"Mbak, ada yang nyari", satpam lobi memanggil Mia ketika perempuan itu masih saja galau menyapa Andi.
Mia tau siapa lagi yang dicari laki-laki itu di sini kalau bukan dirinya. Tapi satu hal yang tak pernah bisa dia mengerti adalah untuk apalagi?
Sambil memegang tas selempangnya, Mia mendekati laki-laki yang sekarang sedang sibuk memainkan ponselnya. Tak ada sedikitpun kata-kata darinya untuk memanggil Mia. Perempuan itu sungguh berharap semua urusannya dengan orang seperti Andi lekas selesai. "Perempuan seperti apa yang akan tahan diperlakukan seperti ini?" batinnya.
Dalam diam, Mia duduk di hadapan Andi, laki-laki itu memasukkan ponsel ke kantong celananya, kini duduk tegak menghadap ke Mia.
"Aku sudah menerima bukti transfer yang kau kirimkan", laki-laki itu memberi jeda pada kata-katanya. Mia tak sabar menunggu ujungnya.
"Sepertinya urusan kita sudah berakhir", tambahnya.
"Memang sudah seharusnya", jawab Mia dalam hati.
Perempuan itu entah mengapa tak sabar duduk berlama-lama di dekat Andi, hanya tak ingin kehilangan kesabarannya.
"Tapi sepertinya masih ada satu urusan lagi yang belum tuntas", ujarnya.
Mia terlonjak.
"Apa lagi!" perempuan itu seperti kehilangan kesabaran.
"Kemaren aku ke bengkel, kau harus mengganti biayanya juga", ucap laki-laki itu santai.
Oke, kesabaran Mia sampai di titik terendahnya. Perempuan itu sejenak lupa kalau sekarang mereka berada di kantornya. Amarah begitu gelap terlihat dari mata Mia.
"Aku tak peduli lagi!! Berhenti memerasku!" teriak Mia. Suaranya begitu tak tertahan, satpam lobi sampai menoleh khawatir.
"Kau mau pulang sendiri atau aku panggilkan satpam?" Mia semakin tak sabar.
Andi berdiri, mendekati perempuan itu. Membisikkan sesuatu yang membuatnya bergidik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hati yang Tak Bisa Dibeli
RomanceMia hanya seorang perempuan biasa, seorang pegawai yang berusaha memberikan yang terbaik dalam pekerjaannya sampai seorang lelaki tiba-tiba masuk dalam hidupnya dan mengganggu kinerjanya.