"Apa maumu?" Mia tak bisa terlihat tenang mengetahui di mana mereka berada saat ini apalagi sekarang sudah mulai malam.
Laki-laki itu seharusnya tau kekhawatiran Mia karena tangan perempuan itu gemetar dan matanya tak henti melirik kanan kiri.
Andi keluar dari mobil, menutup pintunya dan berjalan menuju sisi Mia duduk. Laki-laki itu semakin medekat, Mia bertambah kalut.
"Apa yang kau inginkan?" tanya perempuan itu berusaha terdengar tenang.
"Bicara. Aku ingin kita bicara", ucapnya sambil meminta Mia turun dengan isyarat tangannya.
Perempuan itu tak bergerak, masih belum bisa memutuskan apa yang harus dilakukannya.
"Berada jauh dari kantor ternyata tak membuatnya serta merta aman dari laki-laki ini", pikir Mia.
Andi nyaris menyentuh lengannya untuk menariknya keluar, Mia menjauhkan tangannya.
"Aku bisa turun sendiri", ucapnya dengan amarah.
Andi berjalan di depan Mia, menuntunnya ke suatu tempat yang perempuan itu tak tau apa. Tapi kalau sampai laki-laki itu berpikir Mia perempuan gampangan yang mau diajak masuk kamar hotel dengan laki-laki seperti Andi, itu salah besar. Mia akan langsung kabur kalau ternyata tempat yang mereka tuju adalah itu.
Hotel itu sungguh megah, perempuan itu yakin kalau itu pasti minimal bintang 4. Lobi nya saja begitu besarnya.
Andi terus berjalan dan Mia tetap mengikutinya, entah karena bodoh atau percaya. Sejauh ini merekaasih berada di lantai satu. Ketika kemudian laki-laki itu melepaskan sepatunya dan masuk ke sebuah ruangan, Mia penasaran tempat apakah itu. Dan saat perempuan itu sudah berada di ambang pintu, Mia baru tau kalau ruangan yang cukup luas itu adalah sebuah musholla, karpet hijau untuk sholat terbentang di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hati yang Tak Bisa Dibeli
Любовные романыMia hanya seorang perempuan biasa, seorang pegawai yang berusaha memberikan yang terbaik dalam pekerjaannya sampai seorang lelaki tiba-tiba masuk dalam hidupnya dan mengganggu kinerjanya.