Bersama hal lucu lagi? (2)

12 1 0
                                    

[ Katanya ada kisah yang belum usai, tapi ia tak pernah sadar, bahwa tidak ada kisah tentang kita. ]

-----------------------------------------------------------

📌Jakarta, 10 Januari 2020

"Ody!" Seseorang memanggil namaku cukup nyaring dari seberang jalan. Mataku langsung mencari keberadaan orang itu. Di antara keramaian, aku menemukan keberadaannya yang tak pernah asing.

Saat itu juga, mata yang lelah menahan air mata, berderai lagi, kini kekuatan yang sudah aku bangun sejak 5 Tahun yang lalu, ambruk secara tiba-tiba melihat keberadaan orang itu. Dia yang dulunya pernah datang sesaat memberi kenyamanan, dan pergi sesuai kehendak hati tanpa mempertimbangkan pihak yang nantinya akan patah hati.

Dia datang lagi. Setelah bertahun-tahun berpergian dan lupa membawa perasaan, hingga aku dengan sangat susah payah mengusir perasaan dan kehadiran sesaat itu. Dia benar-benar egois. Tapi tetap saja, jika hari ini aku menemukannya lagi, aku hanya ingin mengucapkan rindu yang hampir saja di vonis akan mati, lalu menyiram kembali, tanaman yang dulunya pernah kujaga dengan begitu banyak pupuk perasaan.

"Hai Leo," sapaku sambil memaksa tersenyum ketika ia sudah berdiri tepat di hadapanku, pada saat ia menujuku, air mata yang luruh kupaksa berhenti agar dia tidak terbebani. Semulanya ia tersenyum balik, tapi kemudian ia menormalkan ekspresi wajah dan menundukkan kepala beberapa saat.

"Aku kembali untuk memastikan tentang kita. Apa waktu masih membiarkanmu untuk menoleh padaku lagi?"

Masih saja. Orang ini selalu membingungkan. Kemarin ia bilang, lepaskan dia dan buang perasaan yang sudah terlanjur, lalu hari ini ia menagih perasaan yang semulanya sudah ia ingin bunuh tanpa penjelasan.

"Perasaanku yang kamu bawa kabur bagaimana? Hilang bersamaan dengan awan-awan yang nakal? Atau sengaja kau bunuh dengan racun-racun mematikan?"

Dia tersenyum lalu mengambil jemariku yang diam ke dalam genggamannya. Masih saja sangat begitu hangat.

"Syukurnya, perasaanmu tahan banting. Walaupun nyaris saja diculik awan-awan, dan hampir tertinggal di Bandara, tapi ia selalu meyakinkanku. Bahwa menjaganya adalah pilihan tepat."

Dia membawaku ke dalam peluknya yang mengistirahatkan lelah. Yang mengusir pergi luka walaupun terkadang juga dia sebab dari segala luka. Aku tidak membalas peluknya, tapi rasanya begitu nyaman saat ia mendekap dengan penuh rindu.

"Kenapa dulu harus pergi sambil melukai?"
"Biar kamu lupa."
"Tapi kamu tidak membiarkan aku lupa."
"Karena aku takut, kamu jatuh cinta pada orang yang tidak tepat."
"Kamu bukan orang yang tepat?"
"Bukan, tapi akan segera jadi orang yang tepat."
"Kamu curang! Egois!"
"Aku tahu!"
"Lalu kamu pikir aku akan tetap jadi orang yang sama."
"Enggak, karena nggak ada yang sama di waktu yang berbeda."
"Jadi?"
"Mau memulai lagi Dy?"

Peluknya yang hangat perlahan jadi tancapan ilusi. Dia melukai lagi. Dengan begitu beraninya dia meminta aku jatuh setelah bersusah payah bangkit. Bahkan kita tak pernah memulai. Lalu mengenai apa yang ingin ia mulai lagi?

"Seperti katamu, nggak ada yang sama di waktu yang berbeda. Aku bukan Ody yang sama," kataku sembari melepas peluknya."Lagi pun, hal apa yang ingin kita mulai Le? Bukannya kita nggak pernah memulai?"

"Maaf," saat tangannya akan meraih tanganku lagi, segera ku hempas. Sebagai pertanda aku menolak rasa dan lukanya ... lagi.

Matanya yang sayu menatapku dengan penuh tanda tanya. Tiba-tiba saja, tatapan sayu itu membawaku menuju 4 tahun yang telah berlalu.

📌Jakarta, 11 Januari 2015

Setiap hari Selasa, aku selalu menyempatkan diri untuk berkunjung ke sini; Rumah sakit Jiwa. Dimana, seseorang yang satu-satunya tempat ku bergantung hidup. Sekaligus alasan aku masih bertahan menghadapi kejamnya dunia.

TITIK KOMA ( ; )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang