengah bersama Aska?

.

.

.

Setelah sambungan telponnya diputus oleh Mada, Agata pun memasukkan ponselnya ke saku rok sekolahnya. Ia kemudian duduk lagi disebelah Aska yang kini tengah menatap jalanan yang mulai sedikit padat. Agata memperhatikan Aska begitu lekat, namun Aska tak tahu bahwa dirinya tengah diperhatikan oleh Agata.

"Lo ngga mau obatin muka lo dulu ka?" Tanya Agata yang melihat luka terbuka Aska yang tadinya mengeluarkan darah, kini sudah mongering.

"Ngga, cuci muka aja nanti." Sahut Aska tanpa mengalihkan pandangannya pada jalanan. Kesal mendapat jawaban seperti itu, Agata pun memukul lengan Aska cukup keras hingga membuat Aska meringis kesakitan.

"Lo tuh ya! Itu bisa infeksi Aska!" Omel Agata dengan wajah yang benar-benar kesal. Bukannya takut, Aska malah tertawa karena ekspresi Agata yang menurutnya lucu. Berbeda dengan Agata yang terpaku melihat tawa Aska yang baru kali ini ia temui. Agata diam mematung tak percaya dengan apa yang ditangkap oleh matanya. Sadar akan perubahan ekspresi Agata, Aska pun menarik kedua sudut bibirnya dan kembali memasang wajah dingin.

"Makasih." Ujar Aska tulus yang makin membuat Agata menganga tak percaya. Tak mendapat jawaban dari Agata, Aska pun menoleh dan kaget melihat Agata yang menganga.

"Aska, otak lo kebentur waktu berantem apa gimana?" Tanya Agata pada Aska lalu memperhatikan kepala Aska takut ada pendarahan di otaknya.

"Gue serius." Sahut Aska kemudian memalingkan pandangannya kemudian menatap langit yang kini sudah tak seterik tadi. Ia kemudian tersenyum simpul memperhatikan bagaimana indahnya langit dana wan hari itu. Seolah-olah langit tengah menghimburnya.

AGATATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang