Setelah pertengkaran Mama dan Papanya, Aldi meminta agar Mamanya tidur di kamarnya saja, dan Aldi akan tidur di kamar Aska. Aldi pun berjalan masuk ke kamar Aska dan mendapati Aska yang tengah mengerjakan soal-soal Olimpiade tanpa ekspresi seperti biasanya.
"Dek..." Panggil Aldi tak berniat mengganggu. Aska pun hanya menoleh sebentar lalu kembali fokus dengan soal-soal yang berserakan diatas meja belajarnya.
"Maafin Papa ya?" Pinta Aldi, ia tak ingin Aska menaruh benci pada Papanya.
"Gue tahu lo capek disuruh sama Papa, tapi tetep Papa ngelakuin itu karena Papa sayang sama lo." Jelas Aldi berusaha agar Aska tak salah paham dengan Papanya.
"Dek.." Panggilnya pada Aska namun tak mendapat respon apapun dari Aska. Aldi tak tahu apa yang sedang dilakukan oleh Aska karena posisi Aska membelakangi Aldi yang duduk di atas Kasur.
"Aska, kalo orang ngomong tuh diliat matanya." Ujar Aldi lalu menarik pelan bahu Aska agar menatapnya. Seketika Aldi membelalakkan mata melihat darah segar yang keluar melalui hidung Aska.
Dengan sigap Aldi mengambil beberapa tissue yang ada didekatnya. Kemudian Aldi menundukkan kepala Aska berharap agar darah yang keluar kian sedikit. Aska yang saat itu terlihat pucat hanya menuruti apa yang Aldi lakukan padanya. Karena memang kepalanya terasa begitu pusing sejak pagi.
"Gimana? Masih keluar darahnya?" Tanya Aldi sedikit menunduk untuk menyamakan tingginya dengan Aska yang masih menunduk. Aska kemudian melepas tissue yang ada di hidungnya. Sudah tidak ada darah yang keluar.
"Lo cuci muka, habis itu istirahat." Perintah Aldi yang dituruti oleh Aska. Kemudian Aska mengambil posisi untuk tidur. Ia pikir dengan mengerjakan soal-soal tersebut bisa membantu menghilangkan pusing di kepalanya.
Aldi yang berada di dekat Aska pun terlihat khawatir, ia sedari tadi setia menunggu Aska tidur dan memastikan agar adiknya mendapat istirahat yang cukup.
"Maafin Papa gue ya dek, kebahagiaan gue jadi luka buat lo." Ujar Aldi kemudian ia pun terlelap di samping Aska.
.
.
.
Pagi harinya Agata sudah siap dengan seragam sekolahnya dengan rambut yang dibiarkan terurai menambah kesan feminim. Ia pun memoleskan sedikit liptint di bibirnya lalu menatap pantulan dirinya dicermin sambil berucap,
"Lo cantik re." Ucapnya setiap pagi menambah aura positif dalam dirinya. Agata selalu melakukan hal yang sama setiap harinya, ia tak ingin menjadi seseorang yang tidak bersyukur dengan apa yang diberikan Tuhan padanya.
Setelah ia rasa semuanya sudah beres, ia pun turun ke lantai satu untuk sarapan dengan keluarga kecil yang begitu berharga baginya. Di meja makan sudah ada Ayah, Bunda, dan Alen yang menunggunya.
"Anak perawan kalo dandan meh lama ya. Heran gue." Ucap Alen lalu mendapat tatapan tajam dari Agata.
"Abang ini suka banget jail ke adeknya." Sahut sang Bunda yang geli melihat kelakuan anak-anaknya.
"Iya kamu nih bang. Pantesan sampai sekarang masih ngga punya pacar." Ejek sang Ayah lalu disahuti gelak tawa oleh Bunda dan Agata.
"Dih kok malah Alen yang kena sih?" Tanya Alen yang merasa menjadi korban.
"Makanya abang jangan coba-coba jahilin Edre. Kena batunya kan." Sahut Agata dengan menjulurkan lidah di akhir katanya.
"Ngeselin banget sih adek abang!" Ujar Alen yang merasa kesal sekaligus gemas sambil mencubit kedua pipi Agata.
KAMU SEDANG MEMBACA
AGATA
Teen FictionAgata merupakan sebuah kisah cinta yang tak terlalu rumit, yang mengisahkan tentang seorang gadis remaja cantik yang bernama Edrea Agata Yohana. Ia merupakan gadis pintar yang selalu mendapat juara ketika ikut dalam segala bidang Olimpiade. Hingga s...