Saatnya melepas topeng kucing (8)

0 0 0
                                    

[ Orang-orang tampan inu menggemaskan di waktu yang bersamaan. ]

-----------------------------------------------------------

Hari ini ada jam olahraga di kelas ku. Sebenarnya, hari ini adalah hari favorit di antara semua hari biasanya. Karena saat jam Olahraga, aku bisa bebas dari kelas itu, dan juga dapat banyak waktu berada di atap.

Baru saja akan melangkah menuju atap, seseorang menahan lenganku.

"Kemana?" Daven datang tiba-tiba sambil menatapku bingung.

"Ha? Kenapa?"
"Nanti ada pengambilan nilai basket. Jangan kemana-mana. Di sini aja."
"Terserah gue sih," sekarang aku mulai ketus dengannya. Sejak kapan ia mulai peduli tentangku. Apa mungkin ia merasa kasihan karena tahu tentang Mama? Mungkin saja. Orang-orang semacam dia selalu begitu.

"Kemana?"
"Gausah ikut campur lagi! Gue ngerasa menyedihkan saat lo perlakuin gue begini!"

Aku pun melangkah pergi sambil menghempas tangannya yang masih saja menahan pergelangan tanganku. Tanpa basa-basi lagi, aku pun segera menuju atap. Udara pagi di atas sana cukup menyejukkan, dan aku suka. Rasanya tiap datang ke sini, aku merasa ada dunia baik yang menerimaku dengan sangat apa adanya.

Belum lama saat aku datang, bunyi telapak kaki pun aku dengar. Leo datang di saat yang tepat, karena yang sering kesini selain aku ya dia.

"Jadi, selama beberapa hari ini lo tenang banget kan?" suara itu pelan dan penekanan.

Peluhku tiba-tiba muncul mendengar suara itu, tanganku bergetar hebat. Meskipun aku pernah menghadapinya sekali, aku rasa saat ini, aku tidak akan mampu menangani ini lagi.

"Vin ... vina!" lirihku.
"Hai cantik! Gimana kabarnya?" Vina menaikkan kedua alis lalu mendekatiku perlahan.

Dua orang datang dibelakang Vina yang membuat mataku cukup terbelalak kaget. Apa lagi ini? Mengapa firasatku buruk begini. Aku pun mundur perlahan-lahan ke belakang.

"Main main yuk Dy? Gue bosan belakangan lo makin kurang ajar." Katanya sambil tersenyum licik pada dua orang dibelakangnya.
"Vin ... lo mau apa?? Jangan berasa sok keren lagi!! Jangan makin buat gue mikir kalo lo manusia yang nggak pernah berterima ka—"

Lagi, sebuah tamparan dari Vina mendarat di pipiku. Rasanya panas sekali. Apa mungkin kali ini aku terlalu memberanikan diri di waktu yang salah.

"Jangan buat gue makin benci lo dy. Sehabis Leo lalu sekarang Daven, lo ngejual tubuh lo? Haha, kalo pun gue jadi cowo, lo orang pertama yang gue blacklist dari daftar orang yang akan gue dekati. Sekalipun lo ngegratisin tubuh lo."

Air mataku berlinang takut mendengar ucapan Vina. Aku memang tidak akan pernah mampu melawan balik orang seperti dia. Meskipun sudah memakan sayur-sayuran seperti kata Leo, jika aku lemah tetap saja lemah.

Tangan Vina beralih menjambak rambutku, aku merasakan sedikit nyilu karena ia cukup keras menjambaknya. Aku tidak mampu menghempas tangannya, mungkin memilih pasrah lebih baik.

"Kenapa? Kenapa cuma nangis? Nggak mau ngelawan seperti kemaren?" ia semakin menariknya dengan keras.

Dalam hati, aku hanya merapalkan nama Leo, berharap ia datang tepat waktu seperti sebelumnya. Biar saja jika aku makin tidak tahu diri, aku hanya berharap sedikit.

Vina mulai merasa bosan dengan jambakannya, kini ia mengeluarkan sebuah gunting yang buatku makin terkejut. Aku mencoba melawan karena aku tahu kemana tujuan dari gunting tersebut.

Tapi, dua orang itu ternyata tidak sebanding dengan tenagaku, saat gunting itu akan mendekati rambutku, Vina tersenyum smirk lalu menutup mulutku yang sejak tadi berteriak meminta pertolongan.

TITIK KOMA ( ; )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang