Seharusnya Mia masih menikmati liburannya di rumah, meringkuk di kasur empuk bersembunyi dalam selimut hangat yang warnanya mulai pudar. Ibu dan bapak sudah berangkat sedari subuh berjualan bumbu giling di pasar pagi, hari libur begini biasanya pelanggan sedang banyak-banyaknya di pasar. Mia terkadang membantu di sana Sabtu dan Ahad tapi hari ini tugasnya sebagai pejabat pengadaan membuat Mia terpaksa masuk kerja dan berbelanja keperluan diklat untuk Senin esok hari. Mia bisa saja meminta diantarkan sopir kantor tapi sungkan rasanya meminta Mas Budi masuk di hari libur begini.
Jam 8 pagi, Mia sudah selesai mandi dan sarapan, bersiap menuju Pasar Cinde untuk membeli beberapa perlengkapan yang bisa diangkutnya dengan motor. Scoopy biru muda itu sudah digunakan Mia sejak dua tahun lalu. Mia membelinya menggunakan uang tabungan yang disisihkan Mia dari take home pay-nya setiap bulan. Mia sebelumnya sudah janjian dengan salah satu cs di kantornya untuk membantu Mia meletakkan barang-barang yang akan dibelinya nanti ke masing-masing kamar asrama yang akan digunakan peserta diklat menginap. Membayangkan harus membeli peralatan mandi sejumlah 120 paket menciutkan nyali Mia. Perempuan itu tau kalau dia tak seharusnya melakukannya sendiri.
Sesampainya di pasar, setelah memarkir kendaraannya, Mia bergegas menuju kios langganannya. Pemilik toko itu tersenyum ketika melihat Mia.
"Kau datang sendiri?" Ujar Bang Salim, pemilik kios.
"Hari libur, Bang. Tak enak merepotkan Mas Budi", Mia senyam senyum sendiri sambil memeriksa barang-barang yang sudah disiapkan Bang Salim. Mia kemaren sudah mengabari pemilik kios itu untuk menyiapkan pesanannya sehingga tak perlu berlama-lama menunggu di sana.
"Warna gagang sikatnya tak bisa putih semua"? Tanya Mia ketika melihat sebagian kotak sikat gigi yang dipesannya berbeda warna.
"Stoknya sedang kosong di agen, kualitasnya sama, kok", Bang Salim memastikan.
"Oke, baiklah. Kuitansinya, Bang?" Mia mengeluarkan dompet khusus yang biasa dibawanya apabila akan berbelanja keperluan kantor.
Setelah menyelesaikan transaksi pembayaran, Mia meminta bantuan salah satu anak buah Bang Salim untuk mengantarkan barang-barang belanjaannya ke tempat motornya diparkir. Mia terpaksa berulang kali mondar mandir apabila harus mengangkatnya sendiri. Tenaga perempuan seperti Mia takkan sanggup membawa barang-barang itu sekaligus. Barang belanjaan diikat di bagian belakang motor, Mia nyaris tak percaya ketika melihat tumpukan setinggi bahunya.
"Semoga tak ada yang jatuh sepanjang perjalanan", ucap Mia pada pemuda yang membantunya itu.
Pemuda itu mengangguk tersenyum malu-malu. Wajahnya diangkat sebentar untuk menatap Mia ketika perempuan itu menyelipkan uang sepuluh ribu rupiah di tangannya. Pemuda itu membantu Mia mengeluarkan motor dari parkiran.Mia menggunakan jalur kiri sepanjang perjalanan, sesekali melirik spionnya memastikan barang di belakangnya tidak ada yang terjatuh. Mia mendadak menekan rem tangannya ketika tiba-tiba sebuah mobil di depannya berhenti mendadak, terlambat, motor Mia baru berhenti ketika menabrak bagian belakang mobil didepannya.
"Masalah deh", Mia bergumam dalam hati berharap pemilik mobil tak menyadari perbuatannya.
Sayang sekali harapan Mia tak terwujud, pintu bagian kanan depan terbuka, seseorang berkaca mata hitam turun dari mobil Juke merah yang ditabrak Mia. Sepatu converse putihnya tampak kontras dengan setelan hitam yang dipakai pemiliknya. Mia berharap semua ini takkan berlangsung lama, Mia sudah siap dimarahi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hati yang Tak Bisa Dibeli
RomanceMia hanya seorang perempuan biasa, seorang pegawai yang berusaha memberikan yang terbaik dalam pekerjaannya sampai seorang lelaki tiba-tiba masuk dalam hidupnya dan mengganggu kinerjanya.